My Man?

756 Words
    Di depan sebuah pintu kamar hotel berdiri dua orang pria berbadan besar dan berpakaian serba hitam. Mereka memakai pakaian yang sama yaitu kaos hitam ketat yang mempertegas betapa besar dan kekarnya tubuh mereka, dan juga celana bahan yang sewarna.     “Kali ini Bos memukul telak saingannya, pesonanya benar-benar mematikan. Buat para wanita dia sangat ‘mematikan’ di ranjang sedangkan untuk musuhnya dia adalah mesin pembunuh…” ucap salah satu dari mereka sambil terkekeh.     Pria  yang disebelahnya hanya tersenyum samar sambil memainkan dan memutar-mutar pistol yang ada ditangannya, sesekali dia akan menggosok pistol tersebut sampai warna peraknya semakin mengkilat. Berhubung kamar tersebut adalah kamar VVIP khusus dibeli Bos nya untuk bersenang-senang, mereka tidak perlu merasa risih dilihat oleh orang lain.     “…wanita yang dilelang itu bahkan sampai memohon-mohon pada Bos untuk dimenangkan, dasar perempuan murahan” lanjut pria itu lagi sambil mengisap rokoknya.     Pria yang sedang sibuk dengan pisolnya itu pun kembali terkekeh mendengar gerutuan temannya, “ Tapi nomor ponsel perempuan yang kau sebut murahan itu masih terlipat rapi kan disakumu?” lanjutnya.     Menghembuskan asap rokoknya perlahan, pria itu menoleh dan menyeringai kearah rekannya yang sudah menyimpan kembali pistolnya.      “Tentu saja”     Dibalik pintu kamar hotel itu terdapat ruangan yang sangat luas dan didesain serba putih. Ada ruang TV yang cukup luas dan bar mini yang terisi berbagai minuman mahal . Terdengar suara wanita yang mendesah dan kadang tertawa manja di dalam sebuah ruangan yang tidak lain adalah kamar tidur. Kedua tubuh polos tanpa tertutup sehelai benang itu pun terlihat sedang bergelut diatas sebuah ranjang yang besar.     Tubuh mereka seolah lengket tidak berjarak. Saling berciuman penuh nafsu dan terengah-engah. Tangan si pria sudah menjamah kesemua tubuh si wanita. Gerakan terburu-buru dan tak beraturan itu akhirnya berhenti dengan perlahan seiring dengan teriakan puas dari si wanita. Seakan belum cukup, si pria membalik tubuh wanita itu sampai menungging dan kembali ‘menghabisi’ wanita itu dari belakang.     Desahan  si wanita semakin terdengar dan sesekali terdengar tawa bahagia. Namun kebahagiaan itu harus terganggu oleh suara dering dari ponsel diatas karpet tebal yang tadi dilempar asal oleh si pria. Seakan tuli mereka tidak memperdulikan suara dering itu dan terus melanjutkan kegiatannya . Kemudian terdengar ketukan dari luar pintu disusul oleh suara yang memanggil. Ternyata si penelepon meminta sedikit bantuan para penjaga pintu.     “s**t!” gerutu pria itu kemudian bangkit dan mengambil  ponselnya.     Tertera ada empat kali panggilan atas nama Ketua Galak. Memencet tombol untuk menelpon balik kenomor itu si pria berjalan santai dengan tubuh telanjangnya tanpa rasa malu. Menjepit ponsel diantara kuping dan bahunya sambil menunggu panggilan tersambung, dia mengambil dompet dan menarik beberapa lembaran uang.     “Pergilah.” ucapnya datar sambil melempar uang ketempat tidur.     “Kita tidak melanjutkan yang tadi? Ayolah Sayang...sekali lagi…” rayu si wanita sambil memungut uang di depannya.     Si pria menghubungi kembali karena tidak ada jawaban, kali ini dia menyalakan speaker ponsel. Sambil memakai kembali pakaiannya dia menatap dan tersenyum pada si wanita.     “Pergilah,Cantik. Jika kau masih ingin…pakai saja pria yang diluar, walau sedikit kasar mereka pasti akan memuaskanmu. Aku janji.” ucapnya sambil melangkah pergi meninggalkan si wanita yang cemberut.     Sesampainya di luar kamar hotel dia menyuruh kedua anak buahnya masuk untuk sedikit bersenang-senang dan disambut gembira oleh pria yang tadi merokok. Sedang yang satunya hanya tersenyum dan menggeleng menolak. Mana mungkin dia akan membiarkan Bos-nya berjalan sendiri tanpa dikawal, walaupun bukan masalah bagi si Bos tapi itu masalah buatnya.     “Ayolah Ayah, haruskan kau membalasku sampai empat kali panggilan baru menerimanya? Aku merindukanmu sampai mau mati rasanya…” ucapnya sambil tertawa pelan mendengar dengusan kasar dari seberang. Senyumnya perlahan menghilang dan matanya tertutup berusaha menahan emosi seiring penjelasan ayahnya.     “Ya Ayah, Aku mengerti.” manghela nafas pelan,mata itu terbuka dan senyumnya kembali mengembang walau tidak setulus tadi. “Ayah istirahat saja, biar aku yang bereskan. Kalau tidak…Aku akan langsung kesana dan mencium Ayah tepat dibibir, oke?! Dan pria itu tertawa saat mendengar omelan dari seberang sana yang disusul oleh pemutusan pembicaraan sepihak dari Ayahnya.     Mereka sudah sampai di lobi saat sambungan telepon terputus. Begitu sampai diluar, mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir didepan. Manager hotel ikut mengantar kepergian mereka sambil sesekali mengucapkan berbagai terima kasih dan pujian yang hanya dibalas anggukan samar. Pintu mobil langsung dibukakan oleh sopir begitu mereka mendekat. Si pria duduk dibelakang dan pengawalnya duduk didepan bersama sopir.     “Kita kembali Ke Jakarta, Pras!” perintahnya tegas.     “Baik, Bos”     Tatapan itu berubah dingin dan terpasang seringai kejam di wajah tampannya.     Sudah berani rupanya.     Dasar sampah!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD