bc

Naik Ranjang

book_age18+
8.1K
FOLLOW
31.6K
READ
arrogant
others
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Prakasa Mahesa (30 tahun), ia sosok Pria sederhana yang setia. Prakasa begitu setia pada istrinya, Kiara. Setiap hari Prakasa selalu mencurahkan cintanya pada mendiang istrinya dengan berziarah ke makam istrinya.

Kiara meninggal di saat pernikahan mereka menginjak 4 tahun. Kiara meninggal karena kanker rahim yang sudah mencapai stadium akhir. Prakasa sudah berjanji akan menjadikan Kiara sebagai Ratu satu-satunya dalam hidup dan hatinya. Namun, semua terpatahkan atas permintaan mertuanya, yang memintanya untuk menikahi Kakak dari mendiang istrinya. Masalahnya, ia tidak bisa menolak, mengingat dirinya sudah menganggap mertuanya sebagai orangtua kandungnya sendiri.

Anara (35 tahun), ia pernah merasakan patah hati yang begitu parah. Ditinggalkan kekasih hati saat pernikahan tinggal menghitung hari, membuatnya menutup mata, telinga, dan hatinya pada Pria. Dan dengan tiba-tiba Orangtuanya memintanya untuk menikah dengan Adik iparnya, membuatnya kalang kabut. Rasa patah hati di masa lalu saja belum sembuh, ia tidak mau menambah rasa sakit di hatinya, melihat bagaimana nanti suaminya yang masih mencintai adiknya.

Butuh waktu untuk Prakasa meyakinkan hatinya, begitupun dengan Anara. Mereka harus melawan pergolakan itu, antara ego atau permintaan orangtua.

chap-preview
Free preview
Prolog
Prakasa berkali-kali melirik jam di tangannya, bersandar lelah di samping mobil menunggu Kakak Iparnya keluar dari gedung tinggi di hadapannya itu. Tidak lama kemudian netra cokelat gelapnya melihat kedatangan wanita berambut hitam sebahu, berwajah cantik dihiasi senyum tipis dari bibir kecilnya. "Maaf lama ya, Sa," ucapnya tersenyum menyesal. Dia Anara, Kakak satu-satunya mendiang istrinya. Prakasa tersenyum tipis. "Nggak masalah, Mbak. Saya juga baru 20 menit di sini," terangnya, "bagaimana kondisi Abah sekarang?" Anara mengangkat bahu tak tahu. "Nggak tahu deh, Sa. Mama nggak ngasih tahu sih kenapa-kenapanya. Pokoknya, Abah dibawa ke rumah sakit saja." Anara memang sudah berusia 35 tahun, tetapi wajahnya tak menunjukkan seperti usianya. Anara malah terlihat seperti usia 27 tahun. Wajahnya memang imut, apalagi saat tersenyum. Prakasa mengangguk paham. "Ya sudah, kita berangkat sekarang." Prakasa berdiri tegak, kemudian memutar langkahnya menuju pintu kemudi. Sementara Anara masuk pintu penumpang. Meski Kiara sudah tiada, tetapi hubungan Prakasa masih berjalan baik dengan keluarga mendiang istrinya. Termasuk dengan kakak iparnya. "Saya harap sih nggak parah banget, Mbak," ucapnya sembari menyalakan mesin mobil. Anara mengangguk. "Iya. Aku harap juga begitu, kapok lihat Abah di ICU setelah meninggal Kiara," timpalnya kemudian bersandar lelah pada sandaran jok mobil. "Tumben kamu nggak sibuk, Sa?" Prakasa tersenyum tipis. "Nyempetin sih, Mbak. Soalnya khawatir juga sama kondisi Abah." ia ingat betul bagaimana mertuanya yang sempat koma 2 tahun lalu, tepat setelah istrinya dimakamkan. Jadi, saat mendengar ayah mertuanya ke rumah sakit, membuatnya sedikit dag-dig-dug, pasti ada yang dipikirkan oleh ayah mertuanya itu. Mereka memang dekat, tapi hanya sebatas ini saja. Tidak lebih. Di antara mereka tidak ada sedikit pun radar percintaan. Prakasa berusaha untuk tetap setia, tanpa membangunkan perasaan yang sudah lama terpendam. *** "Abah kenapa, Ma?" Anara menatap khawatir ibu-nya yang berdiri di belakang layar UGD. "Bukannya tadi pagi Abah baik-baik saja?" Prakasa melangkah tenang menyusul Anara yang lebih dulu menghampiri Ibu mertua. "Sehat, Ma?" tanya Prakasa setelah berdiri di hadapan Ibu mertuanya, kemudian menyalaminya. "Sehat, Sa. Kamu bagaimana?" jawabnya, kemudian menjawab pertanyaan Anara. "Abah tiba-tiba saja mengeluh sakit d**a sambil pegang d**a, Mama jadi khawatir. Ya sudah, Mama bawa ke UGD saja langsung. Katanya sih serangan ringan," jelasnya masih terlihat gurat khawatir di sana. "Saya sehat, Ma." Prakasa kemudian mengangguk paham menanggapi penjelasan Ibu mertuanya, Ayah mertuanya itu memang punya riwayat penyempitan jantung. "Terus kata dokternya bagaimana, Ma?" "Abah harus dirawat, hasil lab sama EKG-nya jelek semua. Kamu ke admisi dulu gih urus ruang rawat Abah," titah Ibu mertua-nya pada Anara. Anara mengangguk, seketika Prakasa mengehentikan langkah Anara. "Biar saya saja, Mbak," cegahnya menatap lekat Anara. Anara tersenyum tipis, menggeleng pelan. "Nggak usah, aku bisa sendiri kok," tolaknya kemudian berlalu begitu saja. Prakasa mengangkat bahu ringan, menghela napas pelan sebelum akhirnya menerobos layar pembatas. "Abah mikirin apa lagi?" tanya Prakasa saat menemui Ayah mertuanya. "Abah mikirin Mbak-nya Kiara, dia terlalu betah sendiri, Sa," imbuh Ibu mertuanya yang berdiri di sisi ranjang ayah mertuanya. Prakasa tersenyum maklum. "Mungkin Mbak Ana belum bertemu jodohnya saja, siapa juga yang mau sendiri terus, Bah," sahut Prakasa. Prakasa dengan sigap membantu ayah mertua-nya saat bergerak ingin duduk. "Abah nggak bisa tenang, Sa. Usia Anara itu sudah lebih dari cukup buat menikah, kalau hitungan wanita itu, Anara seharusnya sudah punya 2 anak. Lah ini? Belum menikah sama sekali," keluhnya dengan wajah penuh kekhawatiran. Prakasa terdiam saat ayah mertu-nya menatapnya penuh maksud. "Kamu mau bantu Abah?" pinta Abah menatap serius. "Apa, Bah?" sahutnya ragu. "Kamu mau kan menikahi Anara? Abah yakin, kamu bisa meluluhkan hati Anara." Prakasa membeku, tersenyum kaku bingung harus menjawab apa. "Mama juga lebih percaya sama kamu dalam segala hal, Sa." Prakasa semakin bingung. "Maaf, Bah, Ma. Saya nggak mau sampai salah paham sama Mbak Anara. Saya nggak mau kalau sampai-" "Ana masih betah sendiri, Bah. Abah nggak perlu memikirkan Ana." Prakasa menoleh pada sumber suara. "Ana memang perawan tua, tapi nggak harus menikah sama adik ipar sendiri, Bah." "Memang, kalau kamu menikah sama adik ipar kamu, kenapa? Dia laki-laki, mapan, sudah berpengalaman. Mau mencari yang bagaimana lagi kamu?" Anara menggeleng, mendekat ke arahnya. "Pertama, aku lebih tua dari Prakasa. Kedua, Prakasa itu suaminya Kiara. Nggak mungkinlah aku menikah sama Prakasa." "Saya juga belum bilang setuju, Mbak," tukas Prakasa merasa tak enak mendengar perkataan Anara. "Abah nggak memaksa kamu buat menikah langsung sama Asa. Abah minta kamu sama Asa, sama-sama membuka hati. Kamu nggak bisa terjebak dengan bayangan masa lalu terus. Nggak semua laki-laki berengsek kayak Rando." Ah, Rando. Anara memang sempat mau menikah, bahkan sudah menjelang pernikahan. Tiba-tiba saja ditinggalkan si Rando itu dengan alasan yang tidak jelas. Itu terjadi saat dirinya sedang menjalin kasih dengan Kiara. "Aku nggak terjebak dengan masa lalu," bantahnya, "aku cuman belum siap membina rumah tangga." "Jangan bercanda kamu, Ana. Usia kamu sudah 35 tahun, anak usia 18 tahun saja sudah bisa membina rumah tangga." "Ana masih fokus dengan karir Ana, Bah." Prakasa tidak berniat menengahi, ia hanya menonton perdebatan yang sedang terjadi. Netra cokelat gelapnya melihat ibu mertuanya menepuk bahu Anara dengan tatapan penuh peringatan. "Jangan gunakan kemampuan bicara kamu untuk mendebat orangtua kamu sendiri. Mama ataupun Abah mengajarkan kamu bicara itu bukan untuk mendebat kami," tegur Ibu mertua. Ini yang membuat Prakasa tidak bisa jauh dari mertuanya, mereka sangat disiplin, tetapi sisi lain juga penuh kasih sayang. Jujur, Prakasa sudah yatim-piatu saat dirinya berusia 4 tahun dan itu yang membuatnya sangat menghormati mertuanya. Meski hatinya tengah bergolak, Prakasa memberanikan diri membuka suara, "Saya nggak bisa langsung menikahi Mbak Anara, tetapi saya meminta waktu untuk lebih mengenal Mbak Anara." Prakasa menoleh menatap Anara yang menganga menatapnya tak percaya. "Kita jalani dulu, nggak baik menolak permintaan orangtua."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Dilamar Janda

read
319.6K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook