Chapter 4 - Terindah

596 Words
Ira membuka celanaku. Karena aku tak ingin sendirian, aku juga melepas lembaran demi lembaran kain terakhir yang menutupi raga Si Kalem. Kini aku bisa menikmati keindahan sempurna istriku dengan leluasa. Ira tersenyum manis, "Mau diliatin aja?" tegurnya. Ya enggak lah. Aku mendorong tubuhnya ke belakang dan membuat dia rebah di ranjang. "Mas, biar Ira aja ya?" bisiknya. Aku menggelengkan kepala. "Nggak pa-pa. Aku mau bikin Ira bahagia," jawabku. Ira meraih kepalaku dan mencium keningku, "berdoa dulu Mas," bisiknya pelan. Aku memejamkan mata sejenak, meminta perlindunganNya dari campur tangan setan dan diberi anak yang sholeh-sholehah, nggak kayak Bapaknya yang b***t. Wkwkwkwk. Setelah itu, aku menikmati apa yang menjadi hakku. Tubuh Ira kujelajahi dari atas sampai ke bawah dengan bibir dan lidahku. Ira berkali-kali mendesah dan menggelinjang. Aku juga meninggalkan bekas cinta dimanapun aku mau. Di perutnya, di pahanya, di betisnya, tanda merah bertebaran dimana-mana. Biar aja, toh Ira memang milikku. Tapi aku masih belum menyentuh mahkotanya. Itu hidangan utama yang paling spesial. Dan yang terbaik selalu kusisakan untuk yang terakhir. Aku duduk di samping Ira sambil membersihkan bibirku. Ira yang sedari tadi memegangi adekku dan mengocoknya, membuka matanya yang terpejam perlahan-lahan dan menatapku sayu. Aku tersenyum dan Ira tahu kalau sekarang saatnya hidangan utama dinikmati. Aku menundukkan kepala ke arah mahkota istriku, dan Ira kembali memejamkan mata, dia menggigit bibirnya pelan. Saat bibirku menyentuh mahkota Ira, dia mengeluarkan suara desahan yang terdengar enak dan seksi di telingaku. "Aaahhhhhhh," Itulah alasanku pengen punya rumah sendiri. Aku suka sekali kalau gadisku mengekspresikan dirinya sepuas hati. Jangan ditahan, lepaskan saja. Erangan, desahan, dan teriakan mereka adalah salah satu suara terindah di dunia bagiku. "Mmmmhhhhh," Ira mulai menggerakkan pinggulnya saat aku mulai menggunakan lidahku untuk terus menikmati mahkotanya. Aku makin bernafsu ketika merasakan sensasi rasa asin yang sudah familiar di lidahku. "Maaassss," Ira mendesah dan melihatku dengan tatapan mata memohon. Aku mengangkat kepalaku dan membersihkan wajah dan bibirku dengan tissue yang ada di meja samping ranjang kami. Aku suka cairan kewanitaan Ira, tapi mungkin Ira sendiri nggak suka. Makanya kubersihin dulu, kalau habis ini kami ciuman terus ada rasa asin kan jadi awkward moment pasti. Ira menatapku sayu tak berkedip. Dia menunggu, menunggu untuk nafkah yang akan kuberikan. "Mas, sayangi Ira ya?" pintanya mesra. Aku menganggukkan kepalaku lalu membuka kedua paha Ira. Mahkotanya yang terawat dan dicukur rapi kini ada di depanku. Ira memejamkan matanya dan kembali mengigit pelan bibirnya saat aku memasuki tubuhnya. Aku bergerak pelan dan menikmati setiap ekspresi wajah dan tubuhnya. Dadanya yang bergerak turun naik, matanya yang terpejam, bibirnya yang mengigit dan merintih pelan seolah sedang kesakitan. Aku menikmati setiap detail keindahan dan kecantikannya. "Mmmhhhhhhh," Beberapa menit kemudian, Ira yang awalnya cuma mendesah pasif dan keenakan, mulai ikut menggerakkan pinggulnya. Kami memang menggunakan gaya orthodok biasa, tapi kami tetap menikmatinya. Kedua kaki Ira yang tadinya mengangkang ke samping, tiba-tiba saja mengait ke pinggangku. Gerakan pinggulnya juga makin tak karuan. Ira membuka matanya dan menatapku mesra, dengan cepat dia menarik punggungku dan meletakkan kepalaku di dadanya. "Ira dah mau pipis Massss," bisik Ira tersengal-sengal. Aku pun menghisap bukit kembarnya yang makin mengeras. Kami semakin cepat dan menggila hingga akhirnya Ira tanpa sadar berteriak. "Aaaaahhhhhh." "Massss Aaaaaannnnnnn. Ira pipis Massssss..." "Emhhhhhhh." "Enak Masssssss," Ira memelukku erat sekali, aku juga mulai kehilangan kendali dan tak sampai semenit kemudian, aku menumpahkan calon bayiku ke rahim istriku. Tubuh kami berdua saling berpelukan dengan napas terengah-engah. Setelah sepuluh menitan kami saling berpelukan dan beristirahat, aku berbisik lirih, "Tadi kan dah dibilang jangan teriak." Ira terlihat bingung, tapi hanya sesaat, sedetik berikutnya, dia sudah menyembunyikan kepalanya ke dadaku dengan wajah yang memerah karena malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD