Chapter 4 - Terlambat

686 Words
Tetangga sebelahku adalah pasangan muda yang menikah sekitar 4 tahun lalu. Suaminya bernama Hendro Priyono dan istrinya bernama Wijayanti. Keluarga kecil mereka sudah dikaruniai seorang anak berusia 3 tahun, anak yang masih lucu-lucunya. Karena kami tinggal di kampung yang agak padat, wajar dong kalau rumah kami berbatasan dengan tetangga. Rumahku sepenuhnya terbuat dari papan, sedangkan rumah Mas Hendro dan Mbak Yanti, semi permanen. Itu artinya, rumah mereka di bagian depan terbuat dari batu bata yang cantik dan rapi sedangkan untuk bagian dapur dan kamar mandi yang terletak di belakang masih menggunakan papan kayu, sama seperti punya kami. Dan kebetulan, kamar mandi kami berdua berdempetan. Jadi terkadang jika lagi beruntung, aku bisa mandi bareng dengan Mbak Yanti hanya dengan dinding papan kayu sebagai pembatas rumah di antara kami. Tapi tentu saja, bukan sekali dua, aku mandi di waktu bersamaan dengan Mas Hendro, suaminya. Sebenarnya, saat ini niatku sangat sederhana, melakukan latihan tenaga dalam alias buang air di kamar mandi secepat mungkin lalu berangkat sekolah, tapi entah kenapa, saat mendengar suara lirih yang samar-samar barusan, rasa penasaranku tiba-tiba saja muncul. Ditambah lagi dengan kemungkinan fifty-fifty yang bisa terjadi antara Mbak Yanti atau Mas Hendro yang saat ini sedang berada di kamar mandi sebelah. Tentu saja khayalanku melambung tinggi. Apalagi yang bisa kalian harapkan dari seorang pemuda kurang perhatian orangtua sepertiku? Aku menempelkan telingaku ke dinding papan yang membatasi kamar mandiku dengan kamar mandi Mbak Yanti. Dan bisikan-bisikan lirih itu sekarang terdengar seperti suara orang yang sedang bergumam. ‘Dasar Hendro goblokkk. Semalem baru maen 5 menit sudah langsung keluar.’ ‘Sekarang juga, dia jarang ngajak gituan lagi. Apa karena gara-gara kemarin aku ngelahirin secara alami ya? Mungkin punyaku jadi nggak sempit lagi? Atau rasanya sudah nggak seperti dulu lagi?’ ‘Terpaksa deh, pagi-pagi seperti ini, aku harus kek gini.’ Aku lalu mendengar suara-suara desahan dari seberang sana. ‘Dasar Mas Hendro. Gara-gara dia, meskipun aku sudah punya suami tapi masih harus ngelakuin ini, mainan sendiri di kamar mandi.’ Suara desahan kembali terdengar makin keras dan membuat aku makin penasaran. ‘Dikit lagiiiiiiiii.’ Suara-suara itu terdengar pelan di telingaku, tapi terang saja membuat seluruh tubuhku merinding ketika mendengar suara-suara itu. Aku tahu itu suara Mbak Yanti, istri Mas Hendro. Tapi kok dia bisa meracau seperti itu di kamar mandi? Ternyata pasangan Mas Hendro dan Mbak Yanti yang terlihat akur dan sangat harmonis dari luar itu, memiliki sisi lain dari kehidupan pribadi mereka? Saat aku tadi mendengar bisikan-bisikan itu, tentu saja tubuhku langsung bereaksi. Khayalanku makin menjadi-jadi. Bayangan sosok Mbak Yanti tiba-tiba menyeruak memenuhi kepalaku. Sebenarnya aku sendiri juga heran. Entah kenapa, sosok wanita yang lebih tua memberikan daya tarik tersendiri untukku. Dan bukan aku saja yang mengalami hal ini. Teman-temanku juga sama. Saat mereka semua ditanya, lebih tertarik mana antara gadis seumuran dengan wanita dewasa yang lebih tua? Mereka akan menjawab pilihan kedua. Apalagi sosok Mbak Yanti yang sekarang memenuhi kepalaku dan membuatku tubuhku terasa panas dingin. Dulu, aku sempat berpikir kalau sehabis melahirkan pasti Mbak Yanti bakalan seperti wanita-wanita lain. Tubuhnya akan berubah gendut dan melar nggak karu-karuan gitu, seperti layaknya emak-emak lain. Tapi ternyata tebakanku salah besar. Tiga tahun setelah melahirkan, tubuh Mbak Yanti justru semakin padat, berisi, dan seksi. Jujur, ketika aku sedang melihat Mbak Yanti berjalan dari belakang, ada dorongan untuk menusukkan sesuatu ke tubuhnya tanpa ampun. Jadi, kalian bisa bayangkan sendiri seperti apa sosok Mama muda tetangga sebelah rumahku ini? Dengan aset yang dimilikinya, aku yakin 7 dari 10 orang pria akan menganggap Mbak Yanti sebagai wanita yang menarik dengan tubuh aduhai. Tapi, dari semua yang kudengar barusan, aku seperti tersambar petir. Mbak Yanti lho ternyata kesepian. Kalau seperti itu, mungkin saja aku punya kesempatan? Otakku mulai berpikir tak menentu setelah mendengar suara dari Mbak Yanti barusan. Tiba-tiba, aku tersadar. Sempakk!!!!!! Aku memaki sekeras-kerasnya. Aku melirik ke arah jam dinding yang ada di kamar tengah dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit. Aku terlambat berangkat sekolah. Dengan panik aku langsung membersihkan diri dan memakai seragam sekolahku dengan tergesa-gesa. Kemudian secepat kilat aku menyambar tasku dan langsung menyalakan motor Honda GL-100 kesayanganku. Bayangan Mbak Yanti yang memenuhi kepalaku tadi, melayang entah kemana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD