Chapt 3. Up Close

2026 Words
“Apa saya boleh ikut tertawa ?” tanya pria itu melirik mereka bergantian.             Pandangan cepat mereka langsung melihat ke sumber suara. Deg! Glek!             Entah mereka salah bicara atau memang seharusnya fokus pada pekerjaan. Kini tatapan tajam pria bersetelan formal itu membuat mereka bergidik ngeri. “P-Pak ?” “Se-selamat pagi, Pak ?” sapa Keysa gugup, dia tiba-tiba berdiri dan menyapa pria itu sembari sedikit merundukkan kepalanya.             Begitu juga dengan Syefa dan Jihan. Refleks, mereka juga ikut berdiri dan menyapa pria yang sangat mereka kenali itu. “Pagi, Pak Clave …” Syefa menyapanya dengan sedikit menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. “Pa-pagi, Pak Clave …” Jihan juga ikut menyapanya.             Pria itu masih pada ekspresi datarnya. Dia melirik mereka bertiga bergantian. Hanya helaian nafas yang bisa dia keluarkan dari mulutnya.             Kakinya kembali melangkah melewati mereka. Namun, bibirnya kembali melontarkan sebuah kalimat. “Siapkan semua berkas di meja kerjaku. Aku akan mengeceknya, sebelum diperiksa oleh Tuan Gaza.” Ucapnya berjalan melewati mereka, tanpa melirik lagi.             Wanita yang tadi berjalan bersamanya, dia mengangguk pelan. “Baik, Pak Clave.” Jawabnya singkat.             Melihat pria yang merupakan sekretaris pribadi dari pemimpin besar mereka, kini wanita itu beralih melirik mereka bergantian. Dia menghela panjang nafasnya. “Kalian ini … apa tidak bisa berbicara di tempat yang aman ?” Dia melirik mereka yang kini kembali memegang pekerjaan masing-masing.             Syefa melirik wanita yang berprofesi sebagai sekretaris kantor dan termasuk ke dalam salah satu orang yang dipercaya di perusahaan ini. Melihat Keysha dan Jihan tampak sibuk, dia membuka suara. “Maafkan kami, Bu … kami tidak tahu jika Pak Clave akan memeriksa ruangan ini.” Jawab Syefa melirik wanita itu sekilas.             Mendengar ucapan Syefa, dia hanya menggeleng pelan saja. “Ya sudah. Lain kali, hati-hati berbicara …” “Kalian tahu bahwa ruangan di lantai ini tidak ada yang tertutup dan sangat dipercaya. Jadi, bisa saja sewaktu-waktu pemimpin kita ingin tahu kinerja pegawainya. Dan dia melewati ruangan ini …” “Jadi, kalian harus tetap menjaga sikap setiap saat. Kalian paham ?” ujarnya panjang lebar seraya memberi penjelasan.             Mereka bertiga yang ada di ruangan itu langsung menganggukkan kepala. “Baik, Bu …” Kompak mereka menjawabnya. Setelah mengatakan hal yang bisa membuat mereka berjaga-jaga, wanita itu kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan kerjanya yang terletak di lantai paling atas, berdekatan dengan ruangan kerja sang pemimpin Althafiance Corporation.             Hentakan kaki wanita itu mulai menghilang seiring pintu lift mulai tertutup. Beberapa pegawai lain yang ada disana turut melirik ke arah ruangan mereka.             Mereka bertiga sedikit risih. Apalagi tatapan itu seperti tidak bersahabat sekali. Meski mereka semua yang ada di ruangan itu berbeda Divisi. Namun, beberapa dari pekerja memilih untuk memiliki prioritas masing-masing dan tidak ingin bergabung dengan mereka yang memiliki Divisi yang sama.             Syefa melirik Jihan dan Keysha dengan anggukan kepala dan isyarat mata. Mereka berdua paham apa yang disampaikan oleh Syefa melalui isyaratnya barusan.             Mereka pikir memang sebaiknya tutup mulut dan tidak banyak bercanda sebelum rapat hari ini selesai diadakan. Kembali fokus bekerja tanpa perbincangan adalah keputusan tepat untuk satu harian ini. ..**.. Beberapa menit berlalu, setelah semua Divisi sudah menyiapkan bahan untuk rapat. Sekretaris kantor mengatakan untuk menambah perwakilan karyawan dari masing-masing Divisi utama.             Kabar itu menjadi kabar buruk bagi semua pekerja Althafiance. Pasalnya, tidak ada informasi sejak beberapa hari lalu mengenai kabar itu. Dan ini sangat mendadak sekali.             Setidaknya, mereka harus mempelajari isi proposal secara keseluruhan terlebih dahulu agar tidak gugup saat tiba-tiba diperintah untuk menjelaskan nantinya. Apalagi setiap Kepala Divisi akan hadir di dalam ruangan. Tidak hanya itu, bahkan komisaris utama juga turut hadir pada rapat pagi ini.             Setelah mendengar kabar itu, sebagian dari para pekerja berpura-pura sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing dan mengatakan tidak bisa ditunda demi menghindari acara rapat besar itu. Sebagian lagi, ada yang menerimanya tanpa penolakan sedikitpun dan ada pula yang berdiam diri agar tidak ditunjuk untuk ikut bergabung bersama.             Salah satu karyawan yang siap hadir dalam acara rapat itu adalah Syefa. Ketika karyawan lain memilih untuk membuat alasan karena belum menyiapkan diri, berbeda dengan Syefa yang selalu bersedia untuk dipanggil.             Hanya bermodalkan doa dan beberapa hal mengenai berkas yang turut dia siapkan untuk rapat, Syefa siap menghadiri acara rapat itu bersama Kepala Divisi dan beberapa karyawan lain dari Divisi Desain. … Ruangan Rapat Utama.,             Jarum jam menunjukkan pukul 8.35 pagi. Sudah hampir 10 menit dia berada di ruangan rapat ini.             Dirinya sangat gerah seakan pendingin di ruangan ini tidak berfungsi sama sekali. Tidak sedikit mereka yang sudah duduk disana merasa tidak tenang dan menunjukkan gerak-gerik yang tidak nyaman.             Mereka sudah berkumpul di ruangan rapat ini selama hampir 10 menit yang lalu. Namun sang pemimpin perusahaan belum menunjukkan kabar kedatangannya.             Syefa masih duduk dengan tenang. Meski dia jujur bahwa kegugupan terus melanda dirinya. Sesekali dia mengusap lembut perutnya. ‘Sayang … kamu harus lihat keadaan ya …’ ‘Mama lagi rapat. Tolong bersahabat sama Mama hari ini.’ Bathinnya sembari menghela panjang nafasnya. “Beliau akan hadir beberapa menit lagi …” “Tuan Abraham sudah sampai di gedung ini ?” “Iya, benar. Beliau sedang berada di dalam lift …” “Siapa saja yang hadir pagi ini, Pak ?” “Sepertinya hanya 1 orang yang memimpin rapat …”             Syefa mendengar pembicaraan beberapa Kepala Divisi mengenai keberadaan pemimpin mereka. Dia sendiri tidak tahu siapa yang akan memimpin rapat ini.             Sebab para pemimpin perusahaan besar Althafiance selalu dipanggil dengan sebutan Tuan Abraham. Hanya beberapa orang saja yang berhak memanggilnya dengan sebutan nama.             Yah, itulah yang Syefa tahu selama dia bekerja di perusahaan besar ini. Bahkan dia hanya beberapa kali melihatnya secara langsung dari jarak jauh. Selebihnya, dia hanya melihat melalui media massa saja. “Beliau sudah sampai di lantai ini dan sedang berjalan menuju ruangan ini …” “Semuanya, segera bersiap diri …” Ucap salah satu komisaris yang menjadi orang kepercayaan Althafiance. …             Mereka semua yang duduk disana semakin gugup. Pasalnya, para pemimpin Althafiance tidak pernah berwajah tenang. Apalagi jika tatapan langsung tertuju pada salah satu dari mereka. Maka, mulut seakan ingin tertutup rapat saja.             Ruangan semakin hening saat aba-aba dari salah satu pria terdengar menyeruak di ruangan. “Tuan Abraham telah sampai …” Ceklek…             Suara pintu berdaun dua terbuka lebar. Aroma parfum itu langsung terhirup di hidung mereka, meski sang pemilik parfum belum masuk ke dalam ruangan. Dapp… Dapp… Dapp… Dapp… Dapp… Dapp…             Langkah kaki tegap itu terdengar jelas. Mereka semua mulai berdiri seraya menyambut kedatangan pemimpin besar mereka.             Aroma parfum maskulin itu terasa menyengat di indera penciuman. Sekali lagi, langkah kaki itu terdengar tegas dan tidak bertele-tele.             Bayangan hitam itu mulai terlihat. Semua orang menyapanya kompak. “Selamat pagi, Tuan Abraham …” Sapa mereka dengan sedikit menganggukkan kepala. “Selamat pagi semuanya. Silahkan duduk.” Ucapnya tak banyak basi-basi. Dia terus menghentakkan sepatunya menuju kursi kebesaran yang ada di ujung meja berbentuk oval disana.             Semua mata memandangnya. Pria itu berpakaian sedikit berbeda dari biasanya. Masih dengan setelan hitam yang menjadi favorit para pemimpin Althafiance. Kemeja hitam serta jas yang berwarna senada.             Tidak ada dasi disana. Hanya tuspin kecil mengkilap pada bagian kerah kemeja yang terlihat dari kejauhan. Penampilannya sangat sederhana. Namun terlihat rapi dan sangat perfeksionis.             Sejak pria itu menjabat sebagai Presiden Direktur Althafiance, dia jarang berpenampilan formal saat acara rapat besar seperti ini. Apalagi wajahnya tanpa senyum, membuat pria itu dipandang sebagai pria berkharisma. Tak luput dari pandangan di hadapannya, bunyi dokumen terbuka mulai menyeruak di ruangan yang mulai memberikan ketegangan untuk mereka yang ikut rapat pagi ini. Setiap pekerja fokus pada laptop masing-masing.             Namun beberapa pekerja wanita mulai membathin tatkala melihat penampilan pemimpin mereka pagi ini berbeda dari sebelumnya. ‘Tuan Gaza semakin tampan saja …’ ‘Semua pemimpin Althafiance benar-benar sangat tampan. Seandainya aku bisa jadi selir mereka …’ ‘Tuan Gaza sungguh luar biasa. Aku semakin terpesona denganmu, Tuan …’ Yah, pria itu adalah Gaza Abisatria Althaf. Wajah tampan serta kharisma dalam dirinya memang selalu menjadi pujaan para wanita. Dan dia sudah terbiasa menerima pujian manis itu meski secara diam-diam.             Kursi utama itu bergeser, Gaza mendaratkan tubuhnya disana. Dia mendekatkan laptop yang sudah terbuka lebih dekat lagi ke arahnya.             Tentu saja dia mengetahui pembicaraan beberapa pekerja yang berbisik tentangnya. Tidak peduli apapun yang mereka katakan tentang dirinya. Sebab dia dan para pekerjanya memiliki batasan kuat.             Sekretaris pribadinya mulai melakukan pekerjaannya pada layar proyektor disana. Lampu ruangan perlahan mulai redup.             Syefa menghela panjang nafasnya, seiring dengan lirikannya pada pemimpin perusahaan ini mulai tidak jelas. ‘Dia memang benar-benar tampan. Cocok sekali menjadi anak dari keluarga terhormat.’ Bathin Syefa berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia.             Seketika Gaza mengernyitkan keningnya. Ruangan yang mulai gelap dan hanya bercahayakan dari layar proyektor memberikan kesempatan baginya melirik ke arah ujung meja bundar itu, melihat sekilas wajah wanita yang baru saja memuji dirinya dengan bahasa yang dia pahami. ‘Istrinya akan sangat beruntung bersanding dengannya. Tapi, dia sudah menikah belum ya ?’ ‘Ah sudahlah. Kenapa aku jadi berpikiran aneh-aneh. Ayo fokus, Yasmin!’ Bathinnya sekali lagi memuji pria yang sempat membuatnya terpesona selama beberapa detik.             Gaza menyeringai tipis, mendengar kalimat dari pekerja wanitanya itu. Sungguh dirinya tidak habis pikir. Kenapa mereka bisa memelihara sifat menerka-nerka, sedangkan mereka tidak tahu apa-apa, pikirnya. ..**..             Sejak acara rapat berlangsung, tidak ada seorang pun yang berani membuat suara meski hanya sebatas bunyi pena yang menari. Ruangan benar-benar senyap.             Selama dia menjelaskan hal-hal penting mengenai perusahaan, semua mata fokus pada layar proyektor. Apalagi pria bernama Gaza itu tidak sedikitpun membuat kesalahan dalam menyampaikan materi pembahasan rapat.             Semua kalimatnya benar-benar tersusun jelas dan tertata rapi dengan nada bicara yang sangat lembut. Penyampaiannya benar-benar mudah dipahami, hingga tak satupun peserta rapat yang bertanya tidak paham. … 3 jam kemudian.,             Lampu ruangan sudah bercahaya kembali. Tanya jawab dan diskusi bersama telah dilewati selama 3 jam berjalannya rapat.             Ketika menjelaskan, sesekali Gaza mengamati satu persatu peserta rapat yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Sampai saat dimana salah satu Kepala Divisi mulai menjelaskan materi tersisa, lagi-lagi suara yang dia kenali itu membuat konsentrasinya terpecah. ‘Sudah hampir 2 tahun aku bekerja disini, baru ini aku melihat Tuan Gaza dari jarak dekat begini …’             Gaza hanya diam saja dan berpura-pura tidak tahu jika pekerjanya mencuri pandang ke arahnya.             Syefa masih bisa fokus pada rapat. Pena hitam masih bersemat di jemari kanannya. ‘Suaranya sangat lembut. Dia pasti tipe pria penyayang …’ Sedikit senyuman terukir di kedua sudut bibir Syefa, sesekali melirik dan memandang wajah berekspresi datar, namun tidak mengurangi kharismanya sebagai seorang pemimpin ideal.             Gaza sedikit menyeringai tipis, hingga tak satupun orang mengetahui ekspresi yang tersisip dibalik wajah datarnya.             Syefa merasa begitu beruntung hari ini. Sebab ini adalah kali pertama baginya melihat dengan jelas bahkan mendengar suaranya langsung.             Akhirnya dia ikut menyetujui desas-desus dan gosip dari para pekerja Althafiance maupun dari berita media massa. Yah, dia setuju jika pemimpin baru mereka memang sungguh berkharisma. ‘Tapi aku pikir, Tuan Gaza sepertinya sudah menikah …’             Gaza tertegun mendengarnya. Dia merasa penasaran dan ingin melihat sekali lagi wajah pekerjanya yang sejak tadi selalu memujinya. ‘Tapi tunggu dulu … kalau sudah menikah, kenapa tidak ada berita apapun ?’ ‘Tidak mungkin, tidak ada perayaan atau jamuan perkenalan khusus …’ Bathin Syefa sembari menatap lekat wajah yang jauh dari posisi duduknya itu.             Salah satu sudut bibir Gaza lagi-lagi tak bisa diam. Tertarik ke atas, merespon geli pernyataan pekerjanya itu. ‘Aku pikir, dia pasti sudah punya calon istri. Setidaknya dia pasti sudah punya kekasih.’ Bathinnya lagi seraya menghela panjang nafasnya dan kembali memperhatikan Kepala Divisi yang masih menjelaskan di hadapan mereka.             Gaza mulai tersenyum agak lebar. Dia menggoyang kursinya dan melempar pandangannya ke arah layar proyektor, menyembunyikan ekspresi tertahannya. …             Rapat berjalan dengan lancar. Tidak seperti biasanya, semua peserta rapat keluar terlebih dahulu dan pemimpin mereka masih duduk disana sembari mengecek beberapa dokumen bersama sekretaris pribadinya.             Saat Syefa dan divisinya mulai beranjak dari kursi dan hendak keluar dari ruangan, tiba-tiba Syefa sedikit mengerang sakit. “Sshhh … aawwh!” Erang Syefa memegang perutnya. Tubuhnya limbung ke belakang. “Syefa! Kau baik-baik saja ?!” “Syefa!” Spontan Gaza melirik ke arah mereka. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD