Aveline terbangun ketika merasakan hujan kecupan lembut yang turun bertubi-tubi di pelipis, pipi, hingga dagunya. Sentuhan itu begitu halus dan hangat, membuat bibirnya terangkat membentuk senyum kecil, sebelum akhirnya terdengar suara tawa ringan gadis itu. “Geli,” guman Aveline tanpa merasa perlu membuka matanya. Ia tahu siapa yang kini tengah memeluknya dari belakang dan menyusupkan hidung ke lehernya. Kehangatan tubuh kokoh serta aroma maskulin itu tak mungkin membuatnya salah kira. “Dominic…” ucapnya pelan, seperti gumanan dalam mimpi. “Hm?” Sahut Dominic yang terdengar dalam dan malas, seperti seseorang yang enggan beranjak dari kenyamanan ranjang. “Jam berapa sekarang?” tanya Aveline masih dengan mata yang masih tertutup. Tangannya secara refleks menyentuh dan mengusap pel

