Setelah semua pelanggan mendapatkan apa yang mereka minta, warung Ayam Potong pun mulai lengang. Saatnya Delina mengajukan proposal izin hang out bersama teman di akhir pekan kepada “Big Boss".
“Mama cantik,” Delina mulai mengeluarkan jurus rayuan maut.
“Hm... “ respon Linda singkat. Sambil membersihkan talenan sisa memotong ayam.
“Aku boleh gak besok main sama Darel dan Mimi, kebetulan ada teman yang ulang tahun, Ma,” kata Delina.
“Boleh gak, Ma?” tanya Delina lagi.
“Boleh... Tapi... “ jawab Linda.
“Boleh Ma? Serius, Ma? Assikkk... “ Delina sangat gembira.
“Boleh... Tapi bohong,” Linda melanjutkan sambil tertawa pelan.
“Yaaa... kirain boleh,” Delina kecewa.
“Lin, minggu lalu kan kamu sudah bolos bantu Mama, masa minggu ini juga, terserah sih tapi otomatis uang saku dipotong ya,”
“Yah, kok gitu sih, Ma?” mendengar itu Delina jadi berpikir dua kali. Pemotongan uang saku lebih mengerikan dampaknya daripada bencana La Nina.
“Ok, tinggal pilih saja, keputusan ada di tangan kamu,” kata Linda berkedip genit pada Delina, sambil membilas tangannya di bawah keran air.
“Ya udah deh, mending lembur aja, tapi uang saku dibonusin ya,” tawar Delina.
“Beres,”
Hari menjelang petang, ketika Rico memasukkan motornya ke teras rumah. Badannya basah kuyup, sepertinya sepanjang jalan tadi hujan. Memang sih, sedari tadi di rumah pun sudah mendung meski belum gerimis, padahal siang hari begitu panas terik.
“Sudah pulang, A,” sambut Delina. Tapi tidak digubris karena Rico sedang sibuk mengibaskan jas hujan yang terkena air sepanjang jalan pulang, kemudian menggantungnya di pagar rumah.
“Kamu sudah bikin PR?” Rico bertanya sambil mengambil helm yang basah lalu dikeringkan dengan kanebo.
“Huh, nanyanya selalu PR, gak ada yang lain apa?” Delina kesal.
“Terus harusnya nanya apa? Kamu sudah punya gebetan? gitu?” jawab Rico asal. Kini giliran Delina yang tak menggubris dan masuk ke dalam rumah.
Berselang lima menit kemudian terdengar teriakan Delina dari dalam kencang sekali, Rico yang mendengar langsung berlari masuk, takut terjadi apa-apa.
“Ada apa, Lin? Ada apa?” suara Rico sangat khawatir.
“Aa korupsi ya? Ayo ngaku!” tanya Delina sengit
“Korupsi apaan, Lin?” tanya Rico tak mengerti.
“Halah, mana ada koruptor ngaku. Ini apaan?” ucap Delina galak lalu membuka pintu kulkas, dan menunjukkan tujuh batang coklat dari Ilham yang tergeletak di rak.
“Hadeh, kirain apaan. Kamu gak buka kulkas berapa hari sih, Lin?”
“Itu udah ada dari minggu kemaren kali, Lin,” sambung Rico sambil menepuk kening.
“Ah, alasan. Bilangnya biaya kurir 50 %, aku cuma dikasih satu, tapi di sini masih ada tujuh lagi, apa maksudnya coba?” Delina geram.
“Serius, Lin. Si Ilham cuma nitip dua waktu itu, udah aku kasih kamu. Terus waktu ke sini dia kasih lagi tujuh, tapi aku lupa kasih tahu kamu. Beneran, coba aja tanya Ilham langsung kalau gak percaya,” ucap Rico sungguh-sungguh.
“Haduh, ada apa sih ini ribut-ribut aja kerjaannya?” Linda keluar dari warung menuju dapur.
“Ini, Ma, A Rico nih, menyembunyikan coklat dari aku untuk memperkaya dirinya sendiri,” Delina mengadu.
“Apaan sih? Siapa yang nyembunyiin? kalau niat disembunyiin, udah aku taro di dalam peri kali, terus digembok biar gak ketahuan.”
“Iya, peti pendingin kan?!”
“Heup (Berhenti) !!! Sekarang mending kalian berdua mandi sana, udah itu Delina bantu Mama siapin makan malam di dapur, bentar lagi Papah pulang!” Linda memberi perintah. Mereka pun bubar bak tawuran yang dibubarkan Polisi.
“Huh... “ Rico mencibir.
“Apa?!” balas Delina menantang.
Rico kemudian masuk ke kamarnya, dan Linda kembali ke warung untuk menutup rolling door, sementara Delina masih di dapur, ia membuka kulkas, lalu mengambil dua batang coklat dari kulkas untuk ia bawa ke kamarnya.
Dipandanginya coklat dari Ilham, sambil rebahan di tempat tidur. Melihat coklat itu tentu saja jadi teringat pemberinya. Lantas Delina meraih HP. Rencananya ingin mengucapkan terima kasih pada Ilham, namun mendadak ia malah bingung mau bicara apa.
“A Ilham... “ pesan terkirim. Kurang dari setengah menit, pesan terbaca dan langsung di balas.
“Ada apa, Lin?”
Mendapati pesannya dibalas secepat kilat, Delina senang bukan main dan jadi bersemangat.
“A Ilham lagi apa?” tapi kemudian isi pesan itu dihapus lagi.
“A Ilham sibuk gak?” lagi-lagi tidak jadi dikirim.
Ketika masih berpikir akan menulis apa, tiba-tiba HP kembali berbunyi.
“Gak usah kebanyakan mikir. Aku tahu kamu mau ngomong apa,” pesan Ilham. Biasanya dalam aplikasi chatting yang mereka gunakan akan muncul keterangan tertentu jika seseorang dari mereka tengah mengetikan pesan.
“Emang mau ngomong apa?” balas Delina. Langsung tersenyum.
“Kamu suruh aku tebak nih?” kata Ilham.
“Iya dong, kan tadi bilang A Ilham tahu aku mau ngomong apa,”
“Kalau dikasih tahu nanti kamu malah kaget lagi karena tebakanku pasti bener. Mending aku langsung kasih tahu aja jawabannya ya,” kata Ilham.
“Emang apa jawabannya?”
“Bener nih mau tahu?”
Delina tak sabar sembari senyum-senyum membaca pesan Ilham. Agak deg-degan, entah kenapa.
“Iya, apa?” Delina penasaran.
“Me too.” Jawab Ilham singkat.
Membaca pesan terakhir Ilham, mendadak hati Delina seperti diaduk-aduk. Perasaan macam apa ini. Terlepas entah apa maksud isi pesan itu. Yang pasti Delina saat ini mendadak bahagia dan berbunga-bunga.
“Tuh kan mikirnya kelamaan lagi, tebakan aku bener kan?” pesan Ilham lagi.
“Bingung mau bales apa,” tulis Delina diikuti emot pipi merah.
“Bales pake Bahasa Indonesia aja, Lin. Biar gak kelamaan mikir,”
“Nyindir, mentang-mentang jago Bahasa Inggris,” balas Delina.
Tiba-tiba suara lagu dimainkan di HP, pada layar tertulis panggilan Ilham. Delina langsung salah tingkah, antara mau diterima atau dibiarkan. Akhirnya saking gugupnya, Delina malah menekan tombol merah. Rejected.
“Astaga, bodoh... kenapa aku malah geser tombol merah,” Delina mengumpat pada dirinya sendiri. Kemudian suara notifikasi pesan kembali terdengar.
“Tuh kan, sombong, gak mau angkat telpon aku! Kalau gitu, sini balikin coklat dari aku!” Ilham bercanda.
“Oh ya, makasih ya A Ilham buat coklatnya... he... he..."
“Ok, sama-sama. Tapi, omong-omong, belum dijawab nih, tebakan aku bener gak tadi?”
“Iya bener...” Balas Delina.
"Bener apanya?" tanya Ilham.
"Tebakannya," kata Delina lagi.
"Kalau jawabannya?" tanya Ilham lagi.
"Udah ah pusing, pokoknya aku padamu!" Delina membubuhkan tanda hati diikuti emot tertawa keras. Sangat ambigu.
***
Ilham tersenyum membaca pesan Delina, ia sangat menikmati kepolosannya. Bukan hanya Delina yang tiba-tiba salah tingkah, Ilham pun demikian, mendadak berdebar saat membaca pesan terakhir Delina yang dibubuhi tanda hati itu, meskipun Ilham berpikir semuanya pasti hanya candaan, tidak ada maksud apa pun.
Takut semakin berlarut-larut dan terbawa perasaan, Ilham mengakhiri pesan dengan emot jempol saja. Meski terkesan tidak ada yang istimewa, namun dibalik diamnya, ternyata perasaan Ilham jauh mendalam kepada Delina.
Bisa jadi semacam perasaan sayang seperti kakak kepada adiknya, atau semacamnya atau bisa juga lebih. Bagaimana pun Ilham sudah kenal Delina sejak Delina masih anak ingusan, hingga sekarang tumbuh menjadi gadis remaja. Ketika itu Delina masih SD sedangkan Ilham sudah SMA.
Ilham sudah tahu segala hal tentang Delina, paling tidak yang nampak dari luar. Karena ia sudah bersahabat dengan Kakak Delina sejak awal masuk SMA hingga sekarang, mungkin sudah berjalan sekitar lima tahun.
Hilir mudik ke rumah Delina sudah hal biasa bagi Ilham, mengingat Rico adalah sahabat baiknya sekaligus partner main Band. Bahkan sudah seperti saudara, kebetulan Ilham adalah anak tunggal.
Keluarga Delina juga sudah dianggap keluarga keduanya, karena orang tua Ilham ada di Swiss sejak dua tahun belakangan, meskipun cukup sering juga pulang ke Indonesia. Di Bandung, ia tinggal sendiri di rumah elit yang hampir sebesar lapangan golf di bilangan Dago atas, ditemani penjaga rumah, Mang Mamat namanya.
Ilham mahasiswa tingkat tiga di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Kota Bandung jurusan Hubungan Internasional, salah satu jurusan bergengsi dan cukup banyak peminatnya. Karena ingin meneruskan jejak Ayahnya sebagai Atase Kedutaan.
Jadi, kalau dipandang dari ujung rambut hingga ujung kaki, Ilham itu High Quality sekali. Ganteng agak sedikit oriental, mirip-mirip Lee Min Ho, mewarisi gen Ibunya yang memiliki darah Korea, selain itu ia juga alim, cerdas, anak tunggal dengan harta yang gak akan habis tujuh turunan, dan datang dari keluarga baik-baik, hampir gak ada kekurangan. Pokoknya, bobot-bibit-bebet nya tidak perlu diragukan.
Tapi Ilham itu terkenal dingin di kampus, dan super jaga image, mungkin beberapa orang yang tak kenal Ilham secara dekat pasti menyangka kalau dia itu songong (sombong dan anti sosial). Karena pada dasarnya memang kebanyakan orang yang mendekati Ilham hanya ingin pansos (numpang tenar) agar kecipratan aura ganteng dan kaya, makanya Ilham lebih sering jaga jarak dan tak gampang akrab dengan orang baru.
Ditambah lagi penampilannya memang sangat menunjang untuk jadi “anak belagu" (istilah untuk anak yang banyak gaya dan sok keren). Bayangkan saja, Ilham itu Vokalis Band, identik dengan barang-barang branded, mobil sport, fashion K-Pop, pencitraan itu sudah sangat melekat padanya. Banyak orang menyaka dia itu adalah artis atau anak artis.
Tapi aslinya Ilham tidak begitu. Nyatanya Ilham itu cukup hangat dan down to eart, mana ada anak songong dan belagu mau naik motor matic atau bergaul di pemukiman padat penduduk seperti rumah Rico, bahkan untuk masuk gangnya saja sulit. Kalau sedang hang out bersama Rico dan Bandnya, mereka itu rajin hunting kuliner pinggir jalan, bahkan hingga ke pojok-pojok sempit di Bandung tanpa gengsi-gengsi, alih-alih nongkrong di Cafe mahal.