Keinginan!

728 Words
"Le, ada apa, kenapa wajahmu murung begitu?" tanya Aisyah. "Tidak ada apa-apa, Bibi," sahut Azzam. "Ayo jujur, Le, ada apa?" tanya Sulaiman. "Tidak apa-apa, Paman!" Azzam terlihat gelisah sekarang. "Cerita sama kami, Le. Jangan sungkan begitu, lagian kamu ini keponakan, kami!" desak Aisyah. Azzam menunduk sebentar lalu kembali menatap Bibi dan Pamannya. Dia menarik napas sebentar sebelum mengajukan keinginan hati. "Saya ingin menikah!" tegas Azzam sembari menatap dalam Bibi dan Pamannya. Aisyah tampak senang mendengar perkataan Azzam begitu pun dengan Sulaiman. "Serius, Le? Masyaallah, kami senang mendengar keinginanmu, Nak!" tutur Aisyah tampak senang. "Insya Allah, Azzam ingin menikah ba’da Ramadhan," terang Azzam. "Nah bagus itu, Le. Lalu Abah dan Ummi, apa sudah tahu keinginan itu?" tanya Sulaiman. "Alhamdulillah, sudah. Tadi Azzam menelepon Ummi minta restu!" pungkas Azzam. "Syukurlah, lalu, siapa gadis itu, Le?" tanya Sulaiman lagi. Azzam tampak malu mendengar pertanyaan Pamannya. "Hayo, siapa?" goda Aisyah. "Khumaira," jawab Azzam pada akhirnya. "Khumaira, Putri Pak Sholikhin dan Bu Maryam?" tanya Aisyah memastikan. "Enggeh, Bibi." Azzam merasa deg-deg kan akan situasi ini. "Masyaallah, Bibi setuju itu, Le. Nak, Khumaira itu punya akhlak yang baik dan tentunya, Shalihah. Tapi, Khumaira itu masih kuliah dan muda. Setahu, Bibi Nak Khumaira itu baru berusia 19 tahun jauh dari umurmu, Le!" papar Bibi Aisyah. Azzam tersenyum tipis mendengar perkataan Bibinya. Entah kenapa dia begitu yakin Khumaira adalah Makmumnya. "Agama Islam tidak membatasi usia, Rasulullah dan Khatijah menikah terpaut 15 tahun. Dan Azzam menyukai Khumaira karena, Allah!" "Lalu bagaimana dengan kuliah, Nak Khumaira?" tandas Sulaiman. "Insya Allah, Azzam akan selalu mendukung studi Khumaira tanpa melarang. Sebisa mungkin Azzam akan mendukung dan menjadi penyemangat untuknya!" "Apa kamu serius dengan keputusan itu? Ingat, Le ...! Menikah bukan untuk permainan!" "Insya Allah, Azzam siap lahir batin!" "Baiklah, kamu bakda Dzuhur bakal pulang. Lalu, kapan kamu melamar Khumaira?" tanya Aisyah. "Insya Allah, secepatnya. Namun, bisakah Azzam minta tolong?" pinta Azzam. "Apa itu, Le?" "Azzam minta, tolong menemui Khumaira lusa dan sampaikan keinginan saya. Maaf, membuat kalian repot!" "Kamu ini keponakan kami tidak perlu sungkan. Insya Allah, kami langsung sampaikan. Sekarang ayo bantu Paman ke kebun!" "Baik, sekali lagi terima kasih, Bibi dan Paman. Azzam sangat senang," tutur Azzam. "Sebut nama Allah dikala kamu senang maupun sedih, Le!" nasihat Sulaiman. "Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Allah Maha Besar dengan segala kebesaran-Nya!" takbir Azzam. "Allahu Akbar Walillaahil-Hamd!" sahut Sulaiman dan Aisyah. Azzam merengkuh Bibi dan Pamannya penuh haru. Semoga ini menjadi kebahagiaan untuk mereka. "Le, mau menemani Pamannya ke kebun?" goda Sulaiman. "Tentu, ayo Azzam temani!" *** Khumaira sedang memetik cabai rawit di kebun sendiri. Dia terlihat anggun menggunakan training panjang longgar dengan kaus longgar dan jilbab Rabbani coklat. "Mbak, Laila cape," keluh si mungil imut Laila. Khumaira menghampiri Adiknya lalu mengusap pipi gembilnya. "Istirahat saja, Dik. Biar Mbak yang petik lagian ngga puasa." "Baiklah, terima kasih, Mbak!" "Sama-sama, Dik." Khumaira kembali memetik cabai dengan telaten. Dia tidak menyadari ada sesuatu yang mengintainya. "Mbak, awas ada ular!" teriak Laila saat tahu ada ular kobra mendekati Khumaira. Khumaira kaget spontan menjatuhkan plastik berisi cabai dan mundur ke belakang namun naas dia terpeleset menyebabkan terperosok dan terguling di jalan landai. "Mbak ....!!!" teriak Laila membuat para petani berdatang lalu mengambil tindakan memukuli ular kobra. Azzam menyengit mendengar teriakan memekakkan telinga dari gadis kecil familiar. Dia mendelik saat seseorang yang ingin dia nikahi terguling-guling di jalan landai. "Astagfirullah." Azzam dengan segera berlari menuju Khumaira. Khumaira merasakan tubuhnya kebas saat kepalanya membentur batu. Pandangan berkunang akibat benturan di kepala walau tidak parah hingga kesadaran merenggut dirinya. "Khumaira!" panggil Azzam tampak panik. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Menyentuh seorang wanita bukan muhrim atau membiarkan saja? Laila dengan hati-hati turun menuju Kakaknya. Setelah sampai dia langsung memangku kepala Khumaira. "Mbak hiks, maaf in, Laila!" tangis Laila sembari mengusap darah di kening Kakaknya. Bahari mendekat ke arah mereka pasalnya dia tadi sedang mencangkul hendak menanam sayuran. "Nduk, ya Allah!" Bahri menggendong Khumaira lalu menatap Azzam tajam. "Kenapa tidak menolong Adikku?" sengit Bahri. "Maaf," sesal Azzam. Bahri tidak menggubris perkataan Azzam. Dia meminta Laila untuk ikut pulang dan jangan jauh-jauh dari pandangannya. Azzam terdiam menatap Bahri sudah menjauh. Dia memejamkan mata sebentar sebelum berbalik menuju kebun teh milik Pamannya. "Le, tadi ada apa ribut-ribut?" tanya Sulaiman usai membuang hajat. "Khumaira jatuh dari atas, Paman," jawab Azzam terlihat khawatir. "Innalillahi, lalu bagaimana kondisinya?" "Pingsan, Azzam tidak tahu selebihnya." "Sabar, Le. Ya sudah ayo pulang istirahat." "Baik."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD