Perjodohan?!

1071 Words
~Author POV~ Bunda Adin sedang berbincang-bincang dengan seorang pemuda tampan ketika Adin datang menghampiri mereka. "Bun," panggil Adin, suaranya membuat dua orang yang ada disana melihat kearahnya. "Eh Adin, sini duduk sayang!" bunda menepuk sofa sebagai tanda menyuruh Adin untuk duduk disampingnya. "Sayang, kenalin ini Vino, anak temen bunda waktu kuliah dulu. Dan Vino, ini Adin anak tante satu-satunya," bunda memperkenalkan Vino dengan Adin begitu pula sebaliknya. Raut wajahnya terlihat sangat bahagia saat memperkenalkan Vino pada anak semata wayangnya. Adin dan Vino saling menatap satu sama lain, kemudian Vino mengulurkan tangan kanannya. "Alvino." Adin menatap uluran tangan itu, ia menyatukan tangannya di d**a. "Maaf, saya Adini." Melihat uluran tangannya tak dibalas, Vino menarik tangannya kembali. Adin mengulas senyum manisnya, ia tak enak saat menolak uluran tangannya tadi. Sedangkan Vino hanya diam saja dengan tatapan dingin, membuat Adin yang ditatap menjadi kikuk. "Mama kamu kapan kesini Vin?" Pertanyaan bunda mencairkan suasana awkward tadi. "Bentar lagi juga nyampe kok tan, papa bilang masih dalam perjalanan." jawabnya dengan seulas senyum. 'Ternyata dia bisa senyum, kirain nggak bisa.' batin Adin. "Oh, yaudah tante kebelakang dulu ya sebentar. Adin kamu temenin Vino ya?" Bunda menyuruh Adin menemani Vino sendirian. Adin memegang tangan bunda dan menatapnya dengan pandangan memelas. "Sebentar  aja sayang," akhirnya Adin melepaskan tangan bundanya. Bunda bangkit dan berlalu begitu saja. "Ehmm!" Adin mencoba mencairkan suasana yang terasa canggung itu. Ia menatap lekat-lekat wajah pemuda itu. 'Sepertinya dia anak kuliahan' pikir Adin. Vino menyadari bahwa Adin tengah menatapnya, iapun menatap balik ke arah Adin. "Ada apa?" Adin langsung gugup. "E-eh enggak, ehmm, kakak kuliah ya?" Adin bertanya dengan sopan pada Vino, tapi pertanyaannya hanya ditanggapi dengan anggukan. Suasana kembali hening. 'Aduh awkward banget sih' batin Adin. "Umur kakak berapa?" tanya Adin lagi. "24." lagi-lagi hanya dijawab dengan singkat oleh Vino. Adin menghembuskan napas kesal, akhirnya dia memilih diam. Adin POV Nyebelin banget sih nih cowok, aku nanya baik-baik juga. Mana harus kejebak sama dia lagi. Astagfirullah, sabar! Tok. Tok. Tok!! Siapa lagi ini? Aku bangkit dan berjalan menuju pintu. "Assalamu'alaikum, bu Indah ada?" seorang wanita paruh baya mungkin seumur dengan bunda bertanya padaku. "Wa'alaikum salam, ada. Silahkan masuk!" wanita tersebut kemudian masuk bersama, emm, sepertinya suaminya. Akupun ikut masuk dan bunda sudah duduk manis bersama Vino di ruang tamu. "Eh Nada, lama gak ketemu, gimana kabar kamu?" bunda bangkit dan langsung memeluk wanita tadi. "Alhamdulillah baik, kamu sendiri?" bunda melepas pelukannya. "Alhamdulillah aku juga baik. Ayo duduk, minum dulu!" bunda menyuruh mereka duduk, akupun ikut duduk. Tapi aku heran melihat keakraban mereka, apa jangan-jangan mereka orang tuanya kak Vino? "Nad, Put, kenalin, ini anakku Adini," bunda memperkenalkan aku kepada mereka, aku tersenyum sangat manis, menurutku. "Nama saya Adini om, tante," aku menyalami kedua tangan mereka, yang kutahu namanya adalah Om Putra dan Tante Nada. "Oh, jadi ini anakmu, cantik ya kaya kamu Dah!" puji tante Nada, sembari mengelus pipiku. "Ah kamu bisa aja Nad, anak kamu juga tampan kaya Putra!" bunda memuji balik anak mereka, yaitu kak Vino. "Siapa dulu dong, papanya aja tampan masa anaknya enggak!" bangga om Putra. Semua orang tertawa kecuali kak Vino. Dia sibuk dengan handphonenya. "Kapan Diki pulang In?" pertanyaan om Putra membuatku bingung. Untuk apa om Putra menanyakan ayah? Pasti ada sesuatu yang sangat penting. "Bentar lagi juga nyampe kok," jawab bunda dengan senyuman manisnya. Aku semakin heran dengan semua ini. Sepertinya pertemuan ini memang direncanakan sejak awal. Aku harap-harap cemas dengan apa yang akan mereka bicarakan sehingga aku pun diikutsertakan dalam pertemuan ini. Tingkat penasaranku semakin bertambah setelah aku memikirkan kejadian tadi. Pertama, bunda menyuruhku pulang cepat. Kedua, ayah juga pulang cepat. Ketiga, ada teman kuliah bunda sama anaknya. Tidak mungkin kalau tidak ada sesuatu yang sangat penting. Tok. Tok. Tok! "Assalamu'alaikum, eh udah pada ngumpul, maaf ya agak telat!" tuh kan, pasti ada sesuatu. "Wa'alaikum salam, eh iya nih. Langsung bicarain aja Dik ke Vino sama Adin, biar cepet!" jawab tante Nada. Eh? Kok bawa-bawa aku segala sih? Emang ada apa sih? Ya Allah semoga gak terjadi apa-apa, Amiin. Perasaanku makin tidak enak. "Sebentar ya, aku ganti baju dulu boleh? Gerah!" ayah mengibas-ngibaskan tangannya karena kegerahan. "Yaudah kamu sana ganti baju, jangan lama ya?" om Putra mengedipkan matanya pada ayah, dan tante Nada memukul pelan paha suaminya. Apa-apaan sih mereka? Gak ngerti deh. Bunda dan ayah pergi ke kamar. Akupun duduk dengan mereka yang masih sedikit asing bagiku. Aku merasakan keringatku mengucur di dahiku. "Kamu masih sekolah ya Adin?" tante Nada tersenyum ramah. "Eh? I-iya tante, aku kelas 12," aku membalas senyuman tante Nada dengan sangat ramah pula. "Kata bunda kamu, kamu dapet juara 1 terus dari SD, bener itu?" matanya berbinar. "Iya Tan, Alhamdulillah," aku menunduk malu. "Wah hebat dong! anak om juga tuh, dulu pinter, eh kesininya agak menurun. Oh iya, kamu suka matematika?" Om Putra menatapku lembut. Tatapan seorang ayah, betulkan? "Suka om, suka banget malah!" aku tersenyum lebar dan sangat antusias. "Vino juga sama, dia suka banget matematika. Wah, kalian ada kesamaan dong!" om Putra mengedipkan matanya. Apa artinya? Aduh, ada yang tidak beres! Ya Allah kok aku jadi takut? "Gak lama kan?" tiba-tiba ayah langsung duduk dan tersenyum tidak jelas. Bunda ikut duduk menyusul ayah tepat disampingnya. "Emm, lumayan lama!" om Putra memasang wajah berpikir. "Udah langsung aja ceritain ke anak-anak Dik, biar cepet!" ayah mengangguk. "Ehm, Adin jadi gini. Kedatangan om Putra sama tante Nada itu mau melamar kamu buat Vino." ucapan ayah seperti petir di siang bolong. "APA??" aku sedikit berteriak karena kaget, aku melirik Vino yang diam mematung. Sepertinya dia tak berniat menolak sekalipun. "Kamu tenang dulu sayang, ini cuma lamaran," ucap ayah seakan tanpa beban, dia mengusap pundakku. "Tapi aku masih sekolah ayah!" aku mulai merajuk pada ayah. "Ayah bukan minta kalian menikah, ayah cuma minta kalian tunangan dulu. Kalo Vino udah lulus S2 baru kalian menikah, setuju?" aku berfikir dengan keras. Apa yang harus ku lakukan Ya Allah? Apa ini sebuah perjodohan? Akhirnya mau tak mau aku hanya mengangguk pasrah, aku tak mau menjadi anak durhaka. Semoga ini pilihan tepat Ya Allah, Amiiin. Mereka para orang tua tersenyum senang. "Akhirnya, janji kita dulu bakal terpenuhi ya Pa!" ucap tante Nada pada om Putra. "Aku juga bahagia banget kita bisa mempererat hubungan kita dengan perjodohan ini." ucap ayah dan bunda hanya mengangguk. Aku hanya mendengarkan perbincangan mereka tanpa ada niat menyela. Pikiranku benar-benar kosong. Sebuah hubungan tidak selalu berlandaskan rasa Cinta. Tapi aku serahkan semua yang terjadi kepada Allah SWT. Semoga ini yang terbaik dari-Nya. ••• To be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD