3. The Visual

1112 Words
Tatapan mata ketiganya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. “Lah, lo mau ngelepasin Freya dari serigala ke buaya, gitu?” tanya Nanda sewot. “Ya, nggak gitu. Maksud gue, Freya harus cari pacar pura-pura. Yang mau diajak kerja sama. Biar Tama nyerah karena Freya sudah ada yang punya. Tentu, cowok ini harus berani ngadepin segala kegilaan Tama itu dan kita kenal dia. Kalau dia ngapa-ngapain Freya kita hajar aja dia.” Bintang dengan segala ketenangan membuat ketiga sahabat itu semakin bingung dengan rencananya. Mereka harus memutar otak, kira-kira siapa kandidat yang akan menjadi pacar pura-pura Freya. Tentu dia harus memiliki image kuat, lebih baik orang yang tidak ada di lingkungan Freya. Statistik selalu dapat membuat mereka lupa dengan masalah pribadi yang tengah mereka hadapi. Mendengarkan ocehan dosen yang berada di depan saja sudah menyita banyak perhatian mereka. Saat mata kuliah itu dimulai maka tidak ada ruang untuk memikirkan hal lainnya. “Sumpah kepala gue mau meledak,” ujar Alin. Sedangkan Nanda tampak tengah melamunkan sesuatu. “Nan? Lo nggak gila, kan? Nan,” pekik Alin di telinga Nanda yang akhirnya membawanya kembali ke dunia nyata. “Gue ada ide!” ujarnya yakin. Ketiga sahabatnya itu hanya menunggu kelanjutan dari kalimat Nanda tersebut. “Ando, lo pura-pura pacaran aja ama Ando. Doi pasti mau bantuin kok, soalnya gue suka cerita gitu sama dia tentang masalah ini.” Matanya berkedip menunggu respon dari ketiga sahabatnya yang tampak memikirkan sesuatu yang berbeda-beda. “Aliando cowok lo?” tanya Bintang memastikan. Nanda mengangguk yakin. “Pertama gue kenal dia, kalau dia macam-macam sama Fey, habis hidup dia di tangan gue. Kedua rasa-rasanya Ando nggak se-penakut itu untuk menghadapi Tama. Ketiga, Tama nggak kenal Ando. Sempurna kan ketiga syarat terpenuhi.” Freya memandang Bintang yang tampak sedang menimbang-nimbang. “Lo pastiin dulu deh ke doi, dia mau apa nggak bantuin kita. Kalau oke, boleh deh kita coba,” ucap Bintang kepada Nanda. Segera Nanda mengambil ponselnya dan menghubungi sang pacar. Secara garis besar Ando sudah mengetahui kisah Tama dan Freya ini. Jadi tidak sulit dan butuh waktu panjang menjelaskan kepadanya. Ando setuju membantu, dia akan berperan sementara sebagai pacar pura-pura Freya. Biasanya setiap sore, Tama dan teman-temannya akan berkumpul di parkiran Fakultas Seni untuk mengawasi Freya dan mengikutinya pulang. Freya dan ketiga sahabatnya sengaja berjalan menuju parkiran, di mana sudah ada Tama dan teman-temannya menunggu. “Fey, aku antar pulang, yah?” Tama mendekat dan menawarkan tumpangan seperti biasanya. Ketika melihat mobil Ando sudah menunggu, Fey buru-buru pamit dan berlari ke arah mobil Ando tanpa mempedulikan Tama. “Nggak usah capek-capek deh sekarang, Fey udah punya pacar,” ucap Nanda ketus kepada Tama yang masih memandang kepergian Fey. “Tama, cinta itu nggak bisa dipaksakan. Fey nggak cinta sama lo. Mendingan lo move on dan cari cewek lain yang bisa cinta sama lo juga,” ucap Bintang tenang. “Cinta itu tumbuh seiring waktu. Dan gue mau Freya mengerti itu dan mencoba menjalani sama gue. Nggak ada satu pria pun yang bisa cinta sama dia kayak gue cinta sama dia.” Tama dan teman-temannya pergi meninggalkan Bintang dan yang lainnya. “Sakit jiwa!” ujar Nanda terlihat kesal. “Mending lo kasih tau Ando buat tetap waspada seminggu pertama ini. kita nggak tau kenekatan apa yang akan dilakukan Tama,” ucap Bintang cemas. “Iya, lo kasih tau Ando soal itu juga,” sambung Alin. Dalam perjalanan Freya tampak asyik bercerita tentang hal-hal menyeramkan apa yang Tama lakukan padanya. Ando sangat antusias mendengarkan. Tak lupa Freya memperingati Ando agar berhati-hati, diukur dari pengalaman terakhirnya dengan seorang kakak tingkat yang mencoba melakukan PDKT kepada Freya bernasib tidak mengenakan. Setelah pulang dari makan malam, Kakak tingkat itu dihajar beberapa preman dan memperingati tidak boleh mendekati Freya lagi, jika tidak dia akan kembali dihajar. Secara otomatis dia tidak berani lagi mengajak Freya keluar. “Makasih ya, Kak. Besok lagi?” Mobil Ando berhenti di depan sebuah pertokoan. “Siap! Besok aku jemput lagi. Santai aja Fey,” ucap Ando sambil tersenyum dan pamit pergi. Freya masuk ke sebuah butik yang ternyata adalah milik Ibunya. Freya sengaja minta di antar ke sana dan pulang bersama sang Ibu. Tampak selama empat hari rencana mereka tidak ada hambatan berarti. Tama tampak tidak menunggu di parkiran seperti biasanya. Tidak juga mengirim bunga dan cokelat atau buku-buku horor kesukaannya. Siang itu Freya dan ketiga sahabatnya duduk di taman kampus. Memperhatikan sekelompok mahasiswa yang sibuk memotret tanaman yang ada di kampus. “Ehh itu si cowok dewa bukan sih?” tanya Freya kemudian setelah lama memperhatikan seorang pria jangkung dengan tubuh yang cukup bagus. “Gitarisnya The Alto bukan?” tambah Alin. Mau tak mau Bintang dan Nanda juga ikut memperhatikan sekelompok mahasiswa yang membawa kamera itu. “Giandra Hara! Cowok dewa apaan sih, Fey,” Nanda terkekeh. “Yah, nggak salah tau kalau Fey bilang cowok dewa, doi cakepnya nggak masuk akal sih,” imbuh Alin kemudian membenarkan sahabatnya. Freya mengangguk puas setelah mendapat dukungan. “Gue denger penggemarnya banyak banget,” lanjut Alin. “Lo nggak lihat itu ciwik-ciwik berpayung nungguin doi,” ucap Nanda menunjuk segerombolan wanita, ada yang berpayung ada yang tidak. Banyak di antaranya membawa minuman atau bingkisan. “Gila bener! Katanya lagi, doi bahkan punya geng visual semua. Giandra Hara si gitaris The Alto, Megantara si jenius dari Psikologi, dan si Alexander sang flamboyan. Sahabatan kan mereka?” ujar Alin lagi. Bintang tampak tidak tertarik. “Alexander atau biasa dipanggil Ale itu cukup terkenal dan digilai semua wanita di fakultas lo. Tapi doi dikabarkan tidak bisa berpacaran lebih dari satu minggu, pasti dia selingkuh dan putus deh sama pacar sebelumnya,” Alin menjelaskan. “Wah berengsek juga dia. Kalau Megantara, duh susah namanya,” tanya Nanda lagi. “Panggilannya Tara, doi sih katanya sudah punya pacar. LDR, nggak di sini pacarnya. Kalau Giandra, doi jomlo alias single alias masih sendiri. Cowok setampan itu single apa tidak aneh?” ucap Alin seraya meneguk minuman kemasan yang berada di tangannya. Tengah asyik membicarakan para bintang kampus, Nanda dikejutkan dengan telpon dari Ando yang terdengar panik. Dia tidak bisa membicarakan masalahnya di telepon dan meminta maaf karena tidak bisa menjemput Freya sore itu. Panik, Nanda langsung izin untuk bertemu Ando dan memisahkan diri dari para sahabatnya dan janji akan menceritakan apa yang terjadi setelah semuanya jelas. Bintang mencoba memenangkan dan akan mengantar Freya sendiri, karena perasaan mereka bilang mungkin saja masalah itu berasal dari Tama. Tapi apa yang dia lakukan kali ini. Nanda pergi secepatnya setelah mendapat kabar dari sang pacar. Ketiga sahabatnya tampak khawatir juga. Freya merasa tidak enak jika terjadi apa-apa dengan Ando. Akhirnya setelah Nanda pergi, ketiganya memutuskan untuk pulang dan menunggu berita dari rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD