Bertahan

1592 Words
  Waktu dimana awal sinar matahari menyentuh bumi adalah waktu yang dipilih Pamela untuk berpamitan keluar pada Sean. Setelah berbicara pada Sean tadi malam, dia memantapkan hati melawan semua perasaan ragu yang terus mendera.   Gosip yang terus menerus terdengar tentang Travis dan Selena mengusik ketenangannya. Jadi dia tidak bisa diam dan berpangku tangan. Pamela masa harus tanggung jawab karena menyebabkan mereka berpisah satu sama lainnya. Jadi, dia akan ke Manhattan untuk mengetahui seberapa besar hal yang perlu diperbaiki.   "Apa kau yakin ingin menemui tunanganmu, Nak? " tanya Sean.   Yeah, Pamela berpamitan pada Sean dengan alasan bertemu dengan tunangannya. Pamela beralasan jika dirinya yang melupakan tunangannya bukanlah gadis yang cocok untuk pria itu. Dengan kata lain tujuan Pamela sebenarnya adalah memutuskan pertunangannya dengan pria bernama Dei Stanton.   "Benar ayah, kasihan dia jika menerima kondisiku yang hilang ingatan. "   "Baiklah, tetapi alangkah baiknya jika kau berbicara dengannya lebih dahulu. Andai kalian cocok maka pertunangan ini bisa dilanjutkan. Tetapi jika tidak, kau bisa membatalkannya, " nasehat Sean. "Dan ayah yakin kau akan senang bertemu dengan Dei, sebab teman ayah tidak akan mengirim pria tidak menyenangkan untuk putri atah, " lanjut Sean.   Dalam hati dia tau jika gadis ini ingin menemui keluarganya. Jadi dia tidak menghalangi perjalanannya.   ''Aku akan pulang sebelum--"   "Kau bisa pulang esok hari. Perjalanan dari sini ke kota Manhattan agak jauh. Jadi jangan paksakan tubuhmu. "   "Baiklah, aku tidak akan membantah."   "Dan kau sudah ingat wajahnya? "   "Ya, pirang bermata biru keabu-abuan. Tinggi, ramping nampak konyol. "   "Ingatan yang bagus, " ucap Sean.   Pelukan hangat langsung diberikan oleh Pamela pada Sean untuk berpamitan. Pria ini adalah pria kesepian yang merindukan putrinya. Dia tidak bisa meninggalkan Sean sendirian dalam masa tuanya.   "Aku menyayangimu, Ayah. "   Sean membelai sayap rambut Pamela. Ada genangan di sudut matanya karena rasa bahagia. Dia bahagia karena gadis ini menyayanginya seperti orang tuanya sendiri meskipun dia sudah mengingat kembali jati dirinya. Sean sangat tersentuh dengan kebaikan Pamela yang tidak meninggalkannya.   "Hati-hati di jalan."   Tidak ada seorang ibu yang ingin melihat anaknya menderita. Begitu pula dengan Maria, ia datang menemui Travis. Dia sudah tidak bisa berdiam diri setelah mendengar kondisi Travis dari Axton.   "Nak, kau sudah bangun? " Maria membelai rambut indah putranya yang kusut setelah bangun tidur.   Kembali Travis terpengkur karena dihadapkan pada orang yang ia kasihi.   "Ibu...apa aku bermimpi? " Travis meraih tangan Maria dan menciumnya. Dia sangat merindukan wanita ini. Satu persatu orang-orang yang berharga bagi Travis telah bersedia datang menemuinya. Kemarin Axton dan sekarang Maria. Sungguh Travis tidak bisa mengutarakan betapa bersyukur hatinya saat ini.   "Ayo bangunlah. Aku sudah menyiapkan sup tomat untukmu, mari kita sarapan bersama. "   Mata Travis masih setia menatap Maria yang mengajaknya dengan lembut. Maria juga perlahan menuntun Travis keluar dari kamar Pamela menuju meja makan. Di sana Axton dan Iris sudah menunggunya. Mereka berdua tersenyum melihat Travis yang datang mendekat.   "Hai, ayo sarapan bersama. Lihatlah, ibu sudah membuat sup tomat untukmu. "   "Adik ipar, ayo cepat datang. "   Sambutan hangat dari keluarganya menghangatkan hati Travis. Andai dulu dia tidak keras kepala maka hari-hari yang dipenuhi kehangatan keluarga ini akan ia rasakan bersama Pamela.   Pamela... Mengingat nama istrinya itu membuatnya merasakan kepedihan di hatinya.   Tes.   Tes.   Travis kembali menangis, semenjak kematian Pamela--pria itu sering menangis. Penyesalannya seolah tidak membiarkan dirinya tersenyum.   Maria mengusap air mata Travis. "Sudahlah, makanlah sarapanmu. Ibu akan membawamu ke suatu tempat nanti. "   Travis menuruti ucapan Maria. Axton dan Iris juga menyetujui ucapan Maria. Kebersamaan mereka kali ini memang untuk memberi dukungan pada Travis. Seseorang yang mengalami masalah mental perlu mendapatkan dukungan dari keluarga. Hal itu yang sekarang dilakukan oleh keluarga Manex pada Travis.   Pamela termangu memandang cermin yang tergantung di butik yang pernah ia datangi jika ingin menyewa kostum roker. Setelah sampai di Manhattan, butik adalah tujuan utamanya.   "Mengapa jadi terlihat berlebihan ya? " guman Pamela. Bagaimana tidak, saat ini dia memakai jaket kulit, tangtop, rok mini yang sobek sobek dan stoking hitam, sepatu boot. Dia juga memakai rambut palsu yang penuh dengan kepangan yang memanjang hingga pinggul. Jangan lupa make up gotik yang menghias bibirnya.   Ini justru lebih menarik perhatian.   "Tidak. Ini jelas berlebihan. "   Pamela akhirnya memutuskan memakai rok pendek, stilleto tinggi, dan mantel bulu. Kaca mata hitam besar turut membingkai mata hijaunya. Dia sekarang lebih seperti wanita jalang dari pada roker.   "Bagaimana nona, apa kau mengambil kostum ini? " tanya penjaga butik dengan menunjukkan kostum roker yang baru dicoba Pamela. Senyum satu dolarnya terus tersungging.   "Tidak, aku akan mengambil ini saja. " Pamela menunjuk ke pakaian yang ia kenakan.   "Baik, silakan datang kembali. "   Aku tidak menyangka tidak menuju butik eksklusif ketika berada di fifty-avenue.   Hal pertama yang ingin ia kunjungi adalah makam bayinya. Sayangnya langkahnya terhenti ketika menabrak seseorang yang berjalan di depannya.   Bruk.   "Aw... "   Tas Pamela tercecer di jalan bersama dengan tas pria yang ditabraknya. Mereka secara spontan memungut barang yang terjatuh.   "Maafkan aku nona. "   Deg.   Suara ini!?   'Clark!? ' jerit Pamela dalam hati.   'Kontrol dirimu Pamela, kau tidak boleh terbawa perasaan. Anggap kau tidak mengenalnya.'   Clark usai memungut tas dan barang-barang Pamela yang jatuh. Setelah itu dia memberikan pada Pamela.   "Ini tas mu. "   "Terima kasih, " jawab Pamela singkat. Dia kemudian meninggalkan Clark dengan jalan berlenggak-lenggok.   Clark merasa aneh dengan gadis itu. Dia seperti mengenal suara dan postur tubuh istri temannya itu. Maklum saja Clark dan Pamela dulu pernah satu kelas ketika sekolah.  Meski tidak dekat. Clark terlalu takut mendekati gadis yang serius belajar dari pada berdandan.   "Tunggu! "   "Ups mati aku, " guman Pamela. Pamela tetap berjalan dan tidak menghiraukan permintaan Clark. Dia masih berlenggak lenggok di jalan seperti pragawati dan memacu langkahnya.   Pria itu akhirnya tidak sabar dan mengejar Pamela. "Nona, tolong tunggu sebentar, " cegat Clark yang sekarang sudah berdiri di depan Pamela.   'Tenang Pamela, tenang. Wajahmu tidak cubby lagi. Jadi Clark tidak akan mengenalimu. '   Dengan genit Pamela membuka kaca mata besar yang ia kenakan. Dia juga tersenyum menggoda pada Clark.   "Ya, tampan. Apa kau butuh sesuatu? jangan khawatir aku bisa memberikan yang kau butuhkan. Dan... Aku akan memberimu diskon. "   Clark terkesima sejenak melihat bola mata hijau milik gadis didepannya ini. Tetapi setelah dia mengamati dengan seksama ternyata wajahnya berbeda dengan wajah Pamela. Wajah gadis ini tirus dan cantik. Sedangkan Pamela yang ia kenal cubby dan manis. Jadi dia bisa tau jika salah orang.   Dugaan ia keliru juga bertambah kuat setelah gadis di depannya memberikan tatapan menggoda dan menawarkan diskon.   'Akh Pamela tidak mungkin berbuat seperti ini! " batin Clark. Namun hal tidak terduga mampir ke otaknya.   "Tunggu dulu. Aku punya ide, " guman Clark.   "Berapa hargamu semalam? " tanya Clark.   "Apa!? " Pamela terkejut dengan pertanyaan Clark.   'Apa Clark sekarang doyan dengan wanita jalang? ' batin Clark bertanya-tanya. Dia sedikit takut jika Clark benar-benar menyewanya untuk "papapa".   "I-itu seribu dolar. " Yes, pakai harga yang mahal agar dia menyerah.   "Baiklah. "   Gubrak.   "Kau se-serius!? "   "Nona, aku merasa dirimu terlihat mirip dengan istri sahabatku yang sudah meninggal, dia sekarang agak gila karena kematian istri dan anaknya. Jadi bisakah kau berpura-pura menjadi hantu dan memberinya kata-kata hiburan. Aku akan membayarmu sesuai yang kau inginkan agar kau tidak rugi. "   Pamela mendesah lega setelah tau niat dari Clark. 'Apakah Tuhan membantuku dengan mengirimkan Clark?  Awalnya aku juga bingung bagaimana cara menemui mereka semua. Ternyata Clark mempermudah semuanya.' ( ̄. ̄)   ''Baiklah, karena aku gadis cantik, baik hati dan tidak sombong...aku terima penawaranmu. Tentu dengan harga yang sesuai. ''   Dan disinilah Pamela sekarang berakhir. Dia sekarang dikelilingi oleh teman-teman Travis yang pernah berkunjung ke rumahnya meski sebentar. Sekumpulan kaum eksklusif yang menyebalkan.   "Dia hampir mirip dengan Pamela, " ucap Keyba.   "Iya, matanya dan bibirnya sangat mirip. Hanya pipinya yang tirus dan tinggi yang membedakan mereka berdua, " celetuk Inoe. Dia sangat iri dengan pipi itu. Atau dia sangat iri dengan sesuatu yang lebih baik dari miliknya.   "Tentu saja, kecantikan elegan sepertiku tidak banyak yang punya," jawab Pamela.   Dia tau Inoe paling menyukai bentuk wajah seperti ini, dia bahkan ingin mengoperasi pipinya demi memiliki pipi seperti yang ia punya. Itu diketahui Pamela saat tidak sengaja mendengar percakapan dia dan Selena.   "Sifatnya juga berbeda," ucap Clark.   "Siapa namamu? " tanya Steward.   "Patricia Broklyn. "   "Baiklah Patri, aku akan mendandanimu seperti Pamela. Lalu ucapkan dialog seperti yang kutulis. Okey? "   "Uang, mana uangnya? " Pamela masih bersikap tengil sebagai ciri khas seorang jalang. Dia tidak akan membiarkan identitasnya diketahui. Jika hal itu terjadi maka Travis tidak akan bisa hidup nyaman dengan Selena. Dan semua pengorbanannya akan sia-sia.   "Ini bayaranmu. "   "Oh uang, aku mencintaimu. " Pamela menerimanya dengan senang hati. Siapa yang tidak menyukai uang, terutama dari para makhluk yang suka membuang dolar seperti mereka ini.   "Ingat, lakukan dengan benar. "   "Jangan khawatir, babe. "   Travis pulang dari makam bayinya. Tadi Maria membawanya ke sana untuk berdoa lalu ia kembali ke New York di mansion utama Manex. Kembali perasaannya seperti terdapat batu menghantam hatinya. Maria pamit dan bilang akan datang esok hari, begitu pula Axton dan Iris. Mereka tidak bisa meninggalkan bayi mereka yang masih kecil.   "Travis... "   Deg.   Suara itu.   Travis menoleh ke sumber suara. Tanpa diduga, seorang gadis yang lama ia rindukan muncul dari balik pintu kamar. Jangan tanya bagaimana mereka bisa masuk, Clark memiliki seribu cara untuk memaksa Axton meminjamkan kunci rumah di Valley ini.   "Hei, mengapa kau terlihat kacau Travis, kau bukan Travis yang aku kenal?" tanya Pamela. Dia merutuki Inoe yang menyuruhnya berdandan dengan gaun putih seperti kuntilanak.   'Dialognya lebay. '   "Pamela! Ya Tuhan kau kembali Sayang. "   Grep.   Travis memeluk Pamela erat. "Aku tau jika kau masih hidup. Aku tau perasaanku tidak berbohong. Pamela,maafkan aku. Hiks maafkan aku. "   "Pamela... Pamela-ku..."    Tbc. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD