04

935 Words
CELIA menyentuh kerah kausnya, lalu menariknya naik-turun berulang kali hingga benar-benar memperlihatkan belahan dadanya. "Gue nggak menggoda apa gimana? Sampai dia lempeng banget gitu ngelihat gue? Emang nggak doyan apa gue yang nggak menarik, ya?" Bibir cantik itu maju beberapa senti. Kakinya mengentak keras ke atas lantai seraya berjalan menuju dapur untuk lekas menyantap makan malam buatan Axel yang sudah terhidang di meja bar kecil yang memisahkan dapur. Dia menghela napas panjang. "Dia itu udah kaya, baik banget, bisa masak, kalem, nggak suka marah-marah, nggak m***m juga. Beneran calon sempurna buat jadi suami ideal. Kalau aja gue bisa jadi istri dia, selain bakal kaya raya, gue bisa dapat cowok paling setia yang pernah ada," gumamnya pada dirinya sendiri. Celia menghentikan acara makannya, lalu menatap lurus makanan yang dibuatkan Axel untuk makan malam mereka. Rasanya lezat, padahal ia kira rasanya akan biasa saja, tapi kenyataannya dia salah sangka. "Bener-bener beruntung banget calon istrinya, eh, dia udah punya calon atau belum, ya?" Celia menghentikan acara makannya. "Apa dia nggak kegoda gara-gara dia udah punya pacar, ya?" Celia mendesah panjang. "Kalau dia udah punya pacar, ngapa dia mau bawa gue pulang, sih?" Celia mendengkus, agak kesal karena memikirkan hal itu. "Eh, tapi ... masih pacar, kan, masih bisa putus." Mata yang semula terlihat sayu itu kini kembali berapi-api. "Jadi gue godain aja terus, kali aja dia suka sama gue terus mau jadiin gue istri sahnya?" "Udah selesai makannya?" Suara itu membuat Celia terlonjak, dia menoleh cepat. Penampilan Axel dengan kaus basah yang mengetat di beberapa bagian tubuh dan rambut basah yang airnya masih berjatuhan mulus di lehernya membuat Celia menelan ludahnya susah payah. Seksi banget, gila! batinnya menjerit histeris. Udah ganteng, seksi, kaya, baik hati, pinter masak, nggak mudah kegoda. Buset, apa yang kurang dari dia coba? "Malah mupeng." Axel mendengkus. Dia mendekati meja, melirik makanan Celia yang baru berkurang separuh membuat Axel tersenyum tipis. "Enak?" tanyanya. Celia mengangguk. "Nggak nyangka gue, kalau cowok kayak lo ternyata pinter masak," pujinya tulus, walau agak sedikit mengejek. Axel mendengkus. "Udah biasa kayak gitu. Nggak ada yang percaya kalau gue bisa masak." Axel menarik kursi di sebelah Celia lalu mulai mengambil nasi panas yang baru matang beberapa menit lalu. "By the way, lo bawa handuk berapa? Gue lupa nggak bawa handuk waktu packing ke sini." Celia tersenyum tipis. "Handuk gue kecil, warnanya pink, mau makai?" Axel membayangkan sembari tersenyum tipis. "Nggak, deh. Gue beli aja nanti." "Gue ikut, ya?" Celia menatap Axel dengan wajah berbinar-binar. "Mau beli apa? Lo nggak punya duit, inget, lo harus hemat." Bibir cantik itu sontak maju beberapa senti. "Iya, beliinlah, gue mau beli sampo, sabun, pasta gigi, terus—" "Emang nggak ada di kamar mandi?" Axel ingat betul masih menyimpan persediaan seperti itu di kamar mandinya, karena masa expirednya sangat lama, jadi ia menyimpan banyak. "Perasaan gue masih punya stok." "Itu kan punya cowok, aromanya laki banget, gue kan cewek, masa pakai punya cowok, sih?" Celia cemberut. "Boleh, ya? Sekalian gue mau beli pembalut atau lo mau beliin gue pembalut?" Axel menghela napas kasar. Dia lupa kalau dia tinggal bersama makhluk bernama perempuan yang bisa datang bulan. Makhluk merepotkan yang sedang merecoki hidup tenangnya. "Oke, tapi ganti baju lo dulu." *** Sebenarnya, Axel ingin membiarkan Celia belanja sendiri. Namun, dia tidak bisa melepaskan perempuan itu, apalagi membiarkannya mengambil benda aneh-aneh untuk menguras isi kantongnya lebih lanjut. Jadilah, dia terpaksa ikut. Mengekori Celia yang sedang menelusuri rak berisi sampo, sabun mandi cair untuk perempuan, hand body, parfum, dan pembalut berwarna-warni yang membuat Axel mengernyitkan dahi. "Kenapa beli dua?" Celia menatapnya dengan wajah polos. Dia mengambil yang warna hitam. "Ini buat malam, terutama pas hari lagi deras-derasnya," dia lalu mengambil yang oranye, "ini buat hari biasa, pas udah mau selesai." "Ada jadwal makainya gitu?" Axel menyipitkan mata menatap Celia tidak percaya. "Ada, dong, kalau cuma yang ini dipakai pas hari deras, gue bisa ganti tiga sampai lima kali sehari," jelasnya sabar sambil mengangkat-angkat pembalut dengan bungkus oranye ke udara. Axel geleng-geleng kepala. Otaknya mulai berpikir, seberapa banyak darah yang dikeluarkan perempuan jika saat bulanannya tiba. Lalu, dia bergidik ngeri sendiri membayangkannya. Celia tiba-tiba mendekatkan tubuhnya ke arah Axel hingga dadanya menempel di lengan laki-laki itu. Axel melotot. Celia mengedipkan sebelah matanya. "Lo nanya-nanya begini bukan karena mau transgender jadi cewek, kan, Xel?" "Amit-amit!" Axel menarik diri, memelototi Celia yang tidak tahu malu menempel-nempel padanya. "Jangan suka nempel-nempel kayak perangko ke gue, gue nggak suka," katanya, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada aksi Celia beberapa saat lalu. Celia cemberut. "Terus, gue harus nempel siapa? Tembok gitu?" Axel mendelik. "Nggak gitu juga. Intinya jangan nempel-nempel begitu." "Kenapa nggak boleh nempel-nempel, sih? Ada yang marah, ya?" Celia bertanya dengan nada menggoda yang membuat Axel menghela napasnya kasar. Bukan masalah ada yang marah atau tidak, tapi apakah dia akan tergoda atau tidak. Jika pengendalian dirinya masih sama seperti sebelum-sebelumnya, mau ditempelin semalaman penuh tanpa busana juga dia tidak akan tergoda sama sekali. Masalahnya, tadi saat ia melihat Celia mengenakan kaus dan hampir memamerkan belahan dadanya, otak Axel sudah berkeliaran ke mana-mana. Entah pengendalian dirinya yang lenyap atau Celia memang memiliki sesuatu yang bisa membuat Axel lepas kendali, termasuk emosi yang biasanya ia redam, bisa dengan mudah tersulut hanya karena ulah kecil perempuan itu. "Xel, lo jadi beli handuk, nggak?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Axel kembali menatap Celia. "Mau milihin handuk buat gue?" tanyanya balik. "Emang boleh?" Axel mengangguk. "Kita cari tempatnya dulu, lo yang milih." Karena kebetulan, Axel sedang mager mencari-cari beberapa handuk yang pas untuk dia kenakan. ____ Revised 03/03/2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD