Kata Maaf.

1514 Words
   Sudah tiga bulan semenjak meninggalnya Pamela. Setiap hari yang dia lewati seperti jarum yang menusuk hatinya, Travis harus berjuang untuk bertahan dari matahari terbit hingga tenggelam.  Menanggung penyesalan yang dalam membuatnya seperti mati ribuan kali. Semua seperti hancur karena berita di hari itu, di hari itu dia kehilangan segalanya. Dia kehilangan wanita yang mencintainta, calon bayinya, dan teman-temannya.    Para sahabatnya yang dulu dekat dengannya menjauh karena terlalu kecewa melihat ia mengabaikan Pamela hingga menyebabkan bayinya meninggal. Bagi mereka Travis bukanlah makhluk yang pantas disebut manusia. Dan yang terburuk semua karena ulahnya sendiri.    Travis kini sendirian. Tidak ada satupun yang bisa dia jadikan penghibur lara atau tempat berkeluh kesah. Ingin sekali Travis menemui Maria --ibunya. Kenyataan jika keluarganya juga enggan bertemu dengannya mengurungkan niatnya itu. Mungkin ini karma yang harus ia dapatkan. Jika dulu dia mengabaikan Pamela, kini seluruh orang yang mengenalnya mengabaikan dirinya. Menjauhi dan memandangnya seperti monster tak berperasaan.    Kondisi menyedihkan yang dirasakannya membuatnya menjadi pria yang lebih dingin. Rasa bersalah dan penyesalan telah menjadi beban berat di dadanya. Bahkan Travis tidak mampu bernafas dengan benar karena bayangan Pamela dan bayinya yang selalu menghantui mimpi Travis. Dia tidak menahan gejolak menyakitkan ketika membayangkan Pamela kesakitan kala itu. Dia meringis membayangkan bagaimana Pamela berharap dia datang dan menyelamatkannya.    "Travis, ini kopimu. " Selena yang merupakan mantan tunangannya datang ke ruangan Travis. Seperti biasanya, Selena menaruh kopi hitam blue mountain di atas meja Travis.    "Hn. " Travis mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari file di atas meja. Dia juga tidak pernah lupa jika Selena juga menjadi penyebab penderitaan Pamela.    Salena menyadari jika pria di depannya ini bukan lagi Travis yang mampu menaklukkan segala tantangan para pesaing perusahaan. Pria di depannya terlihat hancur dan terluka. Dia tak ada bedanya dengan cangkang kosong yang rapuh dan hancur. Tapi Selena yakin jika Travis masih mencintainya. Dia sekarang hanya merasa tertekan karena perasaan bersalah.    Sebenarnya Selena merasa sedih dengan kejadian yang menimpa Pamela. Tetapi semuanya bukan salahnya karena dia juga tidak menginginkan kejadian yang menyebabkan bayi Pamela meninggal. Meskipun pada waktu itu dia berpura-pura sakit agar di temani Travis. Dia tidak tau jika saat itu Pamela akan melahirkan dan tidak ada yang menunggunya sampai ia di temukan oleh pelayan rumah tangganya. Saat pelayan itu menemukan Pamela, wanita itu berkata jika Pamela sudah tergeletak di bawah tangga.    Selena bergidik membayangkan situasi Pamela yang kesakitan namun tidak ada yang menolong, tapi dia tetap menolak mengakui jika itu salahnya. Bukankah Travis juga mengalami kecelakaan setelah menemani dirinya. Jadi ini semua takdir.    Sayangnya hatinya tidak bisa tenang. Setiap malam dia dihantui teriakan wanita kesakitan. Oleh karena itu Selena sekarang mulai berteman dengan obat penenang. Dia harus mengkonsumsi obat itu jika ingin tidur nyenyak.    "Batalkan rapat. Aku akan menemui ayah Josh. " Travis memberi perintah pada Selena. Dia berdiri dan melenggang pergi meninggalkan Selena yang menunduk.    "Baik, " jawab Selena sambil mengigit bibirnya. Hatinya merada perih melihat Travis yang memperlakukannya seperti orang asing.   "Ini gara-gara Pamela, " gerutu Selena. Dia merasa tidak layak menerima ini. Dulu Travis memutuskan pertunangannya setelah tau Pamela hamil anaknya. Pria itu seenaknya memutuskan pertunangan tanpa memikirkan perasaannya, ambisinya dan reputasinya. Oleh karena itu Selena mengancam Travis akan bunuh diri jika dia tidak mengijinkan dirinya terus berada di sisi Travis. Selena juga menuntut Travis menemaninya hingga dia mendapatkan pria lain. Dan Travis terpaksa menyetujui permintaannya Selena yang akhirnya menjadi sumber penderitaan Pamela.    Blam.    Bunyi pintu kantor yang tertutup menandakan jika Travis sudah meninggalkan kantor.    'Sampai kapan kau akan bersikap dingin padaku, Travis. Seharusnya setelah tidak ada penghalang diantara kita maka bisa menjadi kesempatan kita untuk menikah, ' batin Selena. Tetapi sekali lagi dia menyakinkan diri jika semuanya hanya karena perasaan bersalah Travis.    Selena mulai mengatur ulang jadwal Travis. Ini sudah kesekian kalinya ia membatalkan jadwal penting demi menemui Josh. Entah sampai kapan Travis memohon maaf pada Josh atas kematian Pamela, dan sampai kapan pria tua itu menolak permintaan maaf Travis.    Travis melajukan mobilnya ke rumah keluarga Bennet. Dia bertekad untuk mendapatkan maaf dari pria itu, lagi. Setidaknya kata maaf dari Josh bisa sedikit meringankan perasaannya.    "Ayah, " ucap Travis lirih. Dia menyapa pria yang ada di pelataran rumah kediaman Bennet yang sedang merawat bonsai-nya.    Josh hanya melirik Travis yang datang dengan sorot mata penuh penyesalan.    "Mengapa kau datang lagi Travis? Sudah saatnya kau menjauh dari hidupku Travis. "    Bruk    Travis berlutut di tanah. "Tolong katakan apa yang bisa kulakukan agar kamu memaafkanku, " pinta Travis. Sudah kesekian kalinya dia berlutut di depan Josh.    Josh menghela nafas berat. Dia tidak mungkin memaafkan pria ini. Tidak akan pernah. Hati Josh berkata jika Travis harus merasakan rasa sakit yang diterima putrinya. Begitu pula wanita yang selalu berada di sampingnya yang selalu muncul di pemberitaan.    "Aku memaafkanmu jika kau menikah lagi dengan wanita di tabloid itu, " ucap Josh.    Kalimat yang dikatakan Josh mengejutkan Travis.    "Tapi ayah, aku tidak bisa menikahi gadis lain. Lagi pula hubunganku dengan Selena hanya sebatas bawahan dan atasan. Meski pemberitaan tentang kami terus beredar tapi aku tidak pernah melakukan hal yang tidak pantas dengannya."    Travis mencoba menjelaskan pada Josh agar menarik kata-katanya.    "Aku tidak mau mendengar lagi. Menikahlah dengan wanita di tabloid itu. " Ucapan Josh yang final membuat d**a Travis serasa di robek. Bagaimana mungkin dia menikahi wanita lain sedangkan ia masih berduka dengan kematian istri dan anaknya. Di tambah perasaannya pada Pamela yang baru saja ia sadari sama sekali tidak mengijinkan ia melakukan hal itu. Sayangnya Josh justru tidak bergeming dan meninggalkan Travis di pelataran rumahnya.    "Setelah kau menikah dengannya maka anggap saja aku sudah memaafkanmu. "    Claudia yang mendengar ucapan Josh mempertanyakan permintaannya pada Travis. Ibu dari Pamela itu mendekat ke arah Josh yang duduk di kursi sambil menikmati teh.    "Suamiku, mengapa kau meminta dia menikah. Bukankah ini bearti kau mendukung hubungan wanita itu dan Travis? " tanya Claudia.    "Aku ingin mereka berdua merasakan neraka yang di rasakan Pamela ketika berumah tangga. Lihat saja kehidupan rumah tangga mereka, seseorang yang memiliki perasaan bersalah seperti mereka tidak mungkin hidup bahagia. "    Claudia menghela nafas panjang. Ia berpikir sampai kapan suaminya membenci Travis. Padahal ia yakin jika Pamela pasti menginginkan pria itu bahagia. Claudia masih teringat kata-kata putrinya ketika ia berkunjung ke rumah Pamela dulu.    "Aku merasa bersalah karena membuat mereka berpisah ibu "    "Jika bayi ini lahir, aku akan bercerai dengan Travis, dia pantas bahagia bersama dengan gadis yang ia cintai. Lagi pula pernikahan kami terjadi karena kecelakaan."    .    .    .    Jauh di sudut pinggiran kota, seorang dokter tengah memberikan hiburan pada seorang gadis yang terlihat kebingungan. Gadis ini baru saja bangun dan terlihat cemberut.    "Ayah--kau tidak boleh merokok lagi!" pekik Patricia.    "Iya-iya, jangan cemberut begitu. Nanti luka di wajahmu yang tinggal sedikit lagi sembuh bisa terbuka. "    "Baiklah. Aku akan menuju klinik dulu." Patricia mencium pipi Sean dan mulai mengambil sepeda mini -nya.    "Ingat makan yang teratur ya, " teriak Patricia dari jauh.    Sean tersenyum melihat Patricia yang perlahan menghilang dari pandangannya.    "Maafkan aku nak, " guman Sean lirih.    Patricia sebenarnya bukan putrinya. Patricia sendiri sebenarnya sudah meninggal empat tahun yang lalu. Patricia yang saat ini menggantikan putri aslinya sebenarnya gadis yang ia tolong ketika gadis ini kecelakaan ketika gadis itu sedang menyeberangi jalan. Dan mobil yang menabraknya melarikan diri.    Saat di rumah sakit ia terpaksa mengaku jika dia adalah ayah gadis yang kecelakaan itu. Sungguh tidak disangka jika gadis yang ia selamatkan ternyata amnesia. Itu disebabkan gadis itu mengalami benturan di kepalanya. Selain itu wajahnya juga mengalami luka jadi dokter juga terpaksa melakukan operasi plastik.    Pemikiran gila Sean muncul begitu saja. Dia ingin membangkitkan Patricia pada diri gadis itu, jadi diam-diam ia memberi ciri-ciri wajah putrinya pada dokter. Dia memberikan foto putrinya pada dokter. Kebetulan wajah mereka agak mirip. Hanya saja Patricia tidak tembem, jadi Sean menyuruh dokter merekonstruksi wajah gadis yang kecelakaan itu menjadi tirus, dia juga meninggikan tulang pipinya sehingga kecantikan gadis ini menjadi kecantikan yang elegan dan berkelas.    Sementara gadis itu dioperasi, Sean memeriksa identitas sang gadis yang sedang dioperasi. Ternyata namanya Pamela Bennet. Foto gadis itu tampak imut dan cubby. Melihat kesempatan saat menyadari Pamela menderita anmesia, Sean menyembunyikan semua hal yang berkaitan dengan Pamela.    "Hanya sebentar saja, Aku ingin merasakan kebahagiaan bersama putriku meski dalam tubuh gadis lain. Tolong jangan membenciku jika kau mendapatkan kembali ingatanmu, Nak. "    Sean tidak pernah memikirkan jika banyak orang yang menderita karena keputusannya. Terutama pria yang menjadi suaminya.    Saat ini dia berdiri dengan sorot mata kesakitan di depan Selena. Wajahnya menunduk untuk menyembunyikan luka di hatinya.    "Maukah menikah denganku, Selena? "    Ledakan kegembiraan menyeruak di hati Selena. Bagai ribuan sayap kupu-kupu menggelitik perutnya dan memberikan esensi kegembiraan.    Dengan cepat Selena mengangguk.    "Tentu saja, bukankah ini impian kita dulu? "    Selena memeluk tubuh Travis. Sayangnya Travis malah tidak membalas pelukannya. Justru setitik air mata yang jatuh ke pipinya.    "Aku tidak akan berbohong Selena, aku ingin menikahimu karena permintaan ayah Josh. Agar dia memaafkanku. "    Tubuh Selena menegang sekilas. Dia tidak menyangka jika ini yang menjadi alasan Travis menikahinya.    "Tidak apa-apa Travis. Aku yakin lambat laun kau akan menerimaku lagi seperti dulu. "    Mata Travis tetap meredup. Dia tidak yakin bisa mencintai lagi karena perasaannya sudah dibawa oleh Pamela. Tidak untuk saat ini, nanti dan seterusnya.    Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD