2. Arseilla Halsten de Zerestria, 8th Princess of Zerestria

1568 Words
“Bagaimana bisa Kakak memutuskan seperti itu tanpa persetujuanku terlebih dulu!” Geram Putri Arseilla begitu melihat wajah kakaknya yang mana memiliki status lebih tinggi. Bila tetua kerajaan, Ibunda atau mendiang Raja melihat sikap Putri Arseilla saat ini pasti sudah mencerca Putri dengan nasehat panjang dan mendisiplinkannya secara tegas. Ratu Ethel meladeni dengan wajah datar. Sudah bersiap bahwa hal ini pasti akan terjadi, Putri Arseilla pasti marah dengan keputusan sepihak yang diambil Ratu beberapa waktu silam itu. “Tentu saja bisa karena aku adalah Ratu negara ini, aku tak harus meminta persetujuanmu. Dan apa begitu caramu bicara setidaknya pada orang yang lebih tua?” Putri Arseilla mengabaikan ucapan Ratu, tetap fokus pada tujuannya datang ke sana untuk mengajukan keluhan. “Aku tidak bisa, ini tidak adil! Kakak serius ingin mengirimku ke sana? Akan lebih baik hal ini di serahkan pada orang lain. Aku menolak!” Protesnya tegas. “Keputusanku tidak akan berubah. Ini titah kerajaan, tugas negara. Kamu akan pergi segera setelah upacara peringatan kematian Ayahanda. Persiapkan dirimu.” “Kak, tapi-tapi...” Putri Arseilla memasang wajah memelas. “Yang Mulia Ratu-ku saya mohon untuk kembali mempertimbangkan keputusan Anda, saya memohon dengan segenap ketulusan dan lubuk hati terdalam...” Bahkan Putri sampai mengubah tutur ucapannya dengan sikap membungkung rendah. Ratu bangkit dari duduknya karena sekretaris kembali muncul di depan pintu ruang kerja Ratu, telah memberi isyarat. Sudah tiba waktu untuk pergi. “Putri kau adalah anak yang cerdas, seharusnya sejak awal kamu meminta padaku dengan sikap yang pantas. Bersikaplah lebih dewasa, kita bukan anak kecil lagi.” Ratu meraih bahu Putri Arseilla, untuk menopangnya hingga berdiri tegak. Agar Ratu bisa menatap mata dan wajah Putri saat bicara. “Aku tahu kamu mampu, kau juga sangat sadari itu. Lebih dari siapa pun kau yang paling tahu dan mengerti kapasitas dan keahlianmu sendiri. Dan aku tahu kau hanya malas atau merasa takut untuk memikul tanggung jawab.” Putri Arseilla menatap mata Ratu dengan bola mata bergetar, mungkin apa yang Ratu katakan benar adanya. Intinya Putri Arseilla belum siap dengan semua itu. “Lebih percayalah pada dirimu Arseilla, kau adalah Putri kerajaan Zerestria. Kau bagian dari keluarga kerajaan, kau juga memikul nama besar mendiang Ayahanda. Kau harus tetap melakukannya...” Ratu pikir ucapan dan perkataannya bisa menyentuh hati Putri Arseilla hingga membuatnya mantap menerima keputusan itu. Tapi ternyata salah besar, Putri Arseilla memang sesuai dengan reputasinya berwatak keras dan tidak mengenal toleransi. “Aku tetap menolak! Jika Kakak dengan jelas tahu hal ini, bukankah sudah seharusnya Yang Mulia menarik titah itu. Aku akan menunggu kebijakan keputusan Yang Mulia Ratu hingga hari peringatan mendiang Ayahanda.” Putri Arseilla bertolak meninggalkan ruang pribadi Ratu dengan kejengkelan memuncak, Putri datang ke sana untuk mengajukan keluhan tapi malah sebaliknya mendapat ceramah panjang. Padahal Ratu sudah cukup penat dengan urusan pemerintahan dan hal lainnya. “Katakan Kyle, apa keputusanku sudah tepat? Putri Arseilla sudah mencapai usia 23 tahun sekarang, aku tidak bisa terus menunda atau mengundur waktu lagi untuk membuatnya mengisi posisi dan tanggung jawab.” “Anda tidak boleh ragu Yang Mulia Ratu. Keputusan Anda adalah hukum mutlak bagi negara ini. Kelangsungan masa depan negeri berada di tangan Yang Mulia, dan hamba akan selalu berada di pihak Yang Mulia Ratu.” Ya itu benar, semua ini untuk yang terbaik. Ratu kembali mendapatkan kepercayaan dirinya dan siap melanjutkan aktifitas hari ini. Agenda berikutnya adalah menghadiri undangan peresmian gedung Lembaga Sosial Rakyat Zerestria yang berada di luar Ibu Kota. Sebagai pemimpin negara Ratu sempatkan untuk hadir, tapi terlebih karena ini acara yang dibuat sang adik Putri ke 8―Eriol. Maka Ratu secara khusus meluangkan waktu dari padatnya agenda hari ini. Kehadirannya pada acara peresmian ini termasuk bentuk dukungan Ratu pada Putri Eriol. Berbeda dengan Putri Arseilla yang kekanakan, pemalas, hanya bermain. Putri Eriol begitu cerdas, dermawan, arif dan bijaksana sesuai seperti apa yang dipuja-puja publik. Rakyat berkata bahwa Putri Eriol bagai titisan sang Ibu Suri Elenna. Kepribadiannya yang sederhana, kepeduliannya pada permasalahan negeri dalam kemiskinan dan pendidikan seakan menapaki kembali jejak Ibunda yang saat itu juga masih seorang Putri. *** Putri Eriol aktif dalam berbagai kegiatan sosial sejak usia 7 tahun. Mungkin karena sejak kecil Putri Eriol sering kali mengikuti jadwal rutinitas aktivitas sosial sang Ibunda maka keperdulian itu tertanam saat usia dini. Kesehariannya Putri Eriol habiskan di luar Istana. Sebagai keseriusannya pada permasalahan ini maka Putri Eriol mendirikan lembaga sosial yang sudah lama menjadi cita-citanya. “Apa kita akan tepat waktu untuk sampai di sana?” Tanya Ratu gelisah di dalam kendarannya, karena kunjungan Putri Arseilla tadi Ratu cemas akan terlambat hadir di acara peresmian. Ratu tidak ingin membuat Putri Eriol dan tamu undangan yang hadir menunggu lama kedatangannya. “Semoga saja Yang Mulia, saya harapkan demikian. Selama dalam perjalanan tidak ada kendala apa pun―” Saat ajudan tengah bicara pada Ratu lewat kaca spion, kendaraan yang Ratu tumpangi hampir mengalami kecelakaan. Seorang laki-laki muda tiba-tiba melompat ke jalur jalan dan hampir terjadi benturan dengan kendaraan Ratu. Beruntungnya supir memiliki reaksi refleks yang cepat dengan pengalaman belasan tahun sebagai supir pribadi Ratu. Kendaraan dengan jarak tipis berhenti sebelum benturan terjadi, namun bocah laki-laki yang juga mengalami syok dari kejadian tiba-tiba itu jatuh terduduk karena lemas. “Yang Mulia, Anda baik-baik saja!” Segera ajudan memastikan kondisi Ratu yang duduk di kursi belakang. “Apa yang terjadi? Apa kita menabrak seseorang?” Jalan yang diambil untuk menuju tempat tujuan memang bukan jalan umum yang biasanya dilalui. Ratu yang meminta lewat jalan alternatif, berharap dengan menggunakan rute lain bisa mempersingkat waktu perjalanan. Ajudan bergegas keluar untuk memastikan keadaan, mendekati bocah laki-laki tadi. Daerah yang mereka lalui memang dekat dengan pemukiman penduduk dan bukan jalan utama. Karena itu Ratu sengaja meninggalkan protokoler, tidak membawa rombongan pengawal yang mungkin hanya akan mengundang perhatian saat lewat rute alternatif itu. “Kau baik-baik saja? Ada bagian yang terluka?” Tanya ajudan Ratu, membantu bocah itu berdiri. “A-Aku baik-baik saja, hanya terkejut...” Suara bocah itu bergetar dengan tutur kata terbata. “Sungguh? Kau yakin?” Tanyanya lagi. “M-Maaf saya yang bersalah!” Bocah laki-laki itu langsung membungkuk dengan kepala tertunduk dalam, panik saat menyadari kendaraan mewah yang hampir ditabraknya. Entah itu bangsawan, penguasa, pengusaha atau siapa pun dia, bocah laki-laki itu hanya takut telah membuat masalah besar dengan seseorang yang berstatus tinggi. Sementara ia rakyat dari kalangan bawah yang tidak punya kuasa mau pun harta, bahkan hak untuk membela diri. “M-Maafkan saya Tuan! Maafkan hamba!” Serunya berulang dengan kata yang sama. Melihat bocah yang terlampau panik dengan tubuh bergetar ketakutan ajudan Ratu tidak bisa berkata banyak. “Sudah hentikan, tidak masalah selama kamu baik-baik saja.” Saat mendengar kata tidak masalah bocah itu sedikit tenang. Ia akhirnya mengangkat kepala, menatap wajah pria yang sejak tadi masih menopang tubuhnya. Mencari kepastian perkataan itu benar bukan hanya sekedar ucapan manis di mulut saja dalam sorot tatapan mata. “Kau boleh pergi.” Lanjutnya lagi. Tidak perlu terucap dua kali, saat mendengar kata boleh pergi bocah itu segera berlari menghilang semakin jauh. Ajudan kembali naik kendaraan, ia tidak boleh berlama-lama membuang waktu Ratu yang berharga. Benar, apalagi di tengah perjalanan berpacu dengan waktu. “Karl katakan? Bagaimana? Apa dia terluka?” Ratu tampak panik dan pucat saat bertanya pada ajudan pribadinya. “Tidak Yang Mulia, tidak ada yang perlu Yang Mulia Ratu cemaskan.” Karl memberi isyarat pada supir untuk melanjutkan perjalanan. “Sungguh? Kau sudah pastikan dengan teliti?” Tanya Ratu masih belum bisa melepas kejadian tadi berlalu. “Anak lak-laki itu terjatuh karena terkejut, kendaraan berhenti tepat waktu sebelum terjadi benturan. Saya sudah pastikan dengan mata kepala saya sendiri keadaan anak laki-laki itu Yang Mulia, dan tidak ada luka apa pun.” Penjelasan Karl tetap dengan sikap dan suara tenang. “Syukurlah...” Ratu akhirnya bisa bernapas kembali dengan normal. Dalam penantian sesaat tadi rasanya separuh napas terenggut dalam kesadaran yang samar. Bukan hanya bocah itu yang bergetar karena takut tapi Ratu juga panik bercampur cemas hal buruk terjadi. “M-Maafkan hamba Yang Mulia...” Supir yang sejak tadi tetap diam tanpa suara, tubuh tegang, wajahnya pucat dan cemas. Meski ingin, ia tidak bisa asal angkat bicara sekehendak hati di hadapan Ratu, apalagi sebelum mengetahui situas secara jelas. “Jangan dipikirkan lagi, selama semua baik-baik saja. Fokus menatap jalan dan selalu hati-hati.” Pesan Ratu masih bisa mentolerin kesalahan itu, karena kejadian tadi sepenuhnya murni kecelakaan tidak terduga. Dan lagi pula supir berhasil menghentikan kendaraan sebelum terjadi benturan, secara teknis, tugas dan keterampilan supir tidak melakukan kesalahan apa pun. “Jangan katakan apa pun tentang kejadian tadi, pada siapa pun. Tidak juga dalam laporan jurnalku Karl!” Titah Ratu. “Tidak, sebaiknya kenyataan aku menggunakan rute lain ini juga anggap saja tidak pernah terjadi.” Ralatnya pada perintah sebelumnya. Ratu tidak ingin yang lain cemas, dan membuat dirinya sendiri sibuk dengan pertanyaan dan perhatian orang sekitar atas kejadian tadi. Salah satu tugas ajudan adalah mencatat jurnal rutinitas harian Ratu dalam sehari penuh. Meliputi agenda kegiatan, keberadaan, perjalanan, pertemuan, makanan dan minuman yang Ratu konsumsi, kesehatan dan banyak hal lainnya secara terperinci. Biasanya laporan jurnal ini akan disampaikan atau ditanya oleh tetua kerajaan dan royal family. Hanya mereka yang punya hak, kedudukan dengan kapasitas yang boleh mengetahui catatan pribadi ini. Dari keluarga kerajaan yang paling sering atau rutin Karl sampaikan laporan jurnal Ratu adalah kepada Ibu Suri Elenna. Juga pada saudari Ratu, Putri Eleanor, Putri Sarah dan Putri Racheal sebagai saudari kembar dari Ratu Ethel. ***chapter 2-Fin
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD