Mengukir Kenangan

1158 Words
"Apa maksud kamu dengan sisa waktu?" tanya Wika yang tidak tahan dengan rasa penasaran. "Oh nggak, maksudku sisa waktu menjelang aku pergi liburan ke Jepang ini ... itu aja," jawab Jeje berusaha santai. Wika memandang tajam ke arah Jeje mencari kebohongan disana. Samar tidak terlihat jelas karena sikap tenang Jeje. Satu porsi berisi lima umpia pesanan Jeje datang, dia mengambil pisau dan garpu yang disediakan lalu memotong dua tiap-tiap lumpia yang ada supaya cepat dingin karena uap panas yang di tengahnya keluar dengan cepat. " Abang mau liburan ke mana rencananya?" Jeje memulai tema pembicaraan yang baru. " Belum tahu juga Mama belum ngomong apa-apa, tapi biasanya kalau nggak ada persiapan jauh-jauh hari itu berarti hanya di dalam negeri aja. Biasanya sesuai permintaan Ririn atau Owka." " Abang nggak ikut usul gitu?" " Enggak lah, dulu aku udah sering didengerin usulnya kalau mau pergi liburan ... sekarang giliran mereka. Kalau aku mau pergi yang agak beda biasanya aku lebih memilih sama teman-teman aja." " Teman-teman ke Jepang kemarin ya?" " Iya tapi sayangnya sekarang kan sudah pada pisah, mereka ada yang kuliah di luar negeri juga, jadi saat liburan mungkin mereka akan balik ke sini, nggak enak juga kalau diajak berlibur." " Iya juga sih ya, Oh ya bang minggu depan sepertinya kita nggak bisa pergi sama - sama, Mommy mau ngajakin aku melakukan beberapa hal sebelum berangkat ke Jepang." "Berkurang dong waktu aku sama kamu?" Jeje terkekeh mendengar pertanyaan gusar Wika. Dia mengambil satu potong lumpia dengan menggunakan tisu. " Cuma minggu depan kok, Minggu depannya lagi itu minggu terakhir aku di sini setiap hari kita akan pergi sama-sama." "Janji?" tanya Wika sambil melihat Jeje menikmati lumpianya. "Ya aku janji, nanti aku pakai alasan apapun ke Mommy asal bisa pergi sama Abang," jawab Jeje. Terbit senyum manis di bibir Wika untuk sang kekasih. * Satu minggu yang Jeje sebutkan sebagai minggu dimana dia berjanji melakukan satu kegiatan dengan mommy-nya ternyata itu adalah jadwal kemoterapinya. Jeje sudah melakukan dua kali kemo. setiap selesai melakukan kemo dia merasa badannya tidak baik-baik saja. Perlu beberapa hari untuk recovery kondisinya tersebut makanya dia memilih tidak mau pergi dengan Wika karena takut efeknya membuat Wika tidak nyaman nantinya. Waktu selesai kemo beberapa waktu yang lalu biasanya Jeje merasa mual dan muntah - muntah, semua badan sakit sampai ke tulang - tulang bahkan kulit terasa terbakar dan sempat sariawan juga muncul di mulutnya. Bisa hampir satu minggu dia akan merasakan efek kemo dan itu membuatnya malas melakukan apa - apa, itu saja sudah cukup membuat mentalnya drop. Efek lain dari kemoterapi yang paling nyata secara fisik yang bisa terlihat adalah kerontokan rambut Jeje. Walau kepalanya tidak botak tapi rambut yang rontok sudah melebihi kapasitas yang normal, itu kadang membuat dia takut menyisir rambutnya apalagi sampai keramas, tapi biasanya sehabis kemo malah dia tidak mandi, karena kulitnya sangat perih jika terkena air. Jadi sekarang Jeje selalu memakai topi untuk melengkapi penampilannya, seolah seperti mengikuti fashion padahal sebenarnya dia sedang menutupi kekurangannya. Hari ini adalah hari keempat Jeje jalan-jalan sama Wika dimana ini juga sebagai minggu terakhir Jeje berada di Jakarta. Beberapa hari kemarin mereka melakukan kegiatan sama-sama seperti nonton, ke cafe untuk makan siang atau sekedar bermain bowling bersama. Hati Jeje bahagia ketika bersama Wika sekaligus juga sedih mengingat kebahagiaan ini akan segara terenggut darinya. Sore menjelang malam ini mereka sedang berada di Pim tiga, tepatnya di Baguette Paris di lantai dasar. Jeje menikmati Red velvet yang lagi - lagi hanya minum air mineral, sedangkan Wika memesan Lemon tea. "Bang, kalo aku pergi nanti abang janji jangan ingat - ingat aku terlalu sering ya ... konon katanya kalo seseorang lagi pergi itu akan gelisah kalo sedang diingat - ingat terus." ucap Jeje lalu memasukkan sesendok cake warna merah tersebut kedalam mulutnya. "Nggak ah ...aku maunya ingat kamu terus biar kamu cepat pulang." jawab Wika lalu tersenyum dan matanya menjadi agak menyipit. "Ih gituu .." rajuk Jeje. Wika malah jadi terkekeh mendengar reaksi Jeje. "Makanya, dua minggu aja ... jangan sampe lebih ya, aku takut nggak kuat kangennya," bisik Wika. Jeje tersenyum simpul sebelum menjawab, "Aku sih tergantung keadaan nanti ... maunya aku sebenarnya nggak kemana - mana, tapi kan aku tetap harus pergi bang." "Kamu sekarang masih tanggung jawab orangtua kamu sepenuhnya, berarti kamu harus nurut sama mereka . Tapi kalo saatnya tiba kamu jadi tanggung jawabku, kamu nggak akan kemana - mana selain disebelahku." ucap Wika percaya diri. Tampak senyum indah di bibir merah Jeje, tapi hatinya semakin pilu mendengar ungkapan Wika barusan. Itu sesuatu yang akan sulit dijangkaunya. "Tapi nanti kita selalu berhubungan ya Je... aku mau kita tiap hari selalu bertukar khabar." Jeje mengangguk - angguk sambil tersenyum mendengar ucapan Wika, dia tidak tahu saja kalau saat ini dia sedang berhadapan dengan laki - laki yang darah bucinnya sangat kental dan ajaran posesif yang dianutnya juga didapat dari yangpa. "Kamu mirip siapa sih bang? Kalo papa kamu yang pilot begini juga, aku rasa mama kamu pasti dimasukin koper tiap hari diajak terbang." " Makanya aku nggak mau jadi pilot, istrinya ditinggal terus, padahal aku tiap hari maunya ketemu istri nantinya." "Ooh...alasan itu makanya abang pilih jadi dokter?" " Nggak juga, profesi lain kan juga bisa tetap pulang ke rumah tiap hari. Kebetulan keluarga ku beberapa jadi dokter, mulai dari eyang buyut, yangpa, om dan tante ku juga dokter. Cuma papa yang jadi pilot." "Yangpa itu siapa?" "Yangpa itu sama dengan yangkung, tapi dia maunya dipanggil yangpa kepanjangan eyang papa, ada yang lebih lucu lagi, yangtiku dipanggilnya yayang, tau nggak kenapa?" "Eyang sayang?" "Bener tapi nggak tepat, itu gara - gara yangpa itu manggil yayangku dengan panggilan 'yang' kependekan dari sayang ...jadi karena manggil yang...yang terus, akhirnya dipanggil yayang sekalian. Sebagai cucu pertama aku lah yang diajarin manggil mereka Yangpa dan Yayang untuk pertama kali." "Wah lucu banget keluarga kamu ya ....unik dan seru kayaknya, aku suka denger ceritanya." ucap Jeje raut wajah senang. "Nanti suatu saat kamu juga akan bergabung masuk jadi bagian keluargaku," ucap Wika yang seketika itu membuat wajah Jeje merona. "Papa Azki kalo nggak salah juga dokter ya?" tanya Jeje langsung mengalihkan pembicaraan. "Iya, spesialis jantung, yangpa bedah syaraf, yangkung buyut penyakit dalam. Cuma tanteku yang dokter umum." "Abang mau jadi dokter apa?" "Hmm...belum tahu, selesaikan yang umumnya aja dulu... nanti sambil mikir. Katanya papa Azki juga baru tahu mau ambil spesialis apa setelah jadi dokter umum dulu." "Enak ya banyak keluarga gitu...ada yang jadi dokter lah, jadi pilot. Kalau keluargaku keluarga kecil... Mommy kakak beradik cuma berdua adiknya tinggal di Jogya dan sepupuku ada dua masih SD. daddy anak tunggal .. grandma dan grandpa tinggal di Kanada. Aku yang tinggal sama Eyang berasa cucu sekaligus anak bungsu Eyang di rumah." "Iya ya .. keluarga hemat kamu Je .. nanti kamu harus punya anak banyak biar rame," ucap Wika sambil terkekeh. Jeje ikutan tertawa walau dalam hati berkata lain. Punya anak banyak biar rame? bahkan mungkin keturunan orangtuaku akan habis setelah aku nggak ada nanti bang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD