01

1250 Words
Chapter 01 "Tiga menit lagi kita ke aula barat," Lelaki keturunan Aceh yang biasa disapa Fathur itu memberikan aba-aba pada tim komdis atau yang lebih dikenal sebagai tim evalitbank—entah singkatan dari apa itu yang tau cuman tim evalitbank sendiri. "siap kan?"   "SIAP!" anggota tim evalitbank yang terdiri dari empat orang lelaki—termasuk pemuda ganteng bernama Fathur—dan delapan orang perempuan itu menyahut dengan semangat. Sebentar lagi mereka beraksi.   Mereka akan menjadi orang yang paling bahagia ketika melihat para mahasiswa baru menunduk ketakutan sampai mengeluarkan air mata.   Tapi mereka akan menjadi orang yang paling sedih kalau melihat maba malah cekikikan dan bisa membaca skenario drama ospek mereka.   "Yang mimpin kali ini siapa?" tanya Abin yang baru selesai mengunyah cilok yang dia beli dari warung Bi Yuri, konon cilok ini enaknya kebangetan sampe susah buat berhenti ngunyah.   "Chan aja," usul Naya sembari menunjuk lelaki yang sedang memainkan hago. "tim evalitbank baru dong yang harus mimpin. Kalo Fathur sama Abin mah dah bosen."   Anggota perempuan evalitbank mengangguk. "Yups!"   Lelaki bernama lengkap Chandra Immanuel atau yang biasa disapa Chan itu mendengus sebal. "Jangan gua dong. Jeyhan aja lah." Chan malah menunjuk laki-laki yang sedang memakan mie ayamnya dengan terburu-buru. Jeyhan menoleh, matanya melotot kaget. "GUAH?" tanyanya tak jelas karena anak semester 3 jurusan teknik arsitektur itu masih dalam keadaan mengunyah mie. "ogah ih."   Fathur dan Seje hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya siapa sih yang milih dua anak ini sebagai tim evalitbank? Lagian masa cuman mimpin sambil teriak-teriak: HIDUP MAHASISWA! Masa ga mau sih?   "Yaudah, gimana kalo kalian berdua yang mimpin kali ini," usul Hayi, masih dengan wajah judesnya yang tidak bisa diubah sekalipun Abin nyanyi lagu abdullah di hadapannya. "Chan yang teriak-teriak, terus entar yang marah-marah Jeyhan? Setuju?"   Chan dan Jeyhan sama-sama melotot. "Ga—" "SETUJUU!"   Kedua anak manusia yang lahir di tahun yang sama itu hanya bisa mengelus d**a ketika yang lain menyetujui hal ini. Kalo sudah begini apa yang bisa mereka lakukan? Toh mereka hanya anak semester tiga yang gabut dan kebetulan malah diajak gabung ke tim evalitbank.   Chan dan Jeyhan berharap suara mereka tidak langsung hilang setelah teriak-teriak di aula barat.     "HIDUP MAHASISWA!"   Suara Chan yang sengaja di buat bulat menggema di Aula Barat yang diisi ratusan mahasiswa baru yang sebenarnya belum sah di sebut Maba karena ospek belum selesai.   Para maba yang sedang duduk di kursi khas perkuliahan menyahuti teriakan Chan dengan kalimat yang sama.   "HIDUP MAHASISWA!"   Chan dan para maba saling sahut menyahuti, sampai akhirnya semua tim evalitbank ada di depan panggung. Ah tidak, sebenarnya tim evalitbank menyebar di sudut-sudut ruangan, memberikan kesan lebih mengintimidasi dan menyeramkan pada maba yang sedang tegang itu.   Suasana albar menjadi tegang ketika tim komdis sialan ini masuk setelah Pak Jiwaipi selesai memberikan materi. Bahkan tingkat ketengangannya lebih dari kemarin, mungkin efek dari Chan yang terdengar lebih menyeramkan daripada suara Abin.   Mana lagi Chan memang mempunyai tatapan yang judes bin galak yang terlihat alami—beda dengan Abin dan Fathur yang dibuat-buat—para maba yang melihatnya malah merinding sendiri. Serem jinja.   "Kami, dari tim evalitbank akan mengecek seluruh atribut dan tugas kalian," yang menjadi MC dadakan evalitbank kali ini adalah Jennie Ambarita, anak semester 5 kedokteran gigi yang tatapannya ga kalah judes dari Chan. Suaranya pun khas dan cocok untuk menakuti para maba. "pertama kami akan periksa atribut kalian."   "YANG MERASA BEDA, SILAHKAN MEMISAHKAN DIRI." Jeyhan memulai aksi marah-marahnya, udah sepaket sama muka dingin khas pemuda suku Sunda yang bernama lengkap Jeyhan Marzuki Waluya itu.   Plak. Fathur menepuk b****g Chan, sehingga pemuda yang baru saja akan melanjutkan permainan Hagonya yang tertunda menoleh pada Fathur, mata Chan seolah bertanya, 'Apa?'   Fathur tidak menjawabnya dengan ucapan, melainkan dengan gestur tubuh; dia menunjuk Jeyhan dengan dagunya.   Utungnya Chan peka, jadi ia turun tangan juga. "YANG MERASA ATRIBUTNYA SALAH, SILAHKAN MEMISAHKAN DIRI. JUJUR!"   Chan dan Jeyhan memang perpaduan yang sempurna untuk membuat yang lain takut. Tanpa perlu menunggu lama, para maba yang merasa salah pun langsung berdiri memisahkan diri. Tak lupa, Chan dan Jeyhan juga mencari para maba yang melakukan kesalahan. "KAMU YANG PAKE LIPSTICK, KEDEPAN!"   "ITU KAMU, YANG GA PAKE NAME TAG, KEDEPAN!"   "KAMU YANG HIJABNYA TIPIS, KEDEPAN!"   "KAMU YANG PAKE SEPATU HIGH HEELS KEDEPAN!"   Tim evalitbank yang lain pun ikutan menyuruh maba yang melakukan kesalahan untuk kedepan. Tapi tentu saja ga pake acara bentak-bentakan kaya yang dilakukan Chan sama Jeyhan, alias lebih kalem.   Banyak sekali maba yang berdiri depan panggung, bahkan hampir setengahnya. Jelas ini membuat tim evalitbank bahagia.   Bahagia karena punya bahan untuk memarahi para maba dan membuat mereka ketakutan.   Licik emang.   "Kamu," Chan menunjuk anak perempuan yang sedikit lebih pendek darinya, dia kedepan karena ga pakai name tag. Entah kenapa sejak menyuruhnya kedepan, Chan merasa anak itu menarik perhatiannya, mulai dari wajahnya yang cantik meskipun memiliki kantung mata hitam legam kaya panda, kulitnya yang sangat putih sehingga dia sangat mencolok ketimbang maba lain, dan tentu bibirnya yang berwarna pink juga seolah memanggil Chan untuk membawanya kedepan sini. "kenapa tidak memakai name tag? Tau kan name tag itu wajib."   Perempuan itu perlahan mengangkat kepalanya, dia menatap Chan dengan lurus. Sialnya Chan yang malah deg-degan. 'Shit.'   "Izin menjawab," perempuan itu berkata dengan formal, dia masih menatap Chan meskipun tangannya tampak sedikit gemetaran. "saya Hana Nandhika, nim ..." cewek bernama Hana itu menundukan kepalanya, berniat mengecek nim di nametag tapi dia baru sadar kalau dia ga pake name tag. g****k emang. "em nimnya lupa, saya dari sektor delapan C."   'Oke Chan, namanya Hana Nandhika, sektor delapan C. Jangan lupa.' Chan mulai mengingatnya.   "Pftt." sebenarnya yang lain termasuk Chan ingin tertawa ketika cewek itu berkata dengan polosnya kalo dia lupa nimnya sendiri. Polos dan imut, Chan sadar itu ketika Hana sedikit tersenyum untuk menutupi kebodohannya. Akan tetapi tuntutan akting ini menyuruh mereka untuk tegas.   "Saya tidak memakai name tag karena tadi name tag saya dipinjam oleh teman saya," kata Hana dengan tegas. "terimakasih."   Mungkin Hana pikir dengan mengucapkan hal itu, para tim evalitbank akan berhenti menjadikan dirinya pusat perhatian. Tapi sialnya Jeyhan malah menghampirinya. "Dipinjam? Memangnya teman kamu ga pake name tag sampe harus pinjem punya kamu? Dan lagian name tag itu  bagian dari identitas diri, terus kenapa kamu minjemin name tag kamu?"   "Saya meminjamkan name tag saya karena pertama name tag temen saya kecebur ke got pas  wudhu sebelum sholat duha, talinya basah dan kotor sementara baju yang kita pakai sekarang adalah kemeja putih. Toh kalo dipaksa dipake pun nanti sholat dia ga akan sah," ucap Hana menjelaskan.   Jeyhan mengangguk mengerti, walaupun masih terkesan dingin dan kaku.   Hana menghela napasnya lalu melanjutkan. "kedua, dia sekarang lagi ke UKS karena maagnya kambuh, dan sebelum keluar pasti harus pakai name tag, kalo enggak ga bisa keluar. Jadi saya meminjamkan name tag saya agar teman saya itu bisa ke UKS."   "Kamu mau jadi 'sok' pahlawan disini?" tanya Chan dengan nada sinisnya. Matanya masih mengawasi Hana dengan sesakma, bermaksud mengintimidasi maba itu. "kan bisa keluar albar tanpa name tag asal di kasih tau alasannya. Dan lagi," Chan mendekatkan wajahnya dengan wajah Hana.  "apa kami bisa percaya kalau kamu tidak berbohong?"   "Saya bukan jadi sok pahlawan, saya tidak ingin teman satu sektor saya yang perutnya sudah sakit jadi tambah lama keluar cuman gara-gara ditanya soal name tag," balas Hana setelah mundur satu langkah. "saya tidak berbohong, untuk bukti silahkan tanya pada teman satu sektor saya. Dan kalau kakak tetap ga percaya, itu urusan kakak, tapi saya yakin yang diatas maha tau kok."   "Cih." Chan hanya mendelik sok judes setelah mendengar ucapan Hana barusan, Jeyhan juga melakukan hal yang sama. Mereka bingung mau berdebat apa lagi dengan gadis bermata panda itu.   Tim evalitbank lain juga bingung mau berdebat apa, toh sepertinya si Hana ini enggak bohong. Daritadi matanya terus menatap Chan, ga lari kemana-mana. Meskipun tangannya sedikit gemetar, tapi ucapannya tidak. Menandakan bahwa anak ini berkata dengan jujur.   Jadinya mereka berniat mengintrogasi maba lain secara random.   Namun sebelum Chan pergi dari hadapan Hana, matanya melirik Hana sekilas. Menghafal wajahnya.   'Namanya Hana Nandhika, Sektor delapan C.' ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD