Kaos Kedodoran

1648 Words
Begitu tahu ia adalah Freya, Athar segera membukakan pintu dari dalam. Ia ya percaya, seorang Freya akan tega membiarkan dirinya sendiri, keluar sendirian di tengah malam, dengan hanya memakai bathrobe. Rambutnya terurai, nampak kusut. Wajah wanita itu sembab. Terlihat jelas ia baru saja menangis hebat. Yang membuat Athar makin tercengang adalah, luka sayatan di leher dengan aliran darah yang sudah mengering. Pikiran Athar sudah ke mana - mana. Ia pikir Freya baru saja menjadi korban pelecehan dan kekerasan. Ia akan dilenyapkan oleh seseorang, namun berhasil kabur. Makanya ia lari tunggang langgang sampai tidak melihat jalan dan hampir tertabrak oleh mobilnya. Atau jangan - jangan ... Wardhana Dharma sudah kembali beraksi? Ke mana Archie saat Freya dalam keadaan memprihatinkan seperti ini? Seketika Athar menyesal karena sudah menyebut Freya tadi sebagai wanita gila. Karena ia tidak tahu apa sebab wanita itu menggila. Freya pun nampak begitu terkejut kala tahu ternyata seseorang yang hampir celaka karena dirinya adalah Athar. Freya terpaku menatap Athar yang masih nampak kesakitan di bagian dadanya. Terlihat dari ia yang terus menerus mencengkeram dadanya. Meski raut wajahnya nampak berusaha menyembunyikan kesakitannya. Freya tadi juga sempat melihat ia minum obat lagi. Sepertinya obat yang sama dengan yang waktu itu. Entah lah. Freya bertanya - tanya, sebenarnya Athar punya penyakit apa? Kenapa sepertinya cukup serius? "Ayo cepat masuk!" Athar akhirnya buka suara. Ia ingin Freya segera masuk ke mobilnya, supaya jika ternyata benar ia sedang dikejar oleh Wardhana Dharma, ia bisa segera sembunyi di dalam mobil ini. Athar semakin tercengang kala Freya perlahan mulai naik ke mobilnya. Tanpa sepatah kata pun, hanya masuk dengan perlahan. Seluruh tubuhnya nampak bergetar, seperti menyimpan kesedihan mendalam. Freya ternyata juga tidak mengenakan alas kaki. Luka ternyata bukan hanya di bagian leher wanita itu. Tapi juga di kedua kakinya. Luka lecet berdarah, seperti baru saja terjatuh. Athar memutuskan untuk diam terlebih dahulu. Rasanya jika ia bertanya apa pun, Freya juga belum tentu mau menjawab sekarang. Yang terpenting adalah, mengamankan Freya terlebih dahulu. Perlahan Athar mulai kembali mempersiapkan diri untuk tancap gas. Meski sakit di dadanya masih terasa, tapi rasanya sudah tidak sesakit itu sampai - sampai tidak bisa membagi konsentrasi dengan menyetir. "Kita harus cepat pergi dari sini. Kalau sampai ketahuan polisi berabe, urusan jadi panjang." Hanya itu yang dikatakan oleh Athar. Freya hanya menjawab dengan anggukan. Matanya menatap Athar penuh harap. Freya ingin Athar segera membawanya pergi jauh dari sini. Athar pun segera tancap gas, kembali melajukan mobil dengan kecepatan cukup tinggi. *** Mereka telah sampai di salah satu apartemen mewah di Pare. Athar segera berbelok menuju parkiran. Ia sudah tampak jauh lebih baik. Lelaki tinggi itu segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Bergegas membukakan pintu untuk Freya juga. Freya juga tampak sudah jauh lebih tenang. Meski ia masih terus diam dan menunduk. Athar melepas jaket yang ia kenakan. Ketika dipakai oleh Freya jaket itu bisa menutup sampai atas lutut. Begitu terlihat lebih baik, dari pada berjalan ke sana ke mari hanya dengan mengenakan bathrobe. Athar juga mengambil satu pasang sandal dari dalam mobil. Ia memang selalu membawa cadangan sandal ke mana - mana. Jaga - jaga apa bila tiba - tiba ia ingin main ke suatu tempat dengan lebih santai. Meski sandal itu kebesaran untuk Freya. Tapi tentu saja lebih baik dari pada tidak memakai alas kaki sama sekali. Athar kemudian menggandeng tangan Freya, menariknya perlahan untuk berjalan bersamanya. Athar sengaja tetap membiarkan rambut Freya terurai. Untuk menutupi luka di lehernya. Supaya tidak mengundang curiga orang - orang. Masuk ke dalam lift, Athar menekan angka 16. Lift pun mulai melaju naik. Tak lama kemudian mereka akhirnya sampai. Athar masih terus menggandeng tangan Freya, baik saat mereka keluar dari lift, berjalan menelusuri lorong, dan akhirnya sampai di kamar Athar. Athar mempersilakan Freya untuk duduk di ruang tamu. Ia lalu memanaskan s**u segar dari dalam kulkas, meletakkan dalam sebuah cangkir, dan segera memberikannya pada Freya. "Diminum dulu. Biar enakan. Biar rileks." Freya menengadah, menatap Athar terlebih dahulu. Ketika bertemu dengan Athar tadi siang, ia bertanya - tanya, kapan akan bisa bertemu kembali dengan Athar. Ternyata takdir sudah menjawabnya. Itu adalah Sekarang. Ada rasa lega dan tenang dalam hatinya karena dipertemukan dengan Athar di saat seperti ini. Freya perlahan menerima cangkir itu. Meminum s**u itu perlahan. Rasa hangatnya membuat nyaman. Nyatanya memang benar, berhasil membuat Freya menjadi lebih rileks. Athar mengambil beberapa obat dari kotak p3k. Ia duduk di sebelah Freya kemudian. "Ini, ikat rambut kamu dulu." Athar menyerahkan sebuah karet gelang yang ia temukan di atas lemari es. Entah karet gelang dari mana, Athar lupa. Freya hanya menatap karet gelang itu. Seakan enggan mengikat rambutnya dengan benda itu. "Aku cuman punya ini. Aku bukan cewek yang punya banyak koleksi kuncir rambut." Athar segera memberi keterangan. Tentu saja ia tidak punya bukan? Dengan sedikit cemberut, Freya akhirnya menerima karet itu. Mulai mengikat rambutnya yang berantakan. "Kamu hadap atas, dong." Athar mulai bicara lagi. Kali ini Freya hanya segera menurut. Athar mulai membersihkan luka Freya dengan kasa steril dan cairan Antiseptik. "Ini luka karena apa?" Athar bertanya di sela - sela aktivitas membersihkan luka itu. "Kena cutter," jawab Freya singkat. Athar sebenarnya sudah menduga luka ini berasal dari benda tajam. Tapi bagaimana bisa? Athar menenangkan dirinya supaya tidak gegabah bertanya. Ia harus melakukan semuanya serba pelan - pelan. "Cutter - nya karatan apa enggak?" Freya menggeleng. "Nggak. Masih bersih. Tajem banget pula." "Ya syukur deh. Bisa gawat kalau cutter - nya karatan. Tapi kok bisa kena cutter?" "Ya bisa, lah. Orang aku emang sengaja ngelakuin itu." Kedua mata Athar membulat. Ia tak menyangka ternyata yang melakukan ini adalah Freya sendiri. Pikiran Athar sudah ke mana - mana. Ia sampai menyangka Freya punya penyakit mental yang suka melukai diri sendiri. Tapi tetap saja Athar tidak boleh mengambil kesimpulan sembarangan. "Memangnya ngapain kamu ngelukain diri kamu sendiri?" "Sengaja. Biar aku bisa kabur dari kakak kamu." Freya bahkan enggan menyebut nama Archie. Athar semakin tak mengerti. Kenapa Freya kabur dari kakaknya? Sementara selama ini Freya selalu berusaha menjadi dekat dengan Archie. Jadi, sumber dari kesakitan Freya saat ini, adalah Archie. Bukan Wardhana Dharma seperti yang Athar pikirkan sebelumnya. "Memangnya kenapa kamu kabur dari Archie?" Athar akhirnya menanyakan itu. Freya memejamkan matanya. Menahan sakit hati yang kembali terasa akibat nama Archie disebut. "Aku dulu mendekati dia, murni karena uang. Aku bahkan sempat berpikir, nggak apa - ala, jika ternyata dia mau dekat sama aku, hanya karena aku mirip sama Raya. Tapi ternyata seiring berjalannya waktu, aku bener - bener punya rasa sama dia. Aku pikir dia pun sama. Tapi ternyata enggak. Tadi dia Dateng ke kamar aku. Dia ngajak aku berhubungan. Aku menerimanya dengan senang hati. Atas dasar suka sama suka. Tapi setelah itu terjadi, dan aku sudah berada dalam kuasanya ... dia justru menyebutkan nama Raya. "Nggak tahu kenapa itu bikin aku sedih banget. Aku belum pernah ngerasain kayak gini sebelumnya. Aku langsung pergi dari sana. Tanpa bawa apa - apa. Cuman pakaian nggak jelas ini. Dia tentu minta maaf, bikin banyak alasan. Tapi aku belum bisa berhadapan lebih lama dengan dia untuk saat ini. Aku lari. Dia berusaha cegah, tapi aku acak dengan cutter itu. Supaya dia lepasin aku. Dan supaya dia nggak kejar aku." Freya menjelaskan itu semua dengan kembali menangis. Meski tangisnya sudah tidak sehebat tadi. Rasanya lega setelah mengungkapkan segala is hatinya pada Athar. Sedangkan Athar masih terdiam. Sebenernya lelaki itu merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. Terutama saat Freya mengatakan bahwa ia telah melakukan hubungan badan dengan Archie. Tapi saat ini rasa kesalnya pada Archie lebih besar. Dan ia juga merasa kasihan pada Freya. Pasti ia sangat sedih hingga nekat pergi dengan kondisi memprihatinkan seperti ini. Ketika itu hati Athar kembali sakit. Karena ternyata Freya sudah benar - benar jatuh cinta pada Archie. "Gadis, Bodoh!" Athar akhirnya kembali bicara. Lelaki itu menempelkan plester luka di leher Freya. Untung sayatannya tidak dalam, sehingga tidak sulit menghentikan perdarahannya. Ia kemudian beranjak dari duduknya, lalu berlutut di hadapan Freya. Freya tertegun. Tak tahu harus berbuat apa. Kembali merasa begitu terkesan dengan betapa Athar memperlakukan wanita dengan begitu baik. Terlebih setelah tahu, Athar berlutut di hadapannya untuk lanjut mengobati lukanya. Lelaki itu dengan tulus membersihkan luka - luka lecet di kakinya. "Kenapa kamu bodoh banget, sih?" Athar lanjut bicara. "Harusnya kamu usir Archie dari kamar kamu. Bukannya kamu yang pergi dan membahayakan keselamatan kamu sendiri. Di luar sana banyak orang jahat. Belum lagi kalau kamu ditangkap lagi sama Wardhana Dharma. Pasti lelaki itu sampai saat ini masih mengawasi kamu. Mana kamu nggak bawa hp, nggak bawa uang. Harusnya kamu bisa berpikir lebih cerdas, meski sedang sakit hati. Ketahuan banget kamu masih pemula. Belum pernah jatuh cinta, ya?" Freya terdiam. Perkataan Athar tepat sasaran. Ia memang belum pernah jatuh cinta. Sementara Athar masih fokus membersihkan luka di kakinya. "Kamu di sini dulu aja malam ini. Archie saat ini pasti udah bingung nyariin kamu. Biar aja dia bingung karena nggak nemuin kamu di mana - mana. Biar tahu rasa dia." Selesai mengobati kaki Freya, Athar langsung beranjak. Mengembalikan obat ke kotak p3k. Berjalan menuju lemari, mengambil salah satu kaos dan juga celana pendeknya. "Ini, kamu ganti aja pakai ini. Dari pada pakai itu." Ia memberikan pakaian itu pada Freya. Freya hanya segera menerimanya. "Kamar mandinya di situ." Athar menunjuk sudut ruangan. "Aku mau langsung tidur aja. Aku capek. Besok kudu berangkat pagi buat kerja. Kamu juga langsung tidur aja nanti ya." Freya hanya mengangguk, lalu menuju kamar mandi untuk berganti pakaian. Memang benar Athar itu kurus. Tapi ketika pakaiannya dikenakan oleh Freya, semua tetap serba kebesaran. Kaosnya saja sudah cukup untuk menutup sampai atas lutut. Gadis itu memutuskan tidak memakai celana pendek yang dipinjamkan Athar. Ketika keluar, ia sudah melihat Athar tertidur di sofa panjang. Kelihatan lelaki itu memang sudah kelelahan. Athar tidur di sana, itu berarti ia menyerahkan ranjang nyamannya untuk Freya tiduri malam ini. Lagi - lagi Freya dibuat terkesan dengan sikap Athar padanya. Freya pun segera berbaring, menenggelamkan diri dalam selimut, dan mulai memejamkan mata. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD