2. Masa Nangis!

1233 Words
"Huuuaaaa .... Huuaaaa ...." teriak serang pria di dalam mobil sambil memukul strir. Dia merasa kesal dan hidupnya akan hancur sekarang juga. Bagaimana tidak hancur, orang dia biasa bersenang-senang dengan wajah tampan dan bisa meniduri banyak gadis, sekarang tidak bisa karena miliknya tak bisa bangun. "Dasar nenek gila. Nenek tua, bau tanah, gembel dan tak sopan. Bisa-bisanya dia mengutukku seperti ini?" Pria ini berteriak lagi melampiaskan kekesalannya. "Salah aku apa, hah?" Dia saat itu mabuk dan samar-samar mengingat momen malam dimana dia malu bersama DJ Katty Banana karena tak kuat lama. Dia ingat dihampiri seorang nenek dan nenek itu menyumpahi yang macamm-macam. "Aish .... Aku malu karena tidak berhasil bangun saat akan meniduri wanita yang paling hot dan ratu di club itu. Oh tidakkkk ....." Semalam dia hendak bersenang-senang lagi tapi miliknya tak bisa bangun. Karena kejadian ini, dia tidak bisa fokus bekerja dan pikirannya ngaur saja. Mau coba ke club lagi percuma, nanti kalau tak bisa bangun lagi, bikin malu saja. "Untung dia mau tutup mulut dan aku menyuapnya dengan banyak uang." Gadis penghibur di club itu berhasil dia sumpal dengan uang agar tutup mulut. Malu lah jika orang ada yang tahu pusakanya tak bisa bangun lagi karena sebuah kutukan. "Aaaaa .... Aku benci nenek itu!" Dia memutuskan untuk pulang dan beristirahat saja di rumah orang tuanya. Kalau tinggal di partemen, nanti malah ingin bunuh diri gara-gara impoten bagaimana.  "Hiks … hiks." Pria tampan yang bernama Elgio menangis.  Rasanya dia ingin bunuh diri saja atau tenggelam di laut paling dalam. Oh tidakkk .... Dia berlian yang sungguh berharga jika untuk sekedar mati sia-sia. Dia berbaring memeluk guling sambil berbicara sendiri. Menganggap guling itu adalah seorang gadis. "Oh baby, apa kamu akan menerima aku yang impoten ini?" tanyanya pada guling yang merupakan benda mati, dia mana bisa jawab. Otaknya sudah mulai eror dan hilang kendali, kloset gara-gara si nenek. "Oh tidak sayang. Biar tampan kalau tak bisa berdiri mana aku mau!" Tiba-tiba saja dia membayangkan jika guling yang adalah seorang gadis menjawab ini. Pikir saja secara logika guys. Dimana-mana pasangan wanita dan pria yang saling cinta dan sudah menikah pasti ingin naena bukan? Jika tak bisa lalu harus berbuat apa? Tidur saja di kamar sambil pelukan doang? Oh tidak Pergusoo. "Mana mungkin aku laku kalau tidak perkasa!" ucapnya pada diiri sendiri. Harta, tahta dan tampang tentu tidak akan sempurna jika tidak didukung oleh pusaka yang perkasa. Percuma saja dia bisa bersenang-senang jika tidak bisa memuaskan hasratnya, miliknya dusah melehoy lemah syahwat begini, sulit untuk bangun. Dia ingin mencari si nenek saja, barangkali si nenek ada di wilayah club malam-malam begini. Suap pake uang kalo gak bisa secara baik-baik nanti siculik saja sekalian. "Sial …." Dia melemparkan guling dan bantal asal menjadi berantakan di lantai. "El … malang banget lu, El. Kakak lu mau kawin ama anak ABG, la lu yang tadinya enak jadi apes begini El. Mimpi apa gue semalemnya sebelum kejadian. Tau gitu gue gak ke club biar gak ketemu tu nenek gambreng." Elgio saat meeting tadi bertemu koleganya memberikan hadiah gadis-gadis penghibur. Ia malu se malu-malunya. Masa iya melihat body aduhai gadis penggoda, belum lagi pemanasan-pemanasan asoy geboy yang sudah mereka berdua lakukan tidak bisa membangunkan aset burung elangnya yang biasa tinggi menantang. Kutukan ternyata bukan sebuah kebohongan. Masa iya zaman sekarang masih ada orang yang bisa mengutuk selain ibu sendiri, sih? "Mama Arisaaaaa .... Tolong anakmu ini. Kali aja mama bisa patahkan kutukannya." Elgio berteriak sambil meremas rambutnya. Dia membuka pintu dan meraih satu helai tisu untuk menyeka air matanya. Elgio berjalan pelan malam-malam hendak keluar rumah tanpa sepengetahuan orang tuanya. Bruggg .... "Aduh ...." keluh wanita cantik kemayu. Kulitnya halus dan glowing, wajahnya tanpa kerutan meski tak muda lagi. Sepertinya sudah kenyang di botok, laser dan hifu jadi terlihat awet muda. "Ma- ma- maaf Mamih. Kanjeng mamih gak kenapa-napa, kan?" tanya Elgio panik. Dia saking buru-burunya mau cari si nenek malah nabrak mamanya. Mama Elgio sedang naik juga hendak ke kamarnya membawa cookies yang masih hangat. Tadi mamih Arisa tahu El ada di rumah jadi membuatkan kudapan untuk dimakan berdua, untung tidak tumpah. "Kamu ngagetin aja, El. Mau kemana lagi keluar malam-malam?" Mamah Arisa cemberut karena dia mau ditinggalkan. Semua orang di rumah ini sibuk dengan urusan masing-masing, masa Arisa sendiri lagi. "A- a- anu. Mau ada keperluan, Ma." Elgio menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ingin rasanya memeluk mamahnya dan menceritakan tentang hal buruk yang menimpanya, tapi ia malu karena sudah besar. Kalau Elsa meski sudah besar karena anak perempuan pastinya tak segan untuk memeluk dan menangis di pangkuan mamih Arisa.  "Diem. Jangan kemana-mana." Ini kode keras dari Arisa. Dia tak mau Elgio juga pergi. Arisa tak segan akan memarahi jika dia berakhir sendirian. "Kenapa, Ma?" tanya Elgio takut. Biarpun dia pria b******k, tapi sangat penurut pada mamah dan papahnya. "Papa lagi keluar, Elsa juga gak ada. Mama mau makan cookies ini sama kamu!" Wajah Ariisa memelas dikegelapan, dia sengaja agar El tak tega meninggalkan dia sendirian. "Hmmm ...." Ela nak yang baik meski b******k pun kalah kalau mama Arisa yang memintanya tinggal. "Iya, deh." El ngangguk-angguk. "Ayok duduk di kamar kamu, yu." La mamih arisa malah pengen di kamar El. "Waduh .... Kamar berantakan sama tisu." Dia panik. Kalau mamihnya lihat bekas tisu dan guling yang berantakan bagaimana. "Disini aja, Ma." Dia buru-buru menarik tangan mamanya untuk duduk di ruang TV depan kamar mereka. Rumahnya luas dan banyak ruangan. Ruang TV saja ada tiga, kamar ada banyak dan fasilitas lengkap. "Iya, deh." Untung gak maksa buat ke kamar El. Mereka berdua duduk nyaman dan saling berdampingan. Anak dan ibu ini sama-sama punya rupa yang rupawan. Memeng bibit dan bobotnya unggul sih, jadi melahirkan anakn yang unggl seperti Biyan, Elgio dan Elsa. Tiba-tiab Arisa ingat sesuatu dan dia pun bertanya, "El kok tadi mama dengar ada suara teriakan sama suara orang nangis, ya?" Bulu kuduk Arisa semuanya berdiri. Mendadak ada hawa dingin dan embusan angin yang membuat semua urat syarafnya merinding. "Masa sih, Ma?" tanya Elgio. Dia berpikir sejenak lalu ia ingat, yang tadi teriak dan menangis kan dia. "Iya, El." Arisa mengangguk. "Hantu kali yang dari depan rumah. Kan di jalanan depan rumah kita sering ada yang kecelakaan, kali aja hantunya lagi mampir kesini cari bagian buat dia tinggal." Elgio menakut-nakuti mamahnya agar tidak curiga bahwa yang menangis dan berteriak itu adalah dia. "Ih kamu, nakut-nakutin aja." Arisa menepuk tangan Elgio. "Iya. Masa iya yang teriak dan nangis aku atau pembantu yang lain." Elgio terekeh karena hampir saja dia tertangkap basah. "Hemmmm. Di rumah ini gak ada setan ah!" Arisa mendadak cemberut. Dia kan penakut. "Mama gak percaya." Arisa buru-buru positif thinking. "Coba pasang telinganya yang bener. Dengerin, ya!" Elgio belaga serius. "Hihihihih .... Hihihi." Dia menirukan suara setan. "Kamu nakut-nakutin, ih." Sudah serius-serius mau menyimak, eh zonk. Anaknya yang ini jahilnya kebangetan. Kalau di kantor dan dengan teman-temannya Elgio bersikap dingin dan menyeramkan, jika bersama keluarga, dia jadi pribadi yang hangat. Arisa menyalakan semua lampu agar tidak terlalu redup. Dia melirik Elgio dan merasa ada yang janggal dari wajah anaknya. "El ini wajah kamu kenapa? Kok kayak sembab sama kayak ada jejak air mata." "Eh i- i- ini tadi kelilipan." Dia buru-buru ngeles. "Hemm ...." Arisa malah mendekati wajah Elgio. El buru-buru lap wajahnya.  Arisa kembali bertanya, "Yakin kelilipan?" yang dijawab sebuah anggukan. "Kamar kamu aja yuk kita rebahan!" ajak Arisa yang ingin tinggal di tempat yang lebih  nyaman. "Aduh .... Mmpus kamar gue masih berantakan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD