BAB 53 Ke mana Kau Pergi Liliana?

2749 Words
Hujan deras mengguyur kota, Aku tak tahu malam ini, Harus ke mana? Tak ada yang menerimaku di sini Tak juga dia, Lalu, untuk apa aku datang ke sini?         Liliana memutuskan untuk keluar dari Padepokan dan berjalan-jalan sendirian di sudut kota. Merasa dirinya tidak diterima dengan alasan yang tidak diketahui, Liliana tak lagi dianggap seperti dulu yang selalu diterima dengan senang hati. Tidak tahu apa yang ada di dalam hati Kakak Tirta saat itu. Kenapa tega mengabaikan dirinya, meski sudah memohon pun tetap saja tidak diterima. Mau tak mau diapun memilih keluar saja dan entah malam itu mau ke mana. Hujan deras mengguyur kota, rintik-rintiknya lumayan deras. Pun dia tak membawa payung, basahlah tubuh dan kepalanya. Berteduh tak tahu ke mana. Sedang dia sudah keluar sejak sore, dan tak lagi kembali ke Padepokan. Sepertinya, semua yang dia harapkan sudah membencinya. Entah.             Liliana menengadahkan kepalanya menatap ke atas langit yang mulai menghitam. Mau ke mana? Pikirannya tertuju pada Padepokan Elangnya si Aden, Bayu dan Djani. Setidaknya dia bisa tersenyum.          “Oh ya, aku ke sana saja.” Malam itu hujan demikian derasnya, mobil angkutan umum pun tak satupun melintas. Mau ke sana naik apa? Akhirnya, mau tak mau Liliana duduk-duduk saja di bangku halte.         Sendirian.                                                                                         *         Lelaki berkemeja hijau itu terus melajukan mobilnya dari Kota Surabaya menuju Kota Magetan. Sedalam perjalanan yang entah apa mungkin benar memang Liliana pergi ke Padepokan tersebut. Dia sendiri tidak bisa menghubungi siapapun, ayahnya sendiri juga tidak tahu. Berharap sebuah harapan yang belum pasti, yang ada hanyalah doa.apalagi selepas membaca buku diary Liliana yang mencurahkan segala macam isi hatinya yang sedih dan kacau.        “Semua ini salahku, Liliana. Ayahmu memberikan buku harianmu pada untuk k****a, dan kau begitu sangat menderita batin. Aku sangat jahat sekali padamu, aku sama sekali bos yang jahat padamu. Kamu betul-betul tidak kuat dan tidak bisa menulis novel tema gaib itu lantaran ada rahasia di dalam dirimu yang sulit untuk kau ungkap dan ceritakan sendiri. Aku seperti membunuhmu pelan-pelan. Maafkan aku, Liliana. Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab atasmu dan menikahimu. Kamu tidak perlu lagi menulis novel pesananku, tidak usah. Daripada kamu menderita, lebih baik aku membuatmu bahagia.” Ungkapnya menyesali semua perbuatannya yang terkesan diktator dan semuanya sendiri.         Panggilan video dari seseorang pun membuyarkan konsentrasinya. Panggilan video dari seorang tak lain si Vindy. Pak Ardhan mengabaikannya, sengaja tak mengangkat lantaran sedang dalam posisi mengemudi. Tapi terus saja gawai itu berdering. Mau tak mau dia pun menerimanya meski tak menghadapkan gawai itu ke arahnya tapi diletakkan saja di atas pahanya.         “Saya lagi nyetir, lagi nyetir, nanti saja ya!” lalu dia pun menutup panggilan itu.          Mobil pun terus melaju dan kini Pak Ardhan tahu ke mana arah tujuan yaitu menemui teman Liliana yang bisa melihat gaib yang kemungkinan besar tahu keberadaan Liliana. “Alhamdulillah, akhirnya bantuan dari Tuhan pun datang,” diambilnya gawai itu lagi dan jemarinya memencet nomor kontak si Aden.         “Ya, Hallo,” sapa si Aden lekas mengangkat panggilan tersebut.         “Mas Aden, saya lagi mengarah ke Magetan, saya mau ke sana sekarang. Ada perlu penting.”         “Baik, Pak. Siap!”         Liliana, tunggu aku. Aku akan menjemputmu pulang.                                                                                 * Padepokan Elang Terbang            “Jadi, siapa orang yang mengambil macan khodam saya?” Pak Ardhan menanyai si Aden yang saat itu bersama dengan dua orang temannya, Bayu dan Djani. Ketiganya menemui Pak Ardhan di depan Padepokan, tepatnya sebuah Warung Kopi Giras.         “Perempuan yang mempunyai hubungan dekat dengan Anda sendiri,” Aden menerawang kembali cincin batu akik yang dilepas Pak Ardhan dan diberikan padanya.         “Siapa ya?”         “Yang hubungannya sangat dekat dan tahu tentang adanya sesuatu di dalam cincinnya,” lanjut Aden.         “Wah, si Vindy. Dia satu-satunya yang tau tentang sesosok yang lain saat itu,”         “Sesosok maksudnya?”         “Waktu ada begal itu, saya jadi lain. Ya, khodamnya keluar, gitu,”         “Oh, bisa jadi benar dia,”         “Coba Pak Ardhan tanya dia nanti,” sambung Aden mengembalikan cincin batu akik itu kembali.         “Coba Pak Ardhan tanya dia nanti,” sambung Aden mengembalikan cincin batu akik itu kembali.         “Lalu, khodamnya ke mana?”         “Sudah diambil alih sama yang lain,’         “Sayang sekali,”         “Kalau mau, saya ada khodam pengganti,” si Aden mulai menawarkan dagangannya. Selama berguru di Padepokan, dia diajarkan untuk menjual khodam-khodam, penglarisan, pengasihan, dan sebagainya.         “Mas Aden jualan khodam?”         “Ya, mau khodam apa saya bisa mendatangkan dan mengisinya untuk Anda,” Aden mengeluarkan gawainya dan membuka galeri yang berisi aneka macam khodam.         “Ada naga,”         “Wah, keren naga. Untuk apa khodam naga itu?”         “Buat para bos sangat cocok,” Aden meminta Pak Ardhan agar membaca kegunaan dari khodam-khodam Naga tersebut.  ✔ BERWIBAWA ✔MEMPERTAJAM ISTING KEPEKAAN BATIN ✔ PAGAR GOIB DIRI SENDIRI ✔DI SEGANI LAWAN DI SENANGI KAWAN ✔GERTAKAN MUSUH/CIUT ✔PAGAR GOIB RUMAH/TOKO ✔TENAGA DALAM/KONTAk ✔MENYEMBUHKAN KENA GUNA"/SANTET ✔ NETRALISIR TEMPAT TOKO/RUMAH ✔SILAT GOIB KAROMAH. ✔MEDIUMISASI ✔SEMBUHKAN ORANG KESURUPAN ✔RUKIAH ✔MEMBUANG AURA NEGATIP MENJADI POSITIP ✔MEMBENTUK PAGAR GOIB PENANGKAL SANTET/TENUN DITEKSI BENDA PUSAKA- ✔MENCARI KEBERADA'AN BENDA PUSAKA ✔MENARIK BENDA PUSAKA ✔MASUKAN JIN DALAM BOTOL- ✔MEMBUAT MEDIA PENGLARIS USAHA ✔MENGUNCI ILMU LAWAN         “Wah, banyak sekali…, berapa harganya?” Pak Ardhan sangat tertarik untuk memiliki khodam baru tentunya yang sesuai kegunaan dengan dirinya.     “Sini saya bisiki,” Aden membisiki telinga Pak Ardhan sampai terjadi aksi deal satu sama lain.”     “Baiklah, deal. Satu lagi saya mau tanya,”     “Tentang?”     “Apa Mas Aden bisa mencari orang yang hilang?”     “Insya Allah, atas izin Allah bisa,”     “Carilah Liliana,”     “Liliana? Kenapa dengan Liliana?” Aden, mendelik. Begitu juga dengan Bayu dan Djani yang terkejut mendengarnya.     “Dia kabur dari rumah, coba kau lihat dia ada di mana. Karena saya diminta ayahnya untuk mencari Liliana sampai ketemu,” Terlihat air mata lelaki itu tergenang diantara bola matanya, menahan rasa sesal yang ada.     “Siap, sekarangpun akan saya terawang!’     Pak Ardhan beranjak keluar dari warung dan menyalakan sebatang rokok sambil bersandar di sisi mobilnya. Menatap langit yang mana hujan baru saja reda. Artinya sebentar lagi perjalanan akan berlanjut dan dimulai.     “Ke mana kau pergi, Liliana?”                                                                             * V.I.N.D.Y         Vindy merengut, bibirnya cemberut seperti jeruk purut kering. Dilemparnya gawai yang ada di tangannya itu ke atas kasur sampai terpental dan untung saja tak sampai menghantam tembok.        “Keeeesel!!! Macan uda dibuang sekarang malah pacaran sama Liliana! Sial!! Dukun bego juga!" merasa dongkol atas usahanya yang sia-sia. Malah membuat pasangan itu semakin melekat saja.         Temannya, Sabrina datang menghampiri dan menyapanya. “Hei, ada apa lagi?”         “Si cewek ganjen sok alim itu bikin bosku jatuh cinta sama dia, sialan!”         “Loh, kok bisa? Kan kemarin cincin yang ada khodamnya itu uda diambil,”         “Iya, jadinya dia belum ada kesempatan ketemu aku eh tapi ketemu si cewek itu akhirnya jatuh ke Liliana. Tau nggak, kemarin aku nelpon by video ke Pak Ardhan. Eh, ternyata yang angkat itu si Liliana. Terus Pak Ardhan lagi dalam posisi ciumin dia lagi,”       Vindy sampai merobek-robek kertas tissue saking kesalnya.         “Terus gimana?” Sabrina ikut merasa prihatin mendengarnya.         “Dipelet kemarin udah, ga bertahan lama. Mendingan diguna-gna aja dia, beres!” tiba-tiba terbesit sebuah ide di dalam pikiran jahatnya.           “Santet?”                 Vindy mengangguk, “Iya, itu jurusku yang terakhir untuk mengusir Liliana jauh-jauh dari hatinya.” Pun dia merasa resah saat melihat jam terbangnya sangat padat. “Tapi aku uda ga bisa keluar, Sab…”         “Kenapa?”         “Ya, aku harus ngetik. Kemarin uda taken kontrak lagi,”         “Ya udah, kasih aku fotonya aja nanti aku kirim ke Mbah dukun yang aku kenal bisa, OK.”         “Sip-lah!”                                                             *   ˜”*°•.˜”*°• Akulah seorang gadis remaja, akulah seorang gadis belia, akulah seorang wanita... detik demi detik terus berlalu, rasa resah  menyelimuti diri selalu, kegelapan dan kegelapan terus menghantui setiap waktu... •°*”˜.•°*”˜   [Liliana] Halte Bus Pesan chat masuk:-Liliana, kau di mana?[venus] Liliana sambil menunggu mobil angkutan umum datang, di kala sendirian itu. Dia menulis coretan-coretan tokoh karakter yang akan dimasukkannya ke dalam naskah novel. Tiba-tiba saja nama Arvita Theeta masuk ke dalam pikirannya. Dan Liliana mulai menggambar karakter tokoh yang sesuai dengan kepribadian si Arvita Theeta sendiri. Karakter Tokoh : ARVITA THETA Namanya adalah Arvita Theta, salah satu tokoh yang tinggal di Padepokan dan sudah lulus juga memiliki pekerjaan dalam bidang pengobatan sebagai seorang Tabib, pembaca aura seseorang, pemikir dan juga suka membahas tentang vibrasi-vibrasi alam juga sesuatu yang akan terjadi, menyukai nomor-nomor tertentu yang sama sesuai prediksinya. Seorang indigo yang tak mau dibilang indigo. Karakternya yang baik dan penuh empati membuatnya tak ingin menyakiti hati siapapun. Dia adalah teman keempat Liliana saat Liliana bertandang ke Padepokan. Seseorang yang melihat Liliana sedang mencari siapa dirinya sendiri, akan jati dirinya. Arvita Theta, si wanita unik dan sudah pernah menikah. Hidupnya selalu penuh dengan tebakan yang sudah terjawab sendiri. Penolong Liliana dan yang memecahkan misteri pada diri Liliana, tentang monster-monster yang mengelilingi Liliana selama ini. Kemudian yang kedua, Liliana mulai menulis karakter tokoh si Kakak Tirta ke dalam coretan kertasnya: Kaka –Mbah Tirto Usia : 35 tahun Nama Kaka Tirta- panggilan senior di Padepokan Meditasi Tunggal adalah Mbah Tirto. Tapi Liliana memanggilnya Kaka. Adalah seorang ahli supranatural yang terpanggil untuk menjaga Liliana yang sedang melakukan riset untuk penulisan cerita bertema supranatural dan dunia kegaiban. Dengan ilmu yang dimilikinya dan yang mendirikan Padepokan. Dia bisa melindungi Liliana dari serangan- serangan gaib dari berbagai macam penjuru. Status masih single. Belum menemukan kekasih yang sejati. Karakter fisiknya: Muka tegas, hidung mancung, telinga lebar, ada tahi lalat di bawah dagu. Dahinya mengkilap dan sedikit ada tonjolan di tengahnya. Alis tebal seperti orang Jepang, rambut lurus dan panjang diikat. Kulit sawo matang. Kaka Tirta adalah seorang vlogger yang suka mempost video-video tentang kegiatan supranatural atau berbagai macam informasi yang berkenaan dengan dunia gaib. Membasmi iblis dan setan tanpa kenal pandang bulu adalah tujuannya. Ikhlas membantu yang membutuhkan asal percaya dengan dirinya. Tidak suka orang labil. Ketegasannya membuat Liliana patuh dan percaya penuh. Dia mempersilahkan Liliana untuk menjadi murid di Padepokan, tapi Liliana menolak dengan alasan dia tidak ingin membuka gerbang gaib. Diketahui pula ternyata saat itu, di dalam tubuh Liliana bertengger sesosok genderuwo yang sudah bersemayam di tubuh Liliana selama 10 tahun. Dan Kaka Tirta=lah yang menghilangkannya. Meski gadis itu masih saja merasa seperti ada. Karena terpengaruh oleh kata-kata ahli supra lain yang mencoba untuk memanfaatkan Liliana yang sedang butuh bantuan. Kaka Tirta meminta agar Liliana meninggalkan dukun-dukun mata duitan saat Liliana mencarinya sekadar untuk mencari tahu apa pesan yang akan disampaikan oleh Kakek penjaganya. Sebab Liliana tidak dapat berkomunikasi dengan penjaga gaibnya. Pada suatu hari, Liliana merasa punggungnya terbakar dan lemah, tiba-tiba jatuh sakit. Liliana memberitahu Kaka Tirta tentang kondisinya yang mendadak jatuh sakit. Ternyata Liliana mendapatkan kiriman Kuntilanak dari seseorang yang tidak menyukainya. Dan diminta untuk menghindari konflik dengan orang yang memiliki ilmu. Kaka Tirta adalah sosok yang baik, menjadi guru di Padepokan dan membimbing Liliana agar bisa selesai menggarap naskah ceritanya. Di dalam perjalanannya ternyata sesuatu tak diduga muncul, ketika makhluk Gendruwo itu kembali muncul karena dia ditangkap oleh dukun-dukun mata duitan yang awalnya berhubungan dengan Liliana sebelum bertemu Kaka Tirta. Permusuhan itu terjadi karena dia dianggap mencuri hati dan menghipnotis Liliana agar meninggalkan ketiganya dan terfokus padanya.                                                                                         *                  Liliana keasyikan menemukan ide selama hujan mengguyur kota dan dirinya berada sendirian di tengah kesunyian. Dalam dingin yang terasa tak sadar ilham mulai bermunculan di tengah rasa kosong. Menikmati setiap goresan pena di atas kertas sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan novel yang akan digarapnya itu jadi. Tak sadar ada mobil berhenti tepat di depannya dan penumpang mobil itu keluar untuk datang menghampiri Liliana. Liliana betul-betul tidak memperhatikan apapun selain bergulat dengan imajinasi-imajinasinya sendiri. Dia sedang berada di dunianya sendiri.             “Liliana,” namun, suara yang terdengar khas itu ternyata mampu menghentikan gerakan tangan dan pikirannya. Dia kenal betul suara lelaki yang ada di hadapannya. Liliana mendongakkan wajahnya ke atas menatap seraut wajah penuh rasa cemas berdiri menatapnya.             “Pak Ardhan?”             “Kamu.., baik-baik saja kan?” tanyanya dengan nada getir. Lelaki bertubuh tegap itu duduk berjongkok di depannya sambil meliha ke arah kertas-kertas yang dipegang Liliana.             “Apa ini?”             Liliana tersenyum, “Ini, saya baru temukan ide cemerlang untuk novel pesanan Pak Ardhan. Saya memang nggak jago nulis novel dunia gaib, tapi akhirnya di sini, di tempat ini saya malah menemukan idenya.”             Pak Ardhan menetes air matanya saat melihat kegigihan Liliana, di tengah masalah dirinya sendiri yang belum terselesaikan. Dirinya mampu untuk bersikap profesional dalam pekerjaan yang digelutinya meskipun melibatkan perasaan.             “Lupakan ini,”             “Tapi, ini novelnya harus jadi kan?”             “Sudahlah, saya minta maaf karena telah memaksa dan menekanmu untuk menulis novel dunia gaib sedangkan kau tidak bisa.”             “Saya bisa kok, Pak!”             “Sudahlah, kita pulang saja,”             “Tidak mau,”             “Lili, kita akan menikah,”            “Pak, saya…tapi saya ini harus menyelesaikan ini, ini hutang saya, dan saya harus membayarnya,”             “Sudah lunas, tapi menikahlah denganku,”             Liliana terdiam, dia memutuskan untuk kabur dari rumah lantaran ayahnya ingin agar Liliana segera menikah dengan Pak Ardhan. Dia kabur karena takut semua masalah malah bertambah runyam. Niat yang seharusnya menjadi tak seharusnya.             “Saya tidak suka orang yang suka bercanda, apalagi tentang pernikahan,” Liliana melengos.             “Liliana, saya sungguh-sungguh akan bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan padamu,”             “Tidak perlu,” Liliana bangkit dari kursi dan menjaga jarak dari Pak Ardhan.             “”Saya serius,”             “Tapi saya tidak mencintai Anda, Pak…,”             “Lili, tapi saya mencintaimu,”             Liliana turun ke bawah dan berusaha menghindari Pak Ardhan. Saat itu si Aden, Bayu dan Djani menghadang laju Liliana.             “Minggir nggak?”             “Lili jangan kabur lagi, ayahmu mencarimu, kasian ayah dan ibumu, pulanglah…” Pak Ardhan menarik lengannya.             “Menikah tanpa cinta mana bahagia?”             “Tapi saya mencintaimu,”             “Bukan, Anda mencintai karena tanggung jawab saja, bukan cinta. Pak Ardhan mencintai Vindy. Saya pernah melihat kalian tidur bersama dan waktu itu saya menelpon Pak Ardhan by video call. Anda tahu? Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri! Jadi, buang jauh-jauh pikiran kata cinta itu, buang jauh-jauh. Saya akan tetap menyetorkan naskah itu sesuai jadwal.”             “Tidak perlu lagi,”             “Kenapa? Bukannya Pak Ardhan pengen banget novel ini?”             “Jadwalmu sudah saya undur,”             Liliana terdiam, “Maksudnya?”             “Ya, Vindy sudah menggantikanmu. Kamu bisa istirahat dan memikirkan acara pernikahan kita,”  ujarnya mengejutkan hati Liliana.                                   “Tega begitu? Pak Ardhan sudah meniduri Vindy,”          “Lili! Asal kau tau, Vindy itu main guna-guna! Dia pakai pelet buat menarik hati saya. Itu bukan dari  hati saya yang sesungguhnya!” jelas Pak Ardhan mencoba untuk menekankan pada Liliana.        “Bohong!”         “Tanya saja sama si Aden, Bayu dan Djani. Saya ke sini juga tadi menemuinya dulu dan tanya. Kau tau Lili, dia itu wanita licik dan jahat! Dia mencoba untuk menjebak saya agar mencintainya. Sayangnya, akal bulus itu selalu ketahuan.” Sambungnya menjelaskan.             "Apa”                                                             *                                                                                                                              “Menikah tanpa cinta mana bahagia?”             “Tapi saya mencintaimu,”             “Bukan, Anda mencintai karena tanggung jawab saja, bukan cinta. Pak Ardhan mencintai Vindy. Saya pernah melihat kalian tidur bersama dan waktu itu saya menelpon Pak Ardhan by video call. Anda tahu? Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri! Jadi, buang jauh-jauh pikiran kata cinta itu, buang jauh-jauh. Saya akan tetap menyetorkan naskah itu sesuai jadwal.”             “Tidak perlu lagi,”             “Kenapa? Bukannya Pak Ardhan pengen banget novel ini?”             “Jadwalmu sudah saya undur,”             Liliana terdiam, “Maksudnya?”             “Ya, Vindy sudah menggantikanmu. Kamu bisa istirahat dan memikirkan acara pernikahan kita,”  ujarnya mengejutkan hati Liliana.                                      “Tega begitu? Pak Ardhan sudah meniduri Vindy,”             “Lili! Asal kau tau, Vindy itu main guna-guna! Dia pakai pelet buat menarik hati saya. Itu bukan dari hati saya yang sesungguhnya!” jelas Pak Ardhan mencoba untuk menekankan pada Liliana.            “Bohong!”            “Tanya saja sama si Aden, Bayu dan Djani. Saya ke sini juga tadi menemuinya dulu dan tanya. Kau tau Lili, dia itu wanita licik dan jahat! Dia mencoba untuk menjebak saya agar mencintainya. Sayangnya, akal bulus itu selalu ketahuan.” Sambungnya menjelaskan.            "Apa”*                                                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD