SIENA 1

1610 Words
Siena, Lo bakalan hancur sehancur-hancurnya bukan karena seribu pukulan. Tapi lo bakalan hacur saat lo terima satu aja kekecewaan. _Siena_ Suara riuh terdengar mengelilingi sesosok gadis cantik yang sedang beradu kekuatan dengan laki-laki berperawakan tinggi. Pertandingan dengan perbandingan badan yang tidak seimbang itu berhasil menyita perhatian beberapa orang di sana. Termasuk parah maba dan senior yang memang sedang berada di sekitar keduanya. Gadis berkemeja putih dan rok hitam khas mahasiswa baru yang sedang di orientasi itu menatap nyalang pada laki-laki yang kini siap menyerangnya. Sebenarnya, awal kekacauan ini hanya karena masalah sepele, yaitu si lelaki menabrak bahu si gadis. Bisa saja gadis itu menerima uluran tangan sang pemuda lalu berdamai. Tapi bukan Siena namanya kalau berdamai begitu saja. Siena akan memberi sedikit pelajaran pada siapa pun yang berani menyakitinya bahkan hanya seujung rambut saja. Aksa si sahabat laki-laki dari sang gadis menghela napasnya kasar menatap Siena yang tak henti melayangkan pukulan dan tendangan kepada pemuda yang menjadi lawannya. Sorak pun makin terdengar saat si pemuda jatuh tersungkur dengan wajah lebam-lebam. Jeritan histeris dari beberapa gadis lain mengiringi setiap pukulan yang Siena layangkan. “Makanya jangan suka cari masalah! Lo pikir gue nggak tahu kalau lo sengaja?!” Aksa mendekat, menyeret paksa Siena yang masih sibuk meronta karena merasa belum cukup. Memberi pukulan saja tidak akan pernah cukup untuk laki-laki yang tersungkur di bawahnya ini. Siena bahkan sangat-sangat tahu jika sebenarnya laki-laki itu sengaja menabrak dirinya entah untuk alasan apa. “Sa, lepas!” Rontaannya cukup kuat bagi seorang perempuan. Kalau saja bukan Aksa, sudah dipastikan gadis itu telah lepas pada rontaan pertama dan melanjutkan aksinya. “Nyusahin tahu, Na. Lo nggak mikir apa kita tuh maba? Ospek hari pertama masa cari perkara!” omel Aksa sambil terus menarik Siena yang masih meronta dan melotot tajam pada si pemuda itu. Sedangkan si pemuda sudah meringis memegangi sisi wajahnya yang benar-benar lebam dan berdarah. “Dia belum luka parah!” renggek Siena. Aksa mendengus sebal. “Dia sampe nggak kuat berdiri, lo masih mau bilang belum parah?” “Dia belum koma,” jawab Siena enteng. _Siena_ Semester 3 : Terik matahari berada di titik terpanas karena jam menunjukkan pukul 12 siang. Banyak orang bahkan hampir semuanya memilih berteduh atau menggunakan payung saat mereka berjalan di area yang terkena panas. Namun, hal berbeda dilakukan oleh Siena, gadis bersurai abu dengan baju kaos terlapis kemeja itu memilih berjalan santai di bawah teriknya matahari. Dia tidak merasa takut sedikit pun bila kulit putihnya sampai gosong. Dia juga mengabaikan rambutnya yang lurus dan halus itu akan menjadi bau. Ada yang lebih penting dari itu, yakni mengawasi seseorang yang jaraknya beberapa meter di depannya. Langkahnya lebar-lebar dengan tas ransel bertengger di bahu kanannya. Matanya menatap tajam pada sosok yang cukup jauh darinya. Langkah Siena semakin cepat dan cepat, hingga akhirnya gadis itu memilih berlari. Bugh. Satu pukulan telak mendarat mulus di pipi seseorang yang Siena kejar. Tidak hanya sekali, namun lebih dari lima kali. Lelaki itu pun sebenarnya membalas, bahkan nyaris membuat pipi Siena ikut membiru, tapi Siena dapat menghindarinya. Bugh. Pukulan Siena kembali berhasil membuat sang lawan tersungkur. “Brengs*k!” maki Siena. “Lo apain Titan?!” Sekadar penjelasan, Titan adalah laki-laki salah satu anggota Remon, kelompok yang berisi pentolan kampus dan gemar mengadakan tawuran. Siena dapat masuk ke sana karena keributan yang dia ciptakan di awal dia memasuki kampus. Sang ketua, Kafka, datang mengajaknya bergabung. Awalnya, Aksa menolak mentah-mentah ajakan itu, tapi Siena menerimanya, dan jadilah mereka bergabung dengan Remon. “Sialan, apa urusan lo tentang Titan?!” tanya seseorang itu. Siena tersenyum menatap sosok itu. Sosok yang diketahuinya bernama Syahrul, salah satu pentolan di Universitan Kailan. Sosok yang berhasil membuat seluruh anggota Remon gempar karena Titan si panglima berhasil tumbang akibat pukulan Syahrul dan teman-temannya. “Titan anggota gue, sialan!” teriak Siena pada Syahrul. Emosi Siena benar-benar memuncak karena laki-laki bernama Syahrul ini. Dia bermain keroyok saat menghajar Titan, panglimanya. Dia juga baru saja tertangkap mengawasi kampusnya . Syahrul berdiri. Syahrul adalah laki-laki hitam manis berlesung pipit, namun berambut gondrong dan menggunakan baju yang benar-benar urakan, tidak ada kata rapih dari penampilannya. “Lo satu-satunya cewek di Remon itu, ya?” Nada bertanyanya seperti mengejek. “Terus kenapa? Lo pikir dengan adanya cewek di Remon gampang lo kalahin?” sinis Siena. Syahrul menggelengkan kepala. Dia tertawa geli menatap Siena. “Gue nggak bilang.” “Bangs*t!” Emosi Siena memuncak. Dia benar-benar tidak suka dengan cara Syahrul mengejeknya. Tangannya sudah mengepal erat siap meninju kembali wajah Syahrul, tapi harus gagal karena ada yang menahannya. Siena melirik tangan itu dan mengikutinya, hingga menatap wajah si pemilik tangan. Terpaksa Siena mendengus saat Aksa menggelengkan kepala dengan serius. “Wow, pacar lo dateng!” Bodoh. Syahrul memang bodoh karena telah berkata seperti itu. Dia tidak tahu apa, kalau Aksa telah menyelamatkannya dari lubang buaya? Dan kini dengan bodohnya dia justru berdiri dan mencari mati karena mendekati lubang singa. Bugh. Bugh. Bugh. Satu pukulan, satu tendangan, dan satu injakan keras berhasil mengenai Syahrul. Aksa yang ada di sana harus mengelus d**a berkali-kali karena sikap Siena. “Dia bukan pacar gue!” teriak Siena, matanya menatap tajam pada Syahrul yang sudah tersungkur. Tangan Siena menarik kasar rambut gondrong Syahrul. “Gue nggak suka lo ngomong kaya gitu! Kalau gue mau, lo habis saat ini juga!” “Na, lo jangan gini amat.” Aksa mencoba melerai Siena dan Syahrul. Siena berganti menatap Aksa dengan tajam. Namun, hanya sebentar, karena setelahnya Siena kembali menginjak d**a Syahrul. “Jangan main-main sama anak Remon! Kalau lo masih berani, gue nggak cuma bikin lo sesak napas, tapi lo bakalan patah tulang dan lebih parah dari ini!” _Siena_ “Pa, Saka males banget kalau harus kuliah bareng Aksa, nggak guna banget masuk ke kampus dia,” keluh pemuda yang kini duduk di kursi penumpang bersama papanya. Pemuda itu baru saja dijemput dari bandara karena dipaksa pulang oleh sang papa. Kini mereka langsung menuju ke kampus untuk mengurus masuknya Saka ke sana. Masa indahnya di Prancis harus musnah karena ulah sang adik. Padahal hanya tinggal beberapa bulan Saka bisa menyelesaikan kuliahnya di sana dan akan kembali dengan gelar sarjana. Namun, sekarang dia harus mendaftar ke tempat kuliah adiknya itu hanya demi bisa mengawasinya. “Aksa itu terlalu bandel, Ka. Adek kamu itu bahkan dapet panggilan dekan udah tiga kali.” Saka, pemuda yang duduk bersama papanya adalah Saka. Sakara Adiputra. Laki-laki berkulit putih karena kelamaan tinggal di Prancis. Senyumnya manis, namun jarang dia tunjukkan kepada orang lain. Saka juga suka mengeluh, namun sebenarnya dia penurut. Dia adalah sulung dari si para kembar. “Saka lebih suka kuliah satu fakultas sama Akas.” Akas, Akasara Adiputra, putra kedua di keluarga Adiputra dan merupakan kembaran Saka. Meski Akas itu kembarannya, mereka jelas berbeda. Sikap Akas jauh lebih tengil daripada Saka. Akas terlalu cuek dan otoriter. Adi mengelus dadanya, kepala sampai menggeleng beberapa kali karena Saka yang mengeluh tiada henti sedari bandara tadi. “Akas juga satu kampus kali sama Aksa. Cuma beda jurusan. Kamu tahulah kalau Akas cuek banget sama Aksa. Lagian Papa juga udah urus soal kamu kuliah di sini nama doang. Tugas utama kamu ya jagain Aksa.” “Pa–“ “Lihat itu, adik kamu lagi belain perempuan itu!” Saka langsung mengalihkan pandang ke kiri jalan, arah di mana Adi menginterupsinya. Bak slow motion, Saka menatap Aksa yang sedang berdiri dan sedang berdebat dengan gadis berambut abu-abu yang sedang menginjak seorang laki-laki. Barbar, pikir Saka saat melihat gadis itu. “Dia yang harus kamu jauhkan dari Aksa.” _Siena_ Siena terengah-engah menatap bangunan di depannya. Cukup jauh dia berlari hanya demi sampai di sini. Siena melirik jam di pergelangan tangannya kemudian menghela napas lega. Masih tersisa 17 menit sebelum kelas dimulai. Siena menatap pantulan dirinya di kaca jendela, merapikan sedikit baju juga rambutnya yang acak-acakan tidak berbentuk. Cukup dua menit dan Siena telah puas dengan penampilannya. “Kenceng amat!” Aksa menepuk bahunya. Napasnya terengah karena lelah mengejar Siena. Siena tersenyum lebar menatap Aksa yang masih sibuk mengatur napas. “Lo aja yang kaya siput!” “Sialan. Udah ah, yuk masuk!” Akhirnya, keduanya memilih masuk kelas, memanfaatkan waktu yang tidak sampai 15 menit itu untuk mengatur ketenangan. Ini semua karena Syahrul. Coba saja laki-laki itu tidak membuat masalah, pasti Siena tidak perlu repot memberinya pelajaran. _Siena_ Lo mudeng nggak sih? Begitulah pesan Aksa yang Siena terima. Dilihatnya laki-laki itu yang kini sibuk komat-komit mengajaknya berbicara tanpa suara. Siena tertawa pelan lalu mengetikan balasan untuk Aksa. Jelas Enggak Aksa terlihat tertawa pelan membaca balasan dari Siena. Cabut? Siena geleng-geleng kepala karena balasan dari Aksa. Memang laki-laki itu paling mengerti dirinya. Cabut! _Siena_ Siena tertawa kencang menatap Aksa yang asyik berjoget ala-ala anak tik-tok. Gadis itu tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata saking bahagianya melihat kekonyolan Aksa. Aksa yang tahu justru semakin parah berjoget, mengabaikan tatapan aneh anak Remon lainnya. Yang penting bagi Aksa adalah Siena tertawa dan bahagia. Saat ini, Aksa dan Siena sudah duduk manis di markas Remon. Markas yang terletak seratus meter dari gedung utama Kampus Admawijaya. Keduanya berhasil lolos dari Pak Ato, dosen yang mengisi kelasnya tadi, dan di sinilah sekarang mereka berada. Anak-anak Remon sedang asyik menyusun strategi untuk tawuran minggu depan. Sedangkan, Siena mendapatkan hak istimewa untuk bersantai bersama Aska karena tadi telah berhasil membuat Syahrul babak belur. Drt ... drt ... getar ponsel diiringi dering terdengar nyaring, menghentikan alunan musik yang keluar dari ponsel Aksa. Aksa pun berdecak kesal karena kegiatannya tergantung. Dengan malas, Aksa mengangkat ponsel itu cepat. Matanya membelalak lebar saat membaca pesan masuk di layar ponselnya. +628817265**** Gue bakalan pantau lo. Siap-siap pisah sama cewek barbar itu. Sial. Apa maksudnya mengirim pesan seperti itu? _Siena_  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD