Sinopsis
Lima tahun lalu, Aurelia Camelia ditinggalkan dalam diam—tepat saat dunia kariernya mulai bersinar dan hatinya baru belajar mencintai. Elvarian Alghazi, pria ambisius yang mencintainya sepenuh jiwa, memilih pergi tanpa penjelasan, membawa serta mimpi dan janji yang mereka bangun bersama.
Kini, takdir mempertemukan mereka kembali. Aurelia telah menjadi fashion designer ternama dengan reputasi elegan dan visioner, sementara Elvarian menjelma menjadi CEO muda dari konglomerat raksasa yang justru menjadi penyelamat bagi brand Aurelia yang hampir bangkrut.
Dipaksa bekerja dalam satu proyek kolaborasi eksklusif, mereka kembali bertatapan—tidak lagi sebagai sepasang kekasih, tapi sebagai dua orang dewasa yang memikul luka, dendam, dan rasa yang belum selesai.
Mereka bilang waktu menyembuhkan segalanya. Tapi bagaimana jika waktu justru menyimpan semua emosi yang tak sempat tuntas?
Elvarian datang kembali bukan sebagai pria yang ia kenal dulu—melainkan sebagai pemimpin dingin dengan sorot mata penuh rahasia. Di sisi lain, Aurelia bukan lagi gadis rapuh yang bisa dikhianati sesuka hati. Namun dunia tidak sesederhana “kembali atau tidak kembali.”
Ada Nadine, tunangan Elvarian dari keluarga konglomerat yang takkan tinggal diam jika posisinya terancam. Ada persaingan dari sesama desainer yang ingin menjatuhkan nama Aurelia di tengah sorotan media. Dan lebih dari itu, ada rahasia besar yang tersembunyi di balik alasan perpisahan mereka dahulu—alasan yang jika terbongkar, bisa menghancurkan segalanya.
Di tengah intrik bisnis, tekanan sosial, dan kemelut batin yang tak berkesudahan, Aurelia dan Elvarian kembali bertanya pada diri sendiri:
Apakah cinta yang pernah hancur bisa tumbuh kembali dari puing-puingnya?
Atau semua ini hanya godaan nostalgia yang akan kembali menghancurkan hati mereka?
Ketika proyek kerja sama berubah menjadi permainan emosi yang mengancam kestabilan hati masing-masing, Aurelia harus memilih: bertahan dalam ego dan luka, atau memberi kesempatan kedua untuk cinta yang belum selesai.
Sebuah kisah tentang janji yang terlupakan, luka yang terpendam, dan cinta yang tak pernah benar-benar mati.
Dan saat semuanya kembali ke titik awal, hanya dua kalimat yang tersisa:
“Dulu kita punya alasan masing-masing. Aku gak mau saling menyalahkan.”
“Gapapa, aku gak dendam lagi kok.”
Namun yang tidak pernah Aurelia sadari, Elvarian tak pernah berhenti mencintainya—bahkan saat ia pergi, bahkan saat ia berdiri di sisi wanita lain. Setiap keputusan yang ia buat lima tahun lalu adalah untuk melindungi Aurelia dari kebenaran yang terlalu pahit untuk dihadapi. Tapi waktu tak bisa terus disalahkan. Kini, Elvarian harus memilih: mempertahankan topeng logikanya, atau menanggalkannya demi memperjuangkan cinta yang tak sempat ia tamatkan.