Hamil?

1009 Words
Neysa POV Lho, kok kepalaku pusing banget? Aku di mana? “Ney, kamu udah sadar?” suara mama pertama yang ku dengar menyapa. “Ney di mana ma?” tanyaku menatap kesekeliling yang serba putih. “Kamu di rumah sakit. Kamu baru siuman setelah sehari pingsan tak sadarkan diri,” jawab mama membuatku membulatkan mata. “Apa?!” “Iya Ney. Satu lagi, kenapa kamu ceroboh sih?” kesal mama membuatku menaikkan alis. “Ceroboh?” “Kamu hamil!” “Hamil?” ulang ku yang diangguki mama. T-tunggu! Deg “APA?!” A-aku hamil? “M-mama serius?” tanyaku memastikan dan mama mengangguk. “Mama serius. Kamu juga hampir kehilangan calon bayi kamu, karena kecerobohan kamu! Bagaimana bisa kamu ga makan apapun seharian?” mama mengeluarkan omelannya membuatku sedikit terkejut. Aku mengangkat tanganku yang tertancap jarum infus lalu meletakkannya diatas perut datarku. Deg Jantungku mendadak berhenti berdetak dan darah ku berdesir. Aku terdiam saat merasakan sesuatu yang hidup di dalam sana. Calon bayiku. Tak lama air mataku menetes. Benarkah ada calon bayiku di dalam sini? “M-ma, Ney bakalan jadi mama?” tanyaku menatap mama sendu. “Iya, kamu akan jadi mama. Jadi kamu harus jaga bayi kamu baik-baik. Jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi!” ucap mama membuatku mengulum bibir. “Hai sayang! Tumbuh dengan baik, hm. Mama sayang kamu,” ucapku tulus. “Ingat, Ney. Mereka tidak tahu kejadian sebenarnya. Sebaiknya kamu mempersiapkan diri kamu.” mama mengingatkan. Aku terdiam. Mama benar. Aku akan menerima cacian mereka setelah tau aku hamil. “Iya, ma.” balasku masih dengan perasaan haru karena kehadirannya yang cukup tiba-tiba. “Mama jangan kasih tau papanya tentang dia ya ma. Neysa mohon,” pintaku mengingat kondisi pria itu yang sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Iya dia, pria yang menjadi papa biologis anakku. “Kenapa? Apa dia tak akan bahagia mendengar kamu hamil?” tanya mama yang aku balas gelengan kepala. “Neysa ga mau dia gagal ma. Mama tahu posisi kami, kan? Dia di sana berjuang dan Neysa juga harus berjuang untuknya,” jelasku. Kulihat mama menggelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang. Aku tahu mama tak akan setuju dengan keputusanku ini. Tapi aku tak boleh lengah, aku percaya dia akan kembali menjemput kami. “Baik. Mama akan memberitahu yang lain juga tentang ini. Tapi satu yang kamu harus ingat! Bayi itu juga darah dagingnya dan dia harus menafkahi kalian sebagaimana mestinya!” ucap mama yang aku angguki. Aku tahu mama menyetujuiku dengannya dulu, hanya karena materi. Dia memang kaya, bahkan sangat kaya. Tapi tidakkah mama pikir dengan meminta uang terus menerus pada mereka, aku akan dibenci nantinya?  “Ada apa?” tanya mama melihat perubahan raut wajahku. “Hah? Tidak ma. Tidak apa-apa,” balasku dengan senyum tipis. “Sudah. Sebaiknya kamu kembali beristirahat. Ingat untuk makan teratur. Mama pergi dulu.” “Iya, ma.” Mama pun pergi meninggalkanku sendiri di ruangan ini. Aku heran, kenapa ruangan ini hanya ada aku? Siapa yang menyarankan? Aku yakin mama tak akan membiarkanku di sini. Jadi siapa? Sepeninggalnya mama, aku tidak bisa tidur. Demi membunuh rasa bosan, aku pun merahi ponsel dan mengecek notifikasi yang masuk selama aku tak sadarkan diri. Sambil mengusap-usap perut, aku juga mengusap layar ponsel dengan tangan satunya. Hingga suara pintu di ketuk membuatku memalingkan wajah dari ponsel ke arah pintu utama. “Selamat pagi, nona.” sapa seorang wanita dengan pakaian formal berwarna hitam putih, seperti agen FBI. “P-pagi. Kamu siapa?” tanyaku yang tak mengenali sosok wanita itu. “Saya Yunita. Saya disuruh oleh tuan, untuk menemani anda.” jawabnya dengan tegas dan juga yakin. Tuan? Tuan siapa yang dia maksudkan?         “Siapa tuan mu?” tanyaku. Dia pun menyebutkan nama yang sangat-sangat aku kenali. T-tapi bagaimana bisa? “D-dia tahu aku masuk rumah sakit?” aku menanyakan sosok lainnya. Yunita menggelengkan kepala. “Sesuai permintaan mama anda pada tuan muda. Kami tidak akan memberitahu tuan besar tentang kondisi anda,” aku menghela nafas lega kala mendengar itu. “Tepati ucapan mu. Jangan beritahu dia tentangku dan anakku!” aku memperingatkan. “Baik, nona.” balasnya yang aku angguki. “Kamu boleh duduk di sana menjagaku,” aku menunjuk ke arah sofa yang ada di dalam ruangan. Aku pun kembali sibuk dengan ponselku, hingga sebuah panggilan masuk. Aku terkejut. Untuk apa mereka menghubungiku? “Ingin saya kupaskan buah, nona?” tawar Yunita membuatku sedikit tersentak kaget. “Hah? Hm, iya boleh.” balasku dan dia langsung bangkit dari tempat duduk nya menuju meja nakas di samping brankarku, tempat di mana buah-buahan berada. Aku dengan cepat menyembunyikan ponsel ku dan menerima potongan buah dari Yunita. Kalau kalian kira hidupku enak, hmm. Kalian salah besar. Salahku memang yang menjalin hubungan dengan orang kaya seperti mereka. Tapi aku sudah terlanjur berjanji dengan mendiang mama mertuaku. Wanita baik dan ramah yang melahirkan pria hebat seperti dirinya. Asal kalian tahu, ancaman selalu ada disekeliling ku. Jika aku tidak bisa menjaga diriku dan merahasiakan semuanya dengan baik, mungkin aku sudah lama terbunuh. Selain itu, bertambah nyawa lain yang harus aku selamatkan. Aku tak mungkin lengah hanya karena ada dirinya di rahimku. “Maaf lancang bertanya, nona. Tapi mengapa nona menyembunyikan kondisi nona dari tuan besar? Apa nona berniat pergi dari tuan besar?” tanya Yunita membuatku menatapnya dengan tatapan kenapa kau bertanya seperti itu? “Ah! Maaf nona. Maafkan mulut saya yang lancang ini,” dia menunduk meminta maaf setelah aku menatapnya seperti itu. “Hmm. Tidak apa-apa. Aku yang seharusnya minta maaf, tak bisa menjawab pertanyaan mudah darimu.” balasku membuatnya semakin bingung. Ku hela nafas pelan dan mengusap kembali perutku. Kami harus bertahan walau tanpa dia. Apa mungkin ini juga tanda dari Tuhan? Menitipkanku penggantinya? Apa aku akan kehilangan dia? “Yunita. Aku ingin tidur,” ucapku yang langsung membaringkan diri dan membelakanginya. “Baik, nona.” Aku pun memejamkan mata dan mulai tidur. Aku mulai membayangkan hal-hal indahku nanti bersama bayiku. Bibirku melengkung ke atas. Aku yakin, aku akan kuat jika hanya bersama dengan anakku nanti. I love you, my child.. Doakan papa agar bisa bersama kita nanti..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD