Awal Dari Semuanya

1507 Words
Author Pov Wika menatap sosok cantik dihadapannya yang sedang asyik bermain tanah liat yang diputar diatas meja putar kecil khusus untuk pengrajin tembikar. Sudah banyak karyanya yang dipajang di rumah eyangnya dari yang berbentuk asbak, pot bunga, pajangan sampai juga piring kecil, yang dipajang biasanya sudah melewati proses penjemuran ,dipanaskan lalu di beri pewarna, tapi ada juga yang masih mentahan seperti warna tanah liat yang pucat karena baru sampai tahap penjemuran dan belum masuk proses pemanasan. Dikamar Wika juga ada pigura kecil buatan Jeje berisikan foto mereka berdua waktu di Jepang dulu sebagai hadiah ulang tahun Wika, tapi jangan berharap bisa di lihat sebagai pajangan di meja Wika ya, karena pigura itu ada di laci dalam lemarinya dan selalu terkunci. Serapat itu Wika menyimpan sesuatu tentang Jeje dan tidak mau diketahui orang lain. Tapi ada satu lagi karya tangan Jeje yang berbentuk tabung kecil tempat Wika meletakkan pulpen dan pensilnya diatas meja belajar dikamarnya, tidak akan ada yang peduli dengan tempat pulpen itu, terlalu biasa buat orang lain, tapi tentu saja tetap istimewa buat Wika. Dengan memakai celemek khusus berwarna coklat, rambut di kuncir keatas, Jeje sesekali tersenyum melihat ke arah Wika yang terus memandangnya. "Abang mau nyobain nggak?" dari pada selalu jadi penonton, Jeje mencoba menawari Wika untuk kesekian kalinya. Dan seperti biasa, Wika menggeleng sambil tersenyum. "Nggak bisa," jawabnya singkat. "Aku ajarin sini," Jeje tidak berputus asa "Abang nggak bakat Je, liatin kamu aja deh," Wika masih menolak dan kini malah mengambil hapenya untuk mendokumentasikan kegiatan Jeje dalam sebuah Video. Terkadang sangking asyiknya Jeje suka lupa kalo dia sedang diperhatikan dengan tatapan memuja dari seorang Awika Narendra. Dia dengan seriusnya mengulik tanah liat yang lembek dan tidak berharga menjadi sesuatu yang diinginkannya dan tentu saja menjadi benda yang memiliki arti. Dulu waktu kecil dan saat pulang ke Indonesia dalam rangka berlibur ke rumah eyangnya, kegiatan ini pertama kali diperkenalkan kepadanya dan sejak itu dia sangat menyukainya. Sayangnya Mommynya tidak menyukai bermain kotor dengan tanah, sehingga kesenangannya akan didapat ketika dia bermain dirumah eyangnya saja. Dan kini dia sudah tinggal disini ... bukankah itu menjadi surga kecil untuk hobbynya? Tapi rupanya takdir berkata lain, ada rencana yang sudah diatur didepan matanya dan rencana tersebut yang akan membuatnya meninggalkan semua yang dia sukai dan sayangi disini ...Eyangnya, hobbynya dan juga laki - laki baik yang sangat dicintainya, abang ... begitu dia memanggilnya. "Kanker kini sudah di stadium 1B, good news-nya ini belum menyebar," ucapan dr Oliana Sp.B (K) Onk dua Minggu yang lalu seketika meruntuhkan dunia keluarga kecil Bryan Russel. Anak satu - satunya yang hampir 17 tahun itu baru naik kelas XI dimana banyak cerita yang akan dibuat dan saatnya mulai menyematkan cita - cita di angan - angannya tapi sekarang asa itu mendadak hilang digulung oleh berita yang mengerikan untuk sebagian orang. Kanker p******a stadium 1B! "Kamu ikut mama ke Jepang, kita berobat disana." begitu keputusan Astri sang mommy yang sangat terpukul saat itu. "Nanti setelah selesai semester ganjil ini mom," pinta Jeje. "Masih dua bulan lagi sweety ... waktu terus berjalan, kita jangan sampai kalah sama waktu." "Please mom ... aku bisa berobat disini dulu, dua bulan lagi saat mulai liburan semester aku ikut mama ke Jepang," pinta Jeje agak mengiba. "Oke ... Desember kita berangkat ke Jepang dan sekolah kamu juga pindah ke sana." Jeje hanya mengangguk pasrah dengan keputusan yang sudah dibuat. Sejak saat itu galau mendera perasaan Jeje. Sebagai penyintas kanker seharusnya dia tidak boleh dalam keadaan tidak tenang apalagi banyak pikiran seperti sekarang. Tapi bagaimana mungkin dia bisa tenang, kalau keputusan ini sudah dibuat. Lagi pula kemungkinan buruk itu tetap ada ... usianya bisa saja berhenti jika kalah dengan sel kanker itu atau kalau beruntung lolos dari maut, mungkin dia akan cacat sebagai wanita dengan satu p******a ... menurut dr Olin waktu itu kemungkinan besar dia akan menjalankan mastektomi alias pengangkatan p******a untuk menghindari penyebaran kanker itu. Oh itu sebuah mimpi buruk. Tapi memang hidup harus berjalan, tidak ada manusia yang bisa minta break sesaat untuk menata hati. Kini hanya satu setengah bulan lagi waktu yang tersisa untuk pergi meninggalkan semua yang ada di Indonesia. Jeje akan meninggalkan semua dengan kesan baik dan mungkin saja mereka semua akan mengenangnya sebagai orang yang menyenangkan .... walau tidak akan bertemu lagi untuk beberapa waktu atau malah untuk selamanya. "Kok pengrajinnya melamun sih , ntar jadi apa nih kira-kira?" tanya Wika yang mendekati Jeje yang sedang melamun sambil tetap mengambil gambarnya. Jeje yang baru menyadari tanah liatnya sudah meleyot tidak karuan langsung merasa malu apalagi di shooting Wika. "Ih malu Baang .... astagaaa, matiin ngga kameranya," tunjuk Jeje berlagak marah yang disambut tawa Wika yang senang mengganggunya. "Ini pengrajin tembikar tercantik di dunia tapi hobby-nya melamun ..." begitu titel yang diberikan Wika sambil tertawa. Jeje yang tadinya hendak merajuk malah ikut tersenyum mendengar candaan Wika. "Nona mau buat apa ya ini?" Wika seolah mewawancarai Jeje sambil mengarahkan kameranya.. "Mau buat keributan," jawab Jeje sambil mengoleskan tanah liat basah ke pipi Wika yang memang jaraknya sangat dekat dengannya saat ini. "Ooowh gitu ya mainnya ..." Wika ikut mengambil tanah liat dengan telunjuknya dan langsung membubuhkan pada hidung mancung Jeje dengan sangat cepat sampai tidak bisa dihindari lagi. "Abaaaang ..." teriak Jeje yang keki mendapat balasan, Wika langsung menjauh takut dibalas lagi. Kamera ditangan kirinya tetap merekam kejadian itu. "Awas ya ... nanti kapan - kapan aku bales." ancam Jeje. Wika hanya memeletkan lidahnya memanas - manasi Jeje. Satu jam kemudian setelah Jeje mandi dan Wika juga sudah membersihkan mukanya yang cemong karena keisengan Jeje tadi, kini mereka pergi ke Cafe dekat rumah eyangnya Jeje di area Lebak bulus. "Tumben nggak pesen kopi seperti biasa?" tanya Wika yang melihat Jeje hanya memesan air putih dan lumpia vietnam. "Lagi pengen makan lumpia, kalo minum kopi ntar jadi beda rasanya," jawab Jeje memberi alasan akan pilihannya kepada Wika. "Ooowh." "Abang cuma kuliah pagi aja tadi?" "Iya, dosennya yang jam dua nggak bisa datang. Tau gitu abang jemput kamu tadi pulang sekolah." "Mau diributin Azki lagi?" tanya Jeje yang memang suka diusilin Azki kalo sudah menyangkut soal kakak sepupunya itu. Sambil meletakkan daftar menu yang sudah dibacanya tadi, Wika menatap Jeje, "Kalo kamu di isengin Azki lagi, bilang sama aku ya ... nanti aku sentil dia." ucap Wika yang kadang menyebut dirinya 'abang' kadang menggunakan 'aku' kepada Jeje, suka - suka dia saja. Dulu pada saat mereka mulai menjalin hubungan sekitar enam bulan yang lalu, hubungan mereka diketahui Azki yang tidak sengaja melihat Wika menjemput Jeje ke sekolah, yang namanya Azki ... selain keingintahuannya yang besar dan dengan sifat usilnya itu, dia juga sangat berisik dalam arti yang sebenarnya. Azki memberi sedikit ancaman kepada Wika, kalau sampe abangnya itu tidak mengaku kalau sudah pacaran sama Jeje ... maka dia akan mengadu ke tante Priska dan mengatakan bahwa Wika kedapatan menjemput Jeje ... tentu saja Wika memilih mengakuinya saja dan lebih baik masuk dalam jebakan Batman si usil Azki, karena kalau sampai mamanya tahu ... itu akan sangat heboh dan mungkin lebih berisik dari Azki. Tapi Wika juga sudah mewanti - wanti Azki untuk tidak bicara apapun dan sama siapapun di keluarga mereka, karena itu menjadi rahasia Wika. "Tante Astri sampai kapan disini?" tanya Wika setelah menyeruput cappucinonya. "Bulan depan baru pulang, Mommy masih ada beberapa pekerjaan disini," jawab Jeje, padahal mommy-nya hanya menemaninya menjalani beberapa terapi disini yang baru dimulai minggu lalu. "Nanti bareng kamu ke Jepang?" "Kemungkinan iya, semoga saja Daddy tidak ada pekerjaan yang mendesak mommy balik duluan ke sana." "Berapa lama kamu liburan disana?" "Nggak tahu ... mungkin dua atau tiga Minggu." Wika menghela nafas kasar. Tiga minggu tanpa Jeje itu sangat berat untuknya. "Menurut abang tiga minggu itu lama nggak sih bang?" " Tergantung, kalau kamu sedang menunggu ... jangan kan tiga minggu, tiga jam aja lama banget." "Kalau gitu abang jangan menunggu supaya tidak terasa lama." "Ya nggak mungkin lah aku nggak nungguin kamu. Kalau bisa aku pengen ikut malah. Nggak bisa gitu sekali-sekali Daddy kamu yang ke sini menemani kamu selama liburan?" Jeje menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Sejak kapan daddynya yang sibuk itu punya waktu untuk liburan? "Daddy tuh terlalu sibuk. Ini mungkin tahun terakhirnya ditugaskan di Jepang, setelah itu akan ditarik kembali ke Amerika." "Trus kamu gimana? Itu nggak akan berpengaruh apa - apakan? Kamu tetap disini kan?" tanya Wika dan terdengar ada rasa cemas disana. "Hm ... aku ya? Belum tahu, kan aku masih sekolah disini." jawab Jeje terlihat berusaha tenang menjawabnya. "Kalau ternyata kamu diajak ke Amerika?" "Udah ah ...jangan ngomong begitu, aku masih satu setengah tahun untuk menyelesaikan sma," elak Jeje. "Kalau sampai itu terjadi, please stay Je ... kamu ditempat Eyang aja ya," kentara sekali nada harap di kalimat yang dilontarkan Wika. "Aku coba, tapi seandainya nggak mungkin? Tuh kan jadi kemana - mana, sudahlah kita nggak usah berandai-andai dulu deh bang, yang penting sekarang tuh kita happy, kita sekarang ada di sini sama - sama ... kita nikmati aja sisa waktu yang ada." ucap Jeje. Wika mengerutkan dahinya, ada yang aneh dengan ucapan Jeje barusan, kenapa dia bilang sisa waktu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD