Musuh Pribadi

1101 Words
Freya menyeringai, tersenyum penuh kemenangan. Archie memeluknya erat seperti ini. Bahkan tak sampai satu detik sejak ia membuka pintu. Archie langsung menubruknya, seakan begitu bersyukur karena Freya telah kembali dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun, setelah semua yang dialami selama peristiwa penculikan. Archie pasti sudah tahu cerita detailnya dari Athar, kan. Freya menepuk - nepuk punggung Archie pelan, bermaksud menenangkan lelaki itu. "I ' m so glad, you ' re alright." Archie menggumamkan rasa lega dan syukurnya perlahan. Namun tetap terdengar di telinga Freya, karena jarak keduanya sangat dekat. "Sst ... it ' s okay. Everything ' s okay now. Call down, Ar." Freya mengelus punggung Archie kini. Freya membiarkan Archie memeluknya seperti itu sampai beberapa saat lamanya. Sampai Archie berkenan untuk melepaskan pelukannya sendiri. "Aku udah denger semuanya dari Athar. Aku bener - bener merasa buruk, karena aku kamu jadi mengalami ini semua. Maaf." Archie benar - benar tampak begitu menyesal. "Tenang, Ar. Lebih baik sekarang kamu duduk, aku bikinin minuman seger, biar kamu lebih tenang, oke." Archie hanya mengangguk. Freya mengarahkannya menuju ke ruang tamu. Membiarkan Archie duduk di mana pun ia suka, kemudian menuju ke kulkas untuk mengambil air dingin, kemudian baru ke mini bar. Freya ternyata membuat segelas orange juice dengan yoghurt untuk Archie. Memang minuman ringan yang menyegarkan, membuat pikiran kembali fresh. "Makasih." Archie tak menunggu Freya meletakkan minumannya di meja, hanya segera menerima minuman itu ketika Freya sampai di hadapannya. Archie meminum dengan cepat hingga tersisa setengah. "Woah ... haus apa doyan?" Freya mencoba menggodanya untuk mencairkan suasana. "Dua - duanya." Archie terkikik setelah mengatakannya, mencoba menyeimbangi ucapan Freya. "Tapi kamu sepertinya memang ada bakat jadi barista, deh. Soalnya minuman buatan kamu selalu enak." Archie memuji dengan tulus. "Aku sebenarnya ada keinginan jadi barista. Makanya aku banyak belajar dari nonton video YouTube. Cuman karena tuntutan ekonomi, aku kayaknya nggak bisa jad barista. Gaji barista di cafe berapa, sih? Ya udah, disimpan buat diri sendiri aja. Kali aja suatu saat nanti aku jadi kaya, terus bisa bikin coffee shop sendiri." Freya tidak bohong tentang keinginannya itu. Ia memang memiliki impian terpendam, menjadi seorang barista. "Wah ... ya pantes aja minuman kamu rasanya enak. Ternyata kamu emang udah banyak belajar. Harusnya impian kamu nggak boleh berhenti. Diterusin aja. Kan bisa dengan kamu tetap kerja di bank " "Mana mungkin. Shift kerja barista kan diatur bos. Aku cuman punya waktu malam sampai menjelang pagi. Sisanya aku harus fokus ke bank. Terus kapan aku tidurnya?" Freya sebenarnya lebih menyayangkan jika profesinya untuk mendapat uang secara mudah dari para om - om akan sirna jika ia lanjut jadi barista di cafe. "Tentu tetap bisa lah. Kalau cafe itu punya kamu sendiri, ya kamu nggak akan terikat sama aturan bos. Kan kamu bos - nya. Kamu bisa sambang ke cafe kapan aja kamu mau. Kalau lagi senggang, nggak repot sama aturan bank. Kamu bisa habiskan waktu jadi barista di cafe kamu sendiri." Freya tersenyum canggung. "Ya mana bisa, Ar. Gaji aku di bank berapa, sih? Belum bisa dong kalau mau bangun cafe." "Lhah, kenapa harus bingung. Kan sekarang kita dekat. Aku bisa bantu kamu." Freya terdiam seketika. Apa Archie bilang? "M - maksud kamu apa, Ar? Astaga ... jangan lah, Ar. Biasa bikin cafe itu nggak sedikit. Aku nggak enak sama kamu." "Kenapa harus nggak enak, sih, Frey? Meskipun kita nggak pernah saling menyatakan, tapi bukan kah sudah jelas bahwa kita ini memiliki ikatan khusus, hm? Lagi pula ini aku berikan nggak cuma - cuma. Ini kan buat usaha. Kamu juga akan berkerja keras mengelola cafe itu, kan, nanti?" Freya masih terdiam. Bukan karena tidak mau. Tentu saja ia mau. Astaga. Membuat sebuah cafe secara cuma - cuma. Membuat sebuah impian tersembunyinya selama ini mendadak menjadi kenyataan. Bodoh jika Freya tidak mau. Ia hanya ingin berlagak ploon. Supaya reputasinya di depan Archie tetap bagus lah. Apa iya ia langsung terang - terangan menerima? Mana mungkin. Kesannya harus bukan Freya yang membutuhkan bantuan. Tapi sebaliknya, Archie yang memaksa untuk membantunya. "Aku pikirin lagi deh, Ar." Freya masih melanjutkan lagaknya. "Ayo kita atur konsepnya kapan - kapan. Sekalian cari tempat yang strategis untuk lokasinya." Archie masih terus memaksa. Freya tersenyum tanpa sepengetahuan Archie. Karena sudah jelas bahwa sebentar lagi ia benar - benar akan menjadi bos sebuah cafe. Padahal ia dan Archie belum memiliki status hubungan yang jelas. Tapi Freya sudah hendak memiliki sebuah cafe. Bagaimana jika kelak Freya sudah jadi kekasihnya? Atau bahkan sudah jadi istrinya? Tak ingin berlarut - larut membahas masalah yang sama. Freya memutuskan untuk beralih ke topik lain. Pada topik yang seharusnya mereka bicarakan sejak tadi. Freya lihat saat ini Archie sudah tenang. Maka tak apa jika ia mulai membicarakan hal ini lagi. "Tapi Ar ... aku penasaran banget. Sebenernya Wardhana Dharma itu siapa? Kenapa dia kayaknya benci banget sama kamu? Kalian saingan bisnis, kah?" Archie terdiam beberapa saat. Tersirat di wajahnya bahwa Archie benar - benar membenci lelaki bernama Wardhana Dharma itu. "Dia dulu adalah seorang calon kolega Virendra Inc. Dia mengajukan proposal ke kami untuk membangun usahanya. Kami terima proposalnya, tapi tentu kami harus selektif pada segala hal. Karena kami mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Ternyata dia memiliki reputasi buruk. Dia punya hutang di semua bank dan tidak bisa mengembalikan. Namanya sudah di black list oleh semua bank. Makanya dia nggak bisa dapet pinjaman uang lagi. Nah, dia lari deh ke Virendra. "Setelah kami bayam survey, dan tahu kenyataan tentang dia. Tentu proposalnya kami tolak. Justru aneh kalau kami terima, kan. Dia awalnya terima - terima aja. Tapi beberapa hari kemudian dia datang ke aku sembari menangis dan marah besar. Katanya akibat aku nggak menyetujui proposalnya, anaknya yang sedang sakit keras dan membutuhkan banyak biaya pengobatan, jadi meninggal. "Istrinya yang sangat terpukul karena anaknya meninggal, dia bunuh diri. Loncat dari lantai 3 rumah sakit tempat anaknya meninggal. Dalam satu hari dia kehilangan dua orang paling penting dalam hidupnya. Aku paham dia marah. Tapi dia menyalahkan kami. Sementara kami nggak tahu permasalahan dia sebelumnya. Dan anaknya meninggal, juga istrinya, bukan kah itu sudah takdir? Tapi dia tetao menyalahkan aku. Dan membenci aku sampai detik ini." Freya tertegun mendengar cerita Archie. Jadi itu lah yang memacu Wardhana Dharma begitu membenci Adxhie. Ia ingin membuat Archie merasakan juga apa yang ia rasakan. Kehilangan dua orang paling berharga dalam hidupnya. Maka dari itu Wardhana Dharma melenyapkan Raya. Ah, apakah archie sudah tahu jika kematian Raya bukan lah kecelakaan? Melainkan disengaja oleh Wardhana? Wardhana baru bisa melenyapkan satu orang saja. Berarti targetnya kurang satu orang lagi. Pantas saja Athar tidak kenal siapa Wardhana. Karena ia memang bukan mitra bisnis atau pun saingan Virendra. Melainkan hanya musuh pribadi seorang Archie. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD