satu

1202 Words
Starla dan Gibran masuk ke dalam rumah setelah melihat kepergian mobil yang ditumpangi oleh mama papanya, keduanya benar-benar pergi seperti yang dikatakan tadi. Gibran menutup pintunya dan menatap ke arah istrinya yang tengah sibuk menggoda putranya yang berada di dalam gendongannya itu. "Jangan sering-sering gendong Ibra, kamu harus benar-benar jaga kesehatan. Apalagi aku juga nggak bisa sering temani kamu." Kata Gibran mengingatkan istrinya. Starla yang mendengarnya pun mengangguk dan menoleh ke arah suaminya dengan tersenyum lebar. Sebenarnya Starla sedikit sedih saat mendengar suaminya berkata seperti itu. Tapi Starla juga tidak bisa apapun karena suaminya sangat menyayangi dirinya dengan sangat baik. Gibran mendekati istrinya dan mengambil alih Ibra dari gendongan istrinya. "Ibra sayang, anak ayah yang paling ayah sayang setelah bunda." Kata Gibran yang langsung saja mendapatkan pukulan keras dari Starla. "Di mana-mana yang disayang dulu itu anaknya, kamu ini kebalik terus." Tegur Starla dengan bibir yang tersenyum lebar. "Kamu sukanya juga gitu." Jawab Gibran yang langsung saja menarik tangan istrinya dan menggenggamnya dengan erat. Ada kalanya Gibran berpikiran buruk dan membayangkan bagaimana kehidupannya jika istrinya meninggalkan dirinya bersama putranya. Gibran takut dan menegaskan jika dirinya tidak akan bisa kehilangan wanita yang sangat tegar dan menemani dirinya untuk bangkit selama ini. Gibran pernah marah pada Tuhan, marah karena membiarkan istrinya hamil dan mengalami hal-hal yang menurutnya sangat buruk saat istrinya akan melahirkan. Gibran pun marah pada dirinya sendiri yang bahkan tidak memperkirakan semua itu terjadi. "Aku tidak akan kehilangan kamu ataupun Ibra." Gumam Gibran dalam hati. Tangannya bergerak memegangi tangan istrinya dengan sangat erat. "Kamu mau dibuatin sesuatu?" Tanya Starla pada suaminya yang terus menatapnya sedari tadi. "Tidak," jawab Gibran dengan cepat. "Terus kenapa lihatin aku? Aku tahu penampilan aku aneh kalau tirus gini, tapi jangan lihatin gitu. Aku janji deh berhenti olah raga dan makan lebih sering lagi." Kata Starla pada akhirnya. Gibran pun tertawa dan menarik istrinya menuju kamar, tentu saja bersama putranya yang ada di dalam gendongannya. "Ibra main sendiri ya, ayah akan bicara sama bunda sebentar." Kata Gibran pada putranya setelah menurunkan putranya di atas lantai dengan mainan yang tadi dibawa oleh putranya. "Jangan aneh-aneh ya mas," kata Starla yang tentu saja sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Gibran berdiri dan menghampiri istrinya dengan cepat. Starla terdiam saat tiba-tiba mendapatkan pelukan dari suaminya itu. "Apa ada masalah?" Tanya Starla yang langsung saja membalas pelukan suaminya dan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada suaminya itu. "Aku hanya ingin memelukmu, rasanya lelah saat memikirkan semua itu sendirian." Jawab Gibran yang langsung saja membuat Starla terdiam. "Apa yang kamu pikirkan sendirian? Kenapa tidak bilang padaku? Siapa tahu aku bisa membantu?" Tanya Starla lagi. "Kamu," jawab Gibran yang langsung saja membuat Starla terdiam saat mendengarnya. "Kenapa? Kamu bertemu wanita lain yang lebih cantik dari aku?" Tanya Starla lagi setelah berdiam cukup lama. "Hem, dia menggodaku dan mengatakan akan memberikan semua hal yang ada pada dirinya jika aku mau menemani dia semalam." Jawab Gibran yang langsung saja membuat Starla melepaskan pelukan suaminya. "Lalu bagaimana? Kamu setuju? Apa dia lebih kaya dari kamu?" Tanya Starla dengan sangat antusias, bahkan matanya terbuka lebar dan menatap antusias pada suaminya yang hanya terdiam itu. "Kamu minta dibunuh ya!" Seru Gibran dengan kesal. Starla pun tertawa keras dan memeluk suaminya dengan sangat erat, dirinya tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya tentang dirinya. Starla juga tahu betul jika suaminya bahkan tidak pernah berniat meladeni wanita manapun yang ingin mendekatinya secara diam-diam ataupun terang-terangan. "Harusnya kamu cemburu," lanjut Gibran seraya menghela napasnya panjang. "Lakukan apapun yang membuat kamu senang, tapi jangan lupakan Ibra. Kamu tahu bukan, selain aku Ibra cuma punya kamu." Balas Starla seraya mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar suaminya. "Oh ya, aku mau punya anak lagi, Ibra udah direbut sama mama." Kata Starla mengalihkan pembicaraannya. Gibran yang mendengarnya pun sedikit terkejut dan menatap ke arah istrinya dalam. "Bermimpi lah selagi bisa." Jawab Gibran dengan menggerakkan tangannya untuk mengelus rambut istrinya. "Kamu pikir aku akan menurutinya? Aku akan memberikan kamu apapun asal itu tidak membahayakan diri kamu sendiri. Kamu tahu, selain mama aku cuma punya kamu." Lanjut Gibran yang langsung saja membuat Starla cemberut saat mendengarnya. "Tapi mas, kemarin aku kan selamat, nggak terjadi apa-apa juga." Balas Starla pelan. "Kamu lupa kata dokter? Kamu bisa saja gagal jantung kalau telat sedikit saja waktu penanganannya." Tanya Gibran sedikit kesal. "Aku hampir lupa, maaf ya." Jawab Starla dengan tersenyum lebar. "Unda mik." Suara Ibra yang terdengar membuat Gibran dan juga Starla menoleh ke arah Ibra yang sudah berdiri dan berjalan ke arah mereka dengan tertatih. "Kamu mau jadi saingan ayah ya? Kapan kamu berhenti rebut milik ayah?" Tanya Gibran sedikit tidak waras dan menggendong putranya ke arah ranjang. Gibran menidurkan putranya di atas ranjang dan menatap ke arah istrinya yang berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu sebelum di minum oleh putranya. "Lihat, bunda sangat sayang sama kamu. Kalau sama ayah boro-boro di cuci dulu." Bisik Gibran bicara pada putranya sendiri. Ibra sendiri memilih untuk mengabaikan ayahnya dan menggulingkan badan untuk duduk dari posisi tidurnya. Starla kembali dan menidurkan putranya, tentu saja Ibra tertidur setelah kenyang. Gibran menatap ke arah istrinya yang terlihat mengantuk juga. Gibran tersenyum tipis dan memegangi tangan istrinya hingga membuat istrinya tidak jadi menutup matanya. "Pindah sini," kata Gibran yang langsung saja membuat Starla sadar dan menguap lebar. Starla melirik jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Jam baru saja menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, dan bisa-bisanya dirinya sudah ingin tidur lagi bersama putranya. Starla memindahkan putranya ke pinggir dan memberi bantal di paling pinggir agar putranya tidak jatuh ke bawah. Setelah itu Starla kembali naik ke atas ranjang dan tidur di tengah-tengah suaminya dan juga putranya. Starla tidur dan menjadikan lengan suaminya sebagai bantalan tidurnya. "Kamu kesal ya? Lihat kerjaan aku tidur mulu?" Tanya Starla pada suaminya. "Aku senang, karena itu kamu jadi lebih sering di rumah." Jawab Gibran yang langsung saja mendapatkan ciuman tiba-tiba dari istrinya. Gibran menggerakkan tangannya dan mengelus rambut istrinya dengan pelan. "Kamu harus jaga kesehatan dengan baik, kamu tahu bukan kalau aku tidak bisa kehilangan kamu?" Kata Gibran pada istrinya. "Aku memang penyakitan, tapi aku pasti akan menemani kamu untuk membesarkan Ibra, lagi pula aku juga mau menggendong cucu tau." Jawab Starla dengan sangat percaya diri. "Kalau begitu tidurlah, aku juga mengantuk karena semalam tidak tidur karena beres-beres barang, dan dini hari menuju bandara untuk pulang." Kata Gibran lagi seraya mengecup kening istrinya cepat. Hal yang paling Starla suka dari suaminya itu saat suaminya terus memikirkan dirinya di manapun suaminya berada. Namun, Starla juga khawatir karena suaminya tidak pernah memikirkan dirinya sendiri hanya karena hal itu. "Aku akan baik-baik saja," gumam Starla pelan. "Aku tahu, aku juga tidak akan diam saja dan membiarkan kamu kenapa-napa." Balas Gibran seraya memeluk istrinya dengan sangat erat. Gibran sadar, meskipun istrinya tidak menaruh perasaan padanya sedikitpun dirinya tidak akan pernah membiarkan wanita itu kenapa-napa. Karena bagi Gibran, melihat istrinya terus tersenyum dan bahagia itu sudah sangat cukup, dan dirinya tidak peduli lagi pada perasaan wanita itu, mau istrinya mencintai hartanya atau bahkan ketampanannya, dirinya benar-benar tidak akan memperdulikan semua itu. Asalkan istrinya baik-baik saja dan selalu tersenyum bahagia disekitarnya. Gibran memejamkan matanya setelah melihat istrinya tertidur dalam pelukannya, Gibran tidak ingin kembali pada hari-hari kelamnya lagi. Tbc kita lanjut bulan depan ya ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD