Lingkungan Kerja Toxic

1478 Words
Treasury Tower – Jakarta Pusat, September 2021 [4:00 PM] PUKUL tiga lebih lima menit adalah waktu untuk penutupan pasar saham, itu juga menjadi pertanda bahwa semua pegawai INASDAQ Sekuritas boleh menarik nafas lega setelah enam jam berjibaku dengan komputer dan telepon tanpa henti melayani klien yang kebanyakan kurang ajar. Setelah pasar saham resmi di tutup semua orang akan melihat ke layar panel beresolusi tiga ratus enam puluh derajat yang berada di tengah ruangan dimana bonus komisi pialang saham dua puluh teratas ditampilkan. Dan seperti biasanya di tim kami Irene Tjana yang masuk kedalam daftar itu, wanita itu mendapatkan komisi dua puluh ribu dollar angka yang fantastis bagi diriku yang selalu hanya mendapatkan komisi tidak lebih dari seribu dollar. “Sesuai dugaan Ace kita gak akan pernah turun dari lima belas ribu dollar kerja bagus Irene.” Reyhan menatap bangga Irene, pemandangan yang sudah biasa di mata ku. “Michelin Star di PIK dong Irene?” penjilat nomor satu di INASDAQ Sekuritas –Saka– memang tidak akan melewatkan untuk memoroti rekan kerjanya yang punya banyak uang namun untungnya aku belum pernah merasakannya. Irene mengangguk, dan aku hanya bisa menghela nafas panjang. Uang Irene cukup banyak jadi mentraktir kaum corporate ³ seperti kami di Michelin Star bukan apa-apa. Wanita itu adalah tipe tipe sendok emas yang tidak akan ragu mengeluarkan uangnya sepeser pun untuk memenuhi kebutuhan tersier nya. “Tapi di PIK terlalu jauh gak keburu apalagi jam-jam sibuk begini...” Dia melirik jam yang tergantung di platform lalu menatap kami semua, “Di Amuz Gourmet gimana? karena saya pengen banget makan makanan Perancis soalnya.” Binar-binar kebahagiaan tidak bisa lagi ditutupi diantara mereka semua, apapun yang gratis pasti menyenangkan aku gak menampik itu sih kalau dibayarin pasti seneng banget apalagi ini restoran sekelas Michelin Star. “Oke yok!!!” Dengan semangat semua orang membereskan meja kerjanya sebelum bersiap untuk pergi ke Amuz Gourmet, disaat mereka semua bersiap pergi aku masih duduk di meja ku membuat Irene Tjana menoleh menatapku dengan kerutan samar di keningnya. “Arsenio?” “Sorry saya absen dulu–” “Berani-beraninya kamu absen saat boss kamu ikut kamu gak boleh absen lagi!” Pak Reyhan bersedekap d**a menatapku dengan tampang melotot, duh gusti aku kan mau lembur saja untuk mengurus portofolio agar minggu depan bisa istirahat dengan baik tapi sepertinya mereka tidak akan mengijinkan aku absen dengan mudah. “Arsenio kamu itu harus bersosialisasi membangun koneksi apalagi dengan rekan-rekan kamu kalau ingin bertahan di industri ini...” Rekan, your head! Gak ada rekan yang se-menyebalkan mereka! Kalau aku punya uang akan aku bungkam mereka semua dengan uang. “Di INASDAQ Sekuritas yang paling dekat dan bisa membantu kamu kalau ada apa-apa kan kami rekan kerja kamu jadi–” “Iya iya Iya baik Pak Reyhan ini saya ikut!” Aku langsung berdiri meraih tas tangan dan jas ku, membuat Bapak Reyhan Dinata tersenyum puas kepada ku, “Mbok dari tadi ayo ayo!” Amuz Gourmet dan Treasury Tower sebenarnya hanya berjarak kurang dari lima ratus meter namun karena ini adalah jam-jam pulang kerja jalanan jadi sedikit ramai dan penuh membutuhkan sepuluh menit untuk sampai di Amuz Gourmet yang letaknya ada di sudut lot dua Energy Building. Pintu besar nan megah menyambut kami begitu kami tepat berada di sudut dengan seorang waiters dengan sigap memandu kami untuk memasuki restoran dengan suasana ala Perancis diiringi alunan musik halus. Kilauan cahaya yang dihasilkan dari lampu gantung berlatar belakang plafon berdesain struktur menara Eiffel, terlihat sangat mengagumkan. Apalagi ditambah lantai marmer yang ku injak sekarang yang menjadikan setiap Amuz Gourmet terlihat sangat elegan. Semakin masuk ke dalam wine room transparan dengan puluhan koleksi wine yang tertata di dalam wine cellar menyambut kami menggoda. “Please Sir and Madam.” Begitu kami berhasil mendapatkan tempat duduk di area dining room, seorang waiters dengan segera meletakan book menu di depan kami namun pada akhirnya Irene yang menentukan menu kami karena kebanyakan dari kami bingung – bahkan ada yang ngadi-adi ingin makan banyak macam kan gak tahu diri– “Lo sering ke Amuz Gourmet ya Rene?” tanya Saka, disela-sela menunggu makanan datang. “Gak sering sih terakhir sama Pak Arsenio kalau gak salah.” “Heh?” Saka melotot kepada ku, aku yang mendapatkan respon seperti itu hanya membuang muka ku mengabaikannya dan memilih melihat kesibukan Sudirman Center Business District dari wall glass. “Kan dia teman Gue saat di Seattle Mas bukannya Gue udah pernah bilang ya?” “Jadi Lo beneran lulusan U-dab ya Sen kenap gak bilang-bilang Pak Reyhan juga gak spill spill ke kita?” Untuk seseorang yang sering meremehkan diriku, aku sangat puas melihat ekspresi Saka sekarang namun juga sangat kesal karena pria itu melupakan diriku hei ! Kami adalah rekan kerja selama dua tahun dan dia tidak benar-benar memperhatikan diriku keterlaluan sekali kan? “Gimana sih kamu Saka! Arsenio udah jadi rekan kerja kamu selama dua tahun dan kamu gak tahu dia lulusan mana?” Pak Reyhan menatap Saka dengan kening berkerut, pria itu tentu saja tidak ingin disalahkan karena gak bilang ke anak-anak yang lain. “Saya sebenarnya juga tidak tahu pak.” Vivi menyela dengan senyuman meminta maaf kepada ku yang tentu saja tidak terlalu kupikirkan. “Dia yang penyendiri Pak, Vivi aja juga tidak tahu loh Pak.” Saka membela dirinya sendiri. “Alasan aja kamu bisanya, Vivi wajar gak tahu dia baru bergabung dengan tim!” elak Pak Reyhan kekeuh. “Tapi saya gak–” perkataan pria itu terhenti saat waiters datang untuk menaruh appetizer kami, totalnya ada dua jenis dan aku menyambut kedua appetizer itu dengan senang hati. Walaupun aku tidak dapat bersosialisasi dengan para manusia di meja ini dengan baik namun kalau bersosialisasi dengan makanan aku adalah juaranya! Begitu waiters itu telah selesai meletakkan semua appetizer untuk semua orang, Pak Reyhan memulai makan malamnya memberikan tanda kalau kami boleh makan. Pertama-tama aku meraih Baked Geougeres pastry Choux khas Prancis yang memiliki cita rasa keju yang sangat lezat, begitu pastry itu menyentuh mulut ku aku merasakan tekstur super empuk, lembut dan nikmat. Great!!! Selain hidup yang stabil makanan adalah tujuan aku hidup! “Nio, Kamu gak suka cold soup kan jadi buat Aku ya?” Irene meraih mangkuk sup ku dengan tanpa dosa, sejak kapan aku tidak suka cold soup?!!! Dasar wanita rakus! “Anjir sedekat apa kalian berdua pakai aku kamu dong?” Saka setengah menjerit melihat kelakuan Irene, dia menatap kami berdua dengan mata melotot dan dahi berkerut dalam. Aku pun juga bingung selama setengah tahun ini Irene tidak pernah bicara kasual padaku kalau sedang bersama dengan rekan kerja tapi malam ini dia begitu sangat santai dan memperlakukan diriku seperti kami adalah teman yang sangat sangat dekat. “Lah Mas gue kan emang kemana-mana sama Pak Arsenio selama empat tahun di U-dab.” “Lo dengan dia masa? Setengah tahun setelah kepindahan Lo di INASDAQ gue gak lihat kalau kalian sedekat itu.” jata Saka Wijaya masuk akal. “Pak Arsenio kan memang selalu low key.” balas Irene Tjana. Dimulai dari itu percakapan keduanya mengalir begitu saja, dan aku tentu saja tidak tertarik bergabung dengan omong kosong mereka lebih baik aku menikamati Crispy Pan-Roasted Barramundi Fish, Home Made Basil Fettucine Vongole. –main course dinner yang sangat menarik malam ini– “Jadi Arsenio sering menempel kepada Lo gak heran sih Lo kan Tjana iya kan?” Apa dia bilang? Aku meletakkan sendok dessert ku dan mendongak menemukan Saka menatapku dengan pandangan mencela. Sudah pernah kubilang belum kalau dia itu benar-benar kurang ajar dan menyebalkan? Kalau sudah maaf sekali karena aku tidak bisa melewatkan bagaimana menyebalkan nya setiap tindak tanduk pria itu. Mereka boleh mengatakan sesuatu dibelakang diriku namun tidak untuk prinsip, harga diri dan integritas ku!. Irene menatap aku dengan tidak enak sebelum membalas perkataan Saka, “Gak ah Mas soalnya yang menempel kepada Arsenio adalah Gue.” “Gak mungkin Lo menempel kepada Arsenio, dengan temperamen dan sikap gak sopan nya itu gue sangsi kalau dia aslinya punya teman di U- dab.” “Sepertinya Mas agak berlebihan.” Irene berkata dengan pelan namun masih tetap tertangkap oleh kami semuanya yang berada di meja. “Gak lah gue bicara sesuai kondisi setengah tahun ini Lo juga melihatnya sendiri kan betapa kurang ajar dan gak sopan nya Arsenio dan–” “Asumsi, Pak Saka hanya bicara berdasarkan asumsi, I am full....” aku mengelap mulut ku dengan nampkins dengan tidak rela melepas desert ku “Pak Reyhan saya pamit duluan ya pak saya teringat memiliki portofolio yang belum diselesaikan.” Pak Reyhan yang sepertinya tahu ketidaknyamanan diriku mengangguk mempersilahkan tanpa menahan ku. “Hati-hati ya Arsenio.” “Baik pak.” And here I am, dan yang baru saja kalian lihat itu adalah tempat kerja toxic yang harus ku jalani sepanjang hari and my I advise to you jangan biarkan lingkungan kerja yang beracun membuat kalian lengah Survive like me!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD