Enam

1485 Words
6 Sesuai janjinya, Dimas menjemput Elvina di pagi hari untuk berangkat kerja bareng. Elvina yang sudah rapih dan menunggu di depan rumah itu pun langsung masuk ke mobil Dimas, awalnya Dimas ingin berpamitan pada orang tua Elvina, namun karena tak ada orang dirumah, jadi dia urung masuk ke rumah Elvina. Di pagi hari seperti ini, Yonna dan ayah Elvina sudah bisa dipastikan berangkat ke sekolah, sedangkan ibunya ke pasar untuk berbelanja. Elvina masuk ke mobil Dimas dan segera memasang seat beltnya, belakangan ini memang sudah masuk musim penghujan dan seringkali cuaca menjadi mendung dan hujan turun dengan tiba-tiba, namun tidak di pagi ini, karena matahari bersinar dengan sangat cerah. Seperti sebelumnya, Dimas kembali memutar lagu-lagu hits dari tahun 2000 an sambil mengusir sepi. Elvina tampak menikmati lagu itu, hingga musik berganti ke lagu dengan judul Menikah Denganku yang dibawakan oleh Kahitna, Dimas ikut melantunkan lagu itu dan menggenggam tangan Elvina. Elvina menoleh dan tersenyum geli, Dimas justru semakin memperkeras suaranya. “Would you marry me?” tanya Dimas di penghujung lagu. Elvina mengangguk, “yes, I do,” ucapnya dengan malu-malu. Dimas tersenyum dan mengecup tangan Elvina, lalu kembali memegang kemudi. “Thank you, hari minggu besok, aku kenalin ke orang tuaku ya,” ujar Dimas dengan tak mengalihkan pandangan dari jalan raya di hadapannya. “Ya, boleh,” ucap Elvina. Dimas mencengkram setirnya dengan cukup keras dan semua itu luput dari penglihatan Elvina. Bukankah seharusnya dia bahagia lamarannya diterima? Namun sesuatu seolah mengoyak hatinya, membuat bekas luka yang menganga dan Dimas berusaha keras untuk menyembunyikan kesakitannya. *** Seperti janji yang mereka utarakan beberapa hari lalu, pada hari minggu ini, Dimas mengajak Elvina kerumah orang tuanya. Dia sudah berkata pada ibunya bahwa ingin mengajak calon istrinya kerumah untuk memperkenalkannya. Ibu Dimas hanya tinggal dengan Dean adik laki-laki Dimas yang kini berusia 27 tahun, karena ayah Dimas sudah meninggal dua tahun lalu. Sementara Dimas, semenjak pisah dengan istrinya, tinggal di rumah sendiri yang merupakan rumah mereka berdua, namun bagaimana pembagian harta gono-gini nya nanti Dimas tak mau menceritakan hal itu, karena rumah tersebut pun dibangun atas jerih payah mereka berdua tanpa bantuan orang tua Dimas. Rumah orang tua Dimas berada di sebuah kompleks yang cukup elite, untuk memasuki kompleks tersebut saja harus melewati penjagaan yang sangat ketat dan hanya ada satu akses gerbang besar keluar masuk perumahan tersebut yang dijaga beberapa petugas keamanan. Melewati taman bermain yang ada kolam ikan, lapangan basket dan banyak bangku taman, jelas terlihat bahwa perumahan itu di rawat dengan sangat baik oleh pengelolanya. Setelah memutari kolam air mancur yang cukup besar dengan patung ikan di tengahnya, Dimas membelokkan mobilnya ke arah kanan, tepat ke blok E, dimana orang tuanya tinggal, rumah yang ditempati sejak dirinya beranjak remaja. Meskipun perumahan tersebut telah lama berdiri, namun bangunan – bangunan disana masih nampak kokoh dan bahkan banyak dilakukan renovasi. Dimas menekan klakson mobilnya di depan pagar tinggi sebuah rumah yang cukup besar dihadapan mereka.  Seorang assisten rumah tangga nampak mendorong gerbang itu, mungkin dia sudah bersiap karena Dimas sempat menelepon ibunya tadi ketika sudah hampir sampai perumahan. Elvina tak mengajak Yonna ikut serta, belum waktunya dirasa mengenalkan Elvina pada ibu Dimas saat ini. Elvina membuka sendiri pintu mobilnya, siang ini dia mengenakan celana bahan dengan kaos hitam serta outer sebagai luarannya, santai namun tampak rapih, juga flat shoes yang senada dengan outer tersebut. Dimas membuka pintu besar bergaya etnik dengan ukiran bunga di setiap sisinya. Elvina menatap rumah itu dengan pandangan kagum, rumah tersebut sangat menawan di matanya, apalagi ukurannya yang jauh lebih besar dari rumah orang tuanya. Seorang wanita paruh baya tampak keluar dari dalam, berjalan cepat menyambut Elvina dan Dimas. Elvina bisa melihat wanita itu yang tampak anggun dan lembut dari sorot matanya. Memakai baju terusan selutut bermotif bunga, juga rambut yang tertata rapi digelung ke belakang. Juga wajah yang berias. Tubuhnya cukup tinggi dan langsing, Elvina bisa melihat mata nya yang sama dengan mata Dimas, agak sipit dan kulitnya yang putih. “Elvina ya?” sapa ibu Dimas dengan ramah. Elvina mengangguk dan menyalami ibu Dimas, mencium punggung tangan ibu Dimas, dan wanita itu merengkuh tubuh Elvina dan mengecup pipi kanan dan kirinya bergantian. “Yuk makan siang, tante sudah siapin makanan banyak,” ujar ibu Dimas, mengamit lengan Elvina tampak sangat akrab. Tanpa sepengetahuan Elvina, Dimas memutar bola matanya jengah melihat perlakuan ibunya pada Elvina, ada sesuatu yang tak disukanya dari ibunya. Seorang pria bertubuh tinggi tampak turun dari tangga marmer rumah Dimas, memakai jeans dan kaos berwarna hitam, berjalan tergopoh sambil memakai jaketnya. Sementara di bahunya telah tersampir tas kamera. Elvina dan ibu Dimas menghentikan langkah mereka, menatap pria muda berparas tampan itu. Tingginya sama seperti Dimas, wajahnya juga setampan Dimas, hanya saja dia tampak lebih muda dan matanya sedikit lebih besar dengan alis yang tebal dan hidung mancung. Elvina sampai menahan napas melihat pria yang rupawan seperti aktor itu. Bahkan pria itu sudah tersenyum pada Elvina. Membuat kadar ketampanannya naik beberapa kali. “Mau kemana?” tanya Dimas pada pria itu. Dia menghentikan langkah di depan Elvina dan melambai padanya. “Hai calon kakak ipar, kenalin gue Dean, adiknya cecunguk rese di belakang lo,” kekeh Dean sambil mengedipkan matanya, membuat Dimas mendengus. “Hai, salam kenal, aku Elvina,” tutur Elvina. “Dean, nggak sopan bicara lo-gue sama calon kakak ipar kamu!” ujar ibu Dimas, Dean hanya tertawa menimpalinya. “Baiklah! Dean berangkat dulu ya Bu,” ucap Dean berpamitan pada ibunya. “Mau kemana?” tanya ibunya. “Motret biasa, prewedding orang,” ucap Dean sambil menarik resleting jaketnya. Dean memang berprofesi sebagai fotografer, bahkan dia sudah mempunyai studio foto sendiri, hobinya yang suka mengambil gambar itu membawanya menuju dunia yang lebih luas, baginya menjalani impian yang menjadi pekerjaan adalah suatu berkah yang diberikan Tuhan olehnya, makanya dia tak pernah mau melewatkan kesempatan itu. Dan mempergunakannya dengan baik. “Pre wedding orang terus, kamunya kapan?” sindir sang ibu. Dean tak pernah suka pembahasan itu karenanya, dia pun berjalan meninggalkan ibunya sambil berucap, “Ah yang udah nikah aja bisa kandas!” melirik pada Dimas yang disampingnya, membuat Dimas menjulurkan kaki berniat menendang Dean, beruntung Dean sudah lebih dulu lari sambil tertawa. “Bye semuanya!!” teriaknya lalu menutup pintu rumah. Ibu Dimas hanya geleng-geleng, sementara Elvina tertawa. Melihat dari kesan pertama yang ditangkap, dia bisa melihat Dean yang ceria, mungkin menyenangkan punya adik sepertinya. Pikir Elvina. Ibu Dimas kembali mengamit lengan Elvina menuju ruang makan, dia telah menyiapkan semua ini dibantu asisten rumah tangganya. Ibu Dimas duduk di kursi utama ruang makan tersebut, kursi yang biasa ditempati suaminya, namun sudah dua tahun ini kursi itu kosong dan dialah yang menggantikanya menjadi kepala keluarga di rumah ini. *** Setelah makan siang, ibu Dimas mengajak Elvina menuju halaman belakang, dimana terdapat satu sawung kecil yang menghadap taman belakang, ada pepohonan rindang dengan rumput gajah sebagai alasnya, juga beberapa tanaman hias yang ditanamnya. Ratna, asisten rumah tangga ibu Dimas membawakan cemilan dan juga dua es teh manis untuk teman mereka berdua mengobrol karena Dimas memilih ke kamarnya dan membiarkan sang ibu berbincang dengan calon istrinya untuk mengenalnya lebih jauh. Biasanya sih untuk menilainya, sama seperti yang dulu dilakukan terhadap Kamila hanya bedanya kali ini dilakukan sendiri. Jika waktu itu dilakukan berdua dengan sang ayah. “Waktu Dean dan Dimas kecil, disini kami pelihara kelinci, tapi ketika mereka sibuk dengan sekolah dan kuliahnya, kelinci-kelinci itu kami berikan ke orang lain, soalnya tak ada yang merawat,” ucap ibu Dimas membuka percakapan. “Wah, Yonna juga suka kelinci, tahun lalu kelincinya mati dan dia nangis sampai seminggu, ke makamnya menaburkan bunga, dan ... .” Elvina mengatupkan mulutnya, apakah wajar dia menceritakan sang anak di pertemuan pertamanya? “Dan apa?” tanya ibu Dimas karena Elvina tak jadi melanjutkan ucapannya. “Tante, hmmm sudah tahu kan kalau El single parent?” tanya Elvina sambil menggigit bibir bawahnya, terbiasa memanggil dirinya sendiri dengan panggilan El, membuatnya mengucap kata El sebagai pengganti kata aku kepada ibu Dimas sejak tadi di ruang makan. “Iya, tante sudah tahu, Dimas sudah bercerita, nggak apa-apa kok, nggak akan merubah penilaian tante terhadap kamu,” ucap ibu Dimas dengan senyum hangatnya. Ibu Dimas nampak mendongak dan menatap langit cerah dimana awan putih berarak tertiup angin. “Sejujurnya, tante dan om tak pernah menyetujui pernikahan Dimas dengan Kamila, entah mengapa seolah ada sesuatu yang membuat kami tak bisa menyukainya? Bahkan sampai kini. Dimas berubah sejak kenal dengannya, dan kini tante lega dia sudah lepas dari Kamila dan memperkenalkan kamu, tante berharap, kelak pernikahan kalian langgeng selamanya, tante merestui hubungan kalian.” Elvina menatap ibu Dimas yang kini sudah menoleh dan memberikan senyum kepadanya, ibu Dimas menggenggam tangan Elvina dan mengusapnya, “Jadi, kapan keluarga kami bisa melamar kamu secara resmi di depan orang tua kamu?” tuturnya. “Nanti El tanya orang tua El dulu ya, Mas Dimas juga kan perlu bertanya pada ayah El terlebih dahulu,” ucap Elvina. “Beritahu kami secepatnya kabar baik itu ya,” ucap ibu Dimas sambil mengedipkan mata. Dan Elvina menjawabnya dengan anggukan, sedikit penasaran apa yang membuat kedua orang tua Dimas tak merestui hubungan Dimas dengan Kamila? Padahal sepertinya ibu Dimas tampak baik. Dan nanti jika waktunya tiba, mungkin Dimas akan menceritakan kepadanya tentang semuanya. Elvina berharap dalam hatinya. ***      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD