bc

Distance

book_age18+
4
FOLLOW
1K
READ
others
confident
police
drama
comedy
sweet
mystery
campus
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

"Ni ... Nichi. Kau membawa pistol juga?" tanya Gwen.

Nichi tersenyum. "Bagaimana menjelaskannya, ya? Aku bingung mau memulainya darimana. Aku terpaksa mengeluarkan pistol agar bisa menembak langsung pelaku yang berusaha membunuhmu. Ya, aku bukan penjahat kok. Aku ini ... detektif polisi."

"Detektif ... polisi?"

"Ya, begitulah."

Nichi tertawa ngeles dan mulai merasakan sesuatu yang basah mengalir dari bahu kanannya. Merembes perban putih yang melilit tangan kanannya. Kemudian perlahan-lahan mengalir lagi dan menetes dari balik lengan jaketnya. Sesuatu yang basah dan berwarna merah, turun dari tangannya, dan jatuh ke lantai.

Gwen kaget, menyadari darah yang mengalir di balik lengan jaket Nichi dan menjadi syok lagi. "Ni ... Nichi, tangan kananmu berdarah."

Nichi tersenyum. "Ah ... ini ya? Ini karena bahu kananku terkena tembakan saat berusaha melindungimu. Aku tidak apa-apa. Lukanya tidak parah. Tidak usah dikhawatirkan."

Tiba-tiba, Nichi tumbang dan terkapar di lantai. Gwen menghampiri Nichi seraya berteriak sangat keras.

"Nichi!"

chap-preview
Free preview
Episode 1. Langkah pertama
Dua orang saling berbicara. Suasana yang hening, menemani mereka di ruang yang sangat luas berbentuk kotak ini. "Baiklah, Inilah orang yang mesti kau selidiki untuk tugas kali ini," sahut seorang pria berambut hitam dan berkacamata. Berpakaian rapi layaknya seorang pegawai kantoran, padahal dia seorang detektif polisi dari kepolisian pusat dan merangkap sebagai Inspektur. Nama lengkap pria berkacamata itu adalah Rodd Berker. Dia duduk santai di belakang meja kerjanya. Tangan kirinya memegang rokok, sedangkan tangan kanannya memegang sebuah foto. Seorang pria lain mengambil foto itu dari tangan Rodd. Pria itu berambut cokelat dan mengenakan pakaian kasual berupa baju kaos putih, jaket cokelat, celana hitam, dan sepatu yang sewarna dengan jaketnya. Tangan kirinya dililit dengan perban putih karena pernah mengalami luka bakar akibat kebakaran. Nichi Alzelvin, berumur sekitar dua puluh tiga tahun, memperhatikan foto itu dengan saksama. Wajahnya tersiratkan kemurungan, tapi terlihat sangat tegas. "The Black Girl," kata Nichi dengan nada yang sangat datar. "Aku harus mencari tahu informasi mengenai dia, Inspektur Rodd?" Rodd menjawab tanpa memandang Nichi. "Ya, itulah yang mesti kau lakukan. Karena pembunuh bayaran yang bernama The Black Girl itu diketahui berada di kota ini dan dia kuliah di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota ini juga. Menurut informasi dari rekan kerjanya yang telah kita tangkap, dua hari yang lalu, dia kuliah di Universitas Alphard di jurusan komputer." "Oh, begitu." "Langkah pertama yang kau lakukan adalah kau menyamar menjadi seorang mahasiswa yang kuliah di jurusan yang sama dengannya. Cari tahu siapa dia. Setelah kau tahu siapa dirinya yang sebenarnya, tangkap dia dan bawa ke kantor polisi ini. Kau paham, Nichi?" "Baik, Pak! Saya laksanakan perintah anda sekarang juga!" "Bagus. Aku sudah mengurus semuanya. Aku juga sudah memberitahukan rektor Universitas Alphard mengenaimu. Sesampainya di sana, kau harus menemui rektor itu untuk membicarakan hal ini padanya. Dia bersedia membantu kita dalam penyamaran ini demi menangkap The Black Girl yang diketahui kuliah di kampusnya itu." "Baik!" "Sekarang pergilah!" "Sekarang saya pergi ke kampus itu?" "Ya, kapan lagi? Tahun depan?" "Ah ... eh? Maaf... baik, saya permisi dulu!" Nichi tertawa kikuk. Dia segera pergi meninggalkan ruangan sang Inspektur. Rood menghisap rokoknya, menatap kepergian Nichi dengan hela napasnya yang panjang karena merasa sedikit kesal jika berhadapan dengan anak buahnya itu. Nichi, sang detektif polisi yang baru bergabung di kepolisian pusat Alphard, sejak dua bulan yang lalu. Semoga saja, anak itu berhasil menemukan The Black Girl itu. Aku percaya dengan kemampuanmu itu, Nichi, batin Rodd. Setelah menutup pintu ruangan sang Inspektur, Nichi berdiri sejenak di dekat pintu. Nichi menatap sekali lagi foto di genggamannya. Di foto itu, menampilkan sosok berpakaian serba hitam yang sedang menodongkan pistol dengan latar belakang pemandangan atap sebuah gedung. Bentuk tubuhnya menyerupai seorang gadis. Wajahnya tidak kelihatan karena memakai topeng dan ditutupi dengan tudung mantel hitamnya. Itulah sosok yang dijuluki dengan The Black Girl itu. Foto itu diambil secara diam-diam oleh orang yang menjadi saksi pembunuhan yang dilakukan The Black Girl itu, pada saat teman orang itu dibunuh. Namun, pada akhirnya orang yang memfoto itu, terbunuh juga oleh The Black Girl itu. The Black Girl telah membuat resah penduduk kota Alphard. Menjadi momok menakutkan bagi orang-orang karena pembunuhan berantai yang dilakukannya. Dia selalu beraksi pada malam harinya. Selalu pergi sendirian atau bersama rekan-rekannya. The Black Girl, aku penasaran siapa dia sebenarnya. Baiklah, aku harus pergi ke kampus itu sekarang. Nichi mengangguk sambil memasukkan foto itu ke kantong jaketnya. Dia pun segera melangkah santai, menyusuri lorong panjang yang dilewati oleh beberapa orang. Suasana ramai dan berisik selama dua puluh empat jam. *** Dengan menggunakan motor sport, Nichi tiba di Universitas Alphard. Kampus besar dan terkenal yang ada di kota Alphard tersebut. Letaknya strategis yaitu di pusat kota. Setelah meletakkan motor di tempart parkir, Nichi terus berjalan menuju gedung kampus itu. Dia sudah mengenakan pakaian kasual, lengkap dengan tas cokelatnya yang terpasang di punggungnya. Berpenampilan layaknya seorang mahasiswa baru. Nichi menyamar sebagai mahasiswa pindahan dari kampus lain. Mencari ruang rektor yang akan menemuinya untuk membicarakan seputar penyamaran ini. Nichi menempuh halaman luas kampus yang dilalui oleh banyak orang yang lalu-lalang. Tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Semua orang sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga langkah Nichi mencapai dalam gedung yang juga ramai dipenuhi orang-orang yang berkumpul. Orang-orang berbicara antara satu sama lainnya. Ada yang berdiri dan duduk. Ada juga beberapa di antara mereka, memperhatikan Nichi dengan aneh. Mungkin mereka bertanya-tanya di dalam hati masing-masing, tentang siapakah Nichi yang sebenarnya. Nichi sendiri cuek dan tidak menghiraukan keadaan sekitar. Kedua tangannya dimasukkan ke kantong jaket. Indera penglihatan terus difokuskan meneliti ruangan yang dijelajahinya. Langkah demi langkah diayunkannya dengan santai. Tanpa disadari, kakinya tersandung oleh sesuatu yang tergeletak di lantai. "Eh? Wuaaah!" Dia berteriak keras saat oleng ke depan. Tapi, tiba-tiba muncul sosok yang menahannya dari belakang sehingga tidak terjatuh. "Kau tidak apa-apa?" tanya orang bersuara lembut itu. "Tidak." "Kalau jalan, lihat sekitarmu, ya?" Sosok yang menolong Nichi, menampilkan wajah yang datar. Tidak ada senyuman di wajahnya itu. Nichi menoleh dan memperhatikannya dengan seksama. Seorang gadis berambut hitam panjang, berdiri di hadapan Nichi. Matanya biru, tetapi sayu. Kulitnya putih bening. Mengenakan pakaian kaos putih yang dilapisi rompi cokelat dan rok selutut biru tua. Sepatu boots berwarna coklat membungkus kedua kakinya. Menyandang tas berwarna putih di punggungnya. Berumur sembilan belas tahun. Gadis itu berwajah sewot, lalu menjauh. "Hei, apa yang kau lihat, hah?" "Ah." Nichi tersentak dan segera menyahut. "Ma ... maaf, aku tidak ada maksud apa-apa. Oh ya, aku ingin bertanya padamu." "Tanya apa?" "Apa kau tahu di mana ruang rektor kampus ini?" Giliran gadis itu memperhatikan Nichi saksama. Dari atas sampai bawah. Dari bawah sampai atas. Nichi mengangkat salah satu alisnya. "Apa kamu anak baru di sini?" Gadis itu mulai berkata dengan nada lembut. "Baru kali ini, aku melihatmu di sini." "Ah, ya. Aku anak baru yang baru pindah dari kampus lain. Namaku Nichi Alzelvin." Nichi mengulurkan tangan bermaksud ingin berkenalan dengan gadis itu. "Gwen Quondra," ucap gadis itu tanpa membalas uluran tangan Nichi. "Ruang rektor ada di lantai dua, di sebelah ruang dosen. Aku permisi dulu." Gwen menyelonong pergi dan melewati Nichi. Nichi ternganga. "Hei, tunggu dulu!" Gwen menghentikan langkah dan menoleh di sudut bahu kirinya. "Ada apa lagi?" "Bisakah kau mengantarkan aku sampai ke ruang rektor itu? Aku takut tersesat soalnya aku baru di sini." ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Just Friendship Marriage

read
515.2K
bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

Om Bule Suamiku

read
8.9M
bc

Call Girl Contract

read
338.8K
bc

Skylove

read
115.0K
bc

Jasmine

read
211.4K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
80.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook