Ting!
Aku mengekori Revan yang mendahuluiku keluar dari Lift sedikit merepotkan sebenarnya mengingat ia memilihki kaki yang panjang dan langkah yang lebar. Pria ini benar benar. Memintaku berjalan disisinya tapi ia selalu meninggalkanku.
"Selamat pagi!"
Aku mengangkat wajahku dan mendapati dua buah meja tepat disisi kanan dan kiri pintu coklat dengan ukiran rumit dihadapanku
ruangan yang aku yakini milik Revan.
"Selamat pagi, Amoura ini Clara dan Bianca sekretarisku dan kalian. ini Amoura asisten pribadiku dan aku ingin kalian memberitahukan semua tentang perusahaan ini padanya."
Perintahnya dengan dingin sebelum meninggalkanku berdiri seperti orang bodoh didepan pintu. Err..
"Aku, Clara!"
"Amoura."
Sahutku menerima uluran tangan gadis cantik dengan senyum tipisnya. Ia memang tidak terlalu ramah tapi ia jauh lebih baik dari Bianca yang hanya melemparkan tatapan tidak suka padaku.
"Kau saja yang membawanya berkeliling aku sibuk!"
Aku sempat melihat Clara melemparkan tatapan tajam pada gadis yang mulai sibuk berdandan. Oh jadi ini yang ia maksud dari kata 'Sibuk'
"Ayo, Amoura!"
"Aku akan menyimpan ini dulu."
Ucapku sebelum memasuki Ruangan Revan, Perutku seketika mulas melihat ruangan yang didominasi berwarna hitam dan abu abu ini.
"Itu mejamu!"
Aku menatap meja yang tidak jauh dari tempatku dan bergegas meletakkan Tablet dan Dokument dipelukanku keatas meja.
"Kau ingin kemana?"
"Aku akan berkeliling dengan Clara."
"Bawa itu!"
Aku mengambil Tablet miliknya dan tanpa berbasa basi keluar dari ruangan yang serasa mencekikku. Oh god! Auranya benar benar membuat siapapun terasa terintimidasi bahkan aku berani bertaruh seluruh oksigen didalam sana sudah ditegaskan sebagai miliknya.
"Aku tidak tahu kalau Tuan Revan memiliki Asisten pribadi, Bahkan tidak ada pemberitahun dari bagian Personalita."
Ucap Clara tanpa menatapku saat kami berada didalam Lift. Dia benar benar terlihat seperti wanita karir kebanyakan. Tegas dan Elegan. Itulah Clara.
"Entahlah, memangnya siapa yang tahu apa yang dipirkan Tuan Revan?"
Sedikit aneh sebenarnya menyebut nama Revan dengan embel embel 'Tuan'. Mungkin karna aku terbiasa memanggilnya Revan.
"Ayo! Kita tidak bisa berlama lama, ada rapat besar setelah ini."
Clara melanjutkan kalimatnya yang menggantung saat melihat Tablet ditanganku. Ah yah tentu saja ia tau mengingat Barang ini sangat mirip dengan Tablet yang kuhancurkan hanya saja ini terlihat lebih baru.
"Ini Cafetaria Kau bisa membeli Kopi disini atau di Coffeshop disebrang jalan."
Lagi lagi Clara menatap tablet ditanganku aku yakin ia sedang memastikan sesuatu tapi sayangnya ini memang benar milik Revan.
"Hey, bukankah Kau sukarelawan yang waktu itu?"
Aku dan Clara menoleh dan mendapati Wanita yang sempat membelalakkan matanya didepan Lift tadi.
"Seperti yang kau lihat."
"Tapi, bagaimana bisa?"
Aku melihatnya masih menatapku dengan tatapan tak percaya bercampur tidak terima. Ayolah. Aku tidak mau ini semakin rumit.
"Ayo, Amoura! kita harus bergegas."
Terimasih untuk Clara, aku bergegas mengekori gadis itu kembali ke Lift.
"Dia adalah Regina, dibagian Personalita."
Aku hanya diam tidak tau harus menanggapi apa. Jujur saja aku sedikit tidak nyaman berinteraksi dengan orang orang baru mengingat aku menghabiskan tujuh tahun hidupku hanya dengan bekerja.
**
Sedikit gugup aku tersenyum formal pada puluhan orang yang didominasi oleh Pria bersetelan mewah dihadapanku. Setelah Revan memperkenalkanku pria itu memintaku agar duduk dideretan kursi tidak jauh dari kursi kebesarannya. Rebecca mendengus kesal melihatku duduk dikursi terdekat dengan Revan sedangkan Clara hanya menatapku dengan datar. Entahlah aku tidak mau ambil pusing.
"Baiklah Mr. Noah silahkan dimulai.."
Setelah instrupsi tersebut semua orang termasuk aku Clara dan Bianca memusatkan diri pada Slide yang ditayangkan pada layar raksasa dalam ruangan.
"Apa yang kau lakukan?"
Aku melirik Bianca sekilas sebelum menggeser layar datat Tablet milik Revan ditanganku.
"Kenapa kau menggunakan milik Revan?"
Aku nyaris memutar bolamataku apalagi mendengar cara ia memanggil Revan, kalau bukan Revan yang memintaku menyusun data sialan itu disini aku tidak akan melakukannya.
"Tuan Revan yang memintaku?"
"Omong kosong! Revan bahkan tidak suka jika orang lain menyentuh barang barangnya!"
Ucap Bianca masih berbisik namun penuh penekanan, bosakah ia diam dan membiarkanku menyelesaikan ini?
"Katakan saja itu pada Tuan Revan."
Sahutku tanpa menatapnya dan kembali menggeser layar Tablet Revan seolah benda ini benar genar milikku. Tentu saja aku sudah menyusun data disini sejak beberapa jam yang lalu. Dan aku bersyukur Bianca tidak mengatakan apapun setelahnya selain mendengus kesal
***
Aku melirik Jam pada tablet Revan yang menunjukkan pukul 12 siang lewat 20 menit dan sialnya tenggorokanku sudah mulai terasa pahit. Aku benar benar ingin pertemuan ini segera berhenti agar aku tidak mual disini. Aku membekap mulutku dan disaat yang bersamaan sepasang mata biru itu menatapku dengan nyalang.
"Tunggu."
Dan semua kegiatan dalam ruangan itu terhenti dan menatap Revan yang menatapku.
"Kita lanjutkan jam 2 nanti."
Revan melangkah lebar kearahku masih dengan tatapan tajamnya yang terpusat padaku
"Kau bisa berjalan?"
Aku melepas bekapan pada mulutku sebelum mengagguk dan bergegas bangkit dari tempatku.
"Revan, mau menemaniku makan siang?"
Aku menaikan alisku melihat cara bicara Bianca yang terdengar tidak sopan ditelingaku.
"Kau bisa pergi sendiri. Ayo, Amoura!"
Ucap Revan dengan dingin meninggalkan Bianca yang melemparkan tatapan membunuhnya padaku yang mengekori Revan.
***
Aku meniup pelan Bubur Seafood yang masih mengeluarkan asap mengepul. Sekali lagi aku menatap Revan sedikit ragu ingin bertanya.
"Ada apa?"
Tanya Revan memicingkan matanya, aku menghela nafasku dan kembali meletakkan sendokku.
"Bian-"
"Dia anak kolega Ayahku."
Dan aku langsung mengerti dari sikap Bianca padaku dan pada Revan tentunya.
"Oh.."
Setelah itu kami makan dalam diam dan membantuku menyiapkan 7 butir obat berbeda yang dibawakan oleh Zoe.
"Amoura?"
"Ya?"
Aku menatap mata Biru itu yang menatapku sama seperti saat kita pertama kali bertemu di Restaurant itu.
"Zoe akan mengantarmu pulang."
"Pulang? Tapi ini belum jam pulang!"
Ucapku tak terima, Revan mengetatkan rahangnya masih dengan tatapan yang sama.
"Istirahatlah, setelah Rapat nanti aku ada urusan."
"Aku tidak mau!"
Tolakku mentah mentah membuat Revan menggeram kesal.
"Aku Boss mu dan kau harus menuruti perintahku!"
"Iya, Tuan pemaksa!"
Gerutuku, aku benar benar banyak berubah setelah bertemu Revan. Aku tidak lagi menggumam atau menunduk. Tidak tidak. Aku tidak berubah tapi aku kembali pada diriku tujuh tahun yang lalu.
"Jangan menungguku pulang!"
"Siapa yang ingin menunggumu?"
Revan tak membalas ucapanku dan bergegas bangkit dan memintaku mengikutinya keluar Restaurant dan Zoe langsung menyambut kami.
"Antar dia pulang, dan pastikan dia tidak keluar dari Apartement!"
"Baik, Tuan Revan!"
Aku memutar bola mataku malas mendengar ucapan Revan seolah aku adalah tahanannya. Ayolah Amoura, kau memang tahanannya sejak hari itu bukan?
"Mari, Nona."
Aku memggeram dan melemparkan tatapan Penuh suka cita akan Kekesalan
"b******k!"
Umpatku sebelum memasuki mobil tanpa Menoleh lagi pada pria menyebalkan itu.
***