Dia Telah Pergi, Dia Takkan Kembali!
“Semua pabrik yang kita supply barang minta pengajuan pembatalan kontrak, Pak! Mereka semua minta refund ” ucap sekretaris Wira-Arif melalui via telepon.
“Apa? Bagaimana bisa?” ucap wira dengan nada kaget.
“Tiga truk kontainer yang membawa barang kita terjadi kecelakaan beruntun hari ini, Pak! Para mitra ingin mengganti supplier baru dari perusahaan lain”
“Pabrik mana saja yang minta refund?”
“Se..semuanya pak!” ucap sekertaris Wira dengan nada bicara gagap.
“Apa! Semuanya?”
Seketika tubuh Wira terasa menjadi lemas, sedok yang sedang ia pegang untuk sarapan pagi pun seketika terjatuh ke lantai. Ranti-istri Wira dan Namira-anak Wira yang sedang duduk bersama untuk sarapan pagi pun menjadi terkejut melihat Wira seketika menjadi tak berdaya seperti itu. Mereka berdua pun lantas berlari menghampirinya Wira yang sudah duduk bersandar di kursi.
“Kenapa, Pa? Siapa yang telepon?” tanya Ranti.
“Pabrik akan rugi besar, Ma! Hancur sudah semuanya” ucap Wira dengan nada sedih.
“Bagaimana bisa, Pa? Bukannya kemarin-kemarin masih lancar-lancar saja?”
“Semua barang kita dikembalikan. Kita benar-benar rugi besar”
“Astaga! Bagaimana bisa, Pa?” tanya Namira
“Entahlah!”
Selama 15 tahun berdirinya perusahaan tekstil milik Wira, ini merupakan sebuah proyek penjualan barang terbesar yang pernah ia dapatkan karena perkiraan omset keuntungannya mencapai 500 Miliar. Wira sampai rela meminjam ke berberapa teman dan bank untuk mendapatkan proyek ini, setelah semua dana perusahaan dan sebagian besar tabungan pribadi miliknya telah digunakan. Namun sekarang semua itu menjadi hancur seketika, dan entah bagaimana dia harus menutupi semua hutang yang dia miliki.
“Terus bagaimana ini, Pa?”
“Entahlah, Papa mau pergi ke kantor dulu, Papa mau cari kejelasan dari semua ini”
Tanpa berganti baju, dengan segera Wira berangkat menuju kantor nya. Disepanjang jalan, Wira terus berdiskusi dengan asistennya melalui telepon untuk tuk mencari solusi bagaimana caranya agar pabrik yang ia miliki tidak akan benar-benar gulung tikar.
“Kira-kira berapa kerugian yang akan kita dapatkan dari kejadian ini, Rif?”
“Sekitar 350 milyar lebih, Pak! Itu belum termasuk denda karena kita membatalkan kontrak dengan para investor”
“Kalu termasuk denda jadi berapa kira-kira?” tanya Wira.
“Saya juga belum melakukan perhitungan pasti, Pak! Tapi kira-kira mencapai 500 miliar, Pak!”
“Bagaimana dengan uang pabrik, Rif? Kita masih ada sisa saldo berapa?”
“Hemm…tinggal 500 juta pak! Itu pun dana untuk gaji karyawan bulan ini, Pak!”
“Apa kita coba gunakan uang gaji karyawan ini dulu, Pak?” imbuh Arif
“Jangan! Kamu jangan sentuh uang itu! Gaji karyawan akan tetap saya bayar penuh untuk bulan ini”
“Baik, Pak!”
Meskipun masalah yang dihadapi Wira saat ini terasa begitu berat baginya, namun dia tidak ingin karyawan pabriknya ikut merasakan apa yang ia rasakan.
“Kamu tahu pabrik siapa yang mau gantiin kita dalam proyek ini?” tanya Wira kembali.
“Perusahaan Multi Textile milik Pak Ferdi katanya, Pak!” jawab Arif dengan nada gagap
“Sudah ku duga” gumam Wira.
Tanpa berbicara sepatah kata pun lagi, Wira langsung menutup teleponnya. Sudah 10 tahun terakhir pabrik milik Ferdi memang telah saingan pabrik milik Wira. Meskipun diluar Wira dan Ferdi saling menganggap mereka berdua adalah teman, namun memiliki usaha yang bergerak dibidang yang sama, Ferdi sering kali melakukan berbagai kecurangan demi menghambat usaha yang Wira jalankan.
“Apa sebenarnya maunya dia? Apa nggak ada bosan-bosannya mengganggu pabrikku terus-terusan” ucap Wira.
Ini bukanlah kali pertama Ferdi membuat permasalahan bagi pabrik Wira, namun kali ini Wira sudah tidak bisa mentolerir apa yang dilakukan oleh Ferdi, usaha dia terancam akan gulung tikar akibat ulah Ferdi kali ini. Wira pun lantas menghubungi Ferdi untuk meminta janji temu, dan Ferdi pun mengiyakan dan menunggunya di rumah dan mengatakan akan menjamunya dengan mewah.
“Tampaknya dia sudah menduga aku akan datang menemuinya” ucap Wira yang langsung menancap gas mobilnya menuju rumah Ferdi.
Berkemudi sembari menahan emosi yang rasanya hampir membakar seluruh otaknya membuat Wira kurang konsentrasi dalam menyetir, di dalam otaknya saat ini dia hanya ingin bertemu dengan Ferdi dan ingin bertanya apa maksuddari semua yang telah dia lakukan. Wira yakin betul jika semua permasalahannya saat ini memang sudah direncanakan oleh Ferdi.
“Lama sekali lampu merah ini” gumam Wira yang terasa ingin menerobos saja lampu merah di sebuah perempatan jalan raya.
Layaknya seorang pembalap yang ingin segera mencuri start paling awal, Wira sudah menginjak gas mobilnya dalam-dalam agar segre memacu mobilnya dengan kecepatan penuh di saat nanti lampu berganti menjadi hijau. Namun nasib buruk kembali menimpanya, di saat dia baru saja ingin memacu mobilnya saat melihat lampu sudah berwarna hijau, tiba-tiba saja ada sebuah truk dari lawan arah melaju kencang menabrak mobil Wira hingga ringsek dari bagian depan hingga tengah.
“Cepat panggil ambulan” ucap salah seorang yang mencoba menolong.
Tak berselang lama ambulan pun datang dan membawa Ferdi dan supir truk yang sama-sama terluka menuju rumah sakit terdekat. Namun sayangnya akibat tabrakan yang begitu hebat, nyawa keduanya tidak dapat tertolong lagi.
“Apa? Tidak mungkin! Tidak mungkin itu suami saya!” ucap istri Wira yang mendapatkan kabar dari telepon jika suaminya sudah meninggal akibat kecelakaan.
“Ada apa, Ma! Siapa yang telepon?” tanya Namira yang sebelumnya ada di dalam kamar dan bergegas turun mendengar ibunya menangis.
“Papa kamu…papa kamu” ucap Ranti sembari menangis.
“Papa kenapa, Ma?”
“Katanya, Papa kamu kecelakaan dan sudah meninggal”
“Apa!” ucap Namira dengan shock.
Seketika suasana pun menjadi haru, Namira dan ibunya pun menangis sejadi-jadinya. Ranti-istri Wira berulang kali pingsan karena belum bisa menerima kenyataan jika suaminya sudah meninggal. Dijemput oleh Arif, Namira pun lantas segera pergi untuk melihat jasad dari ayahnya dan mengurus kepulangan jenazahnya.
Sesampainya di rumah sakit tempat jasad ayahnya di urus, Namira mencoba menemui Polisi yang kebetulan masih ada di sana untuk meminta kejelasan apa yang sebenarnya terjadi hingga ayahnya bisa meninggal.
“Ini murni kecelakaan, Mbak! Supir truk yang menabrak mobil ayah kamu juga meninggal dunia” ucap Polisi.
“Kasus ini juga masih dalam penyelidikan yang lebih lanjut, nanti jika ada perkembangan saya pihak Kepolisian akan menghubungi pihak keluarga dari korban”imbuhnya.
Tidak ada hal yang yang dapat dilakukan Amira selain ikhlas melepaskan kepergian ayahnya untuk selama-lamanya. Arif yang berada di samping Namira tak henti-hentinya untuk mencoba menenangkan anak dari bos-nya itu.
“Sebaiknya kita pulang dulu, Mbak! Kita tunggu jenazah bapak di rumah saja” ucap Arif.
“Sebentar, Pak! Saya mau lihat wajah ayah saya dulu”
“Baik, Mbak!” ucap Arif yang lantas mengantarkan Namira menuju kamar jenazah tempat Wira disemayamkan sementara.
“Kamu yakin kuat, Mbak?” tanya Arif
“Kuat, Pak”
Mencoba untuk menguatkan diri, Namira pun secara perlahan membuka kain penutup jenazah ayahnya.
“Papa!” ucap Namira sembari mengelus wajah ayahnya yang sudah putih pucat itu.