Pulau Bali
Pukul 10 malam, aku dan Kanu baru saja merayakan hari anniversary kami yang ke 5 tahun. Hari ini Kanu benar-benar romantis, ia mengadakan anniversary kami di sebuah hotel berbintang yang berada di pulau Bali. Kanu juga memberikan aku sebuah cincin couple.
"Jadi, hari ini kamu melamar aku?" tanyaku pada Kanu dengan melingkarkan lenganku di lehernya.
Kanu adalah laki-laki tampan yang memiliki bibir seksi dan sangat menggoda. Kanu adalah laki-laki yang selalu memperlakukan aku layaknya ratu.
Kanu melingkarkan tangannya di pinggangku dan berkata. "Tentu aku melamar kamu," jawab Kanu dengan suara yang sangat menggoda.
"Jadi, kapan kita menikah?" tanyaku yang mencoba memancing Kanu untuk membahas pernikahan.
"Bulan depan saja kita nikah, bagaimana?" Kanu menatapku dengan tatapan serius.
"Hah? Bulan depan?" Kedua bola mataku berputar seperti sedang bermain komedi putar. "Sepertinya kamu terlalu banyak minum," ucapku yang langsung melepaskan lenganku dari lehernya.
Kanu menekan tangannya yang melingkar pada pinggangku. "Walaupun aku banyak minum wine, tapi aku sadar!"
Aku benar-benar tidak menyangka kalau Kanu tidak marah ketika kami membahas pernikahan. Biasanya Kanu seperti orang risih ketika aku membahas pernikahan.
"Kapan aku bisa menemui orang tua kamu?" Kanu menyentuh daguku dan menatapku dengan serius.
Aku dan Kanu memang bukan anak remaja yang hanya memikirkan cinta dan lain sebagainya. Aku dan Kamu sudah memasuki kepala tiga, namun kami jarang membahas pernikahan karena kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun orang tua kami selalu menuntut kami untuk menikah, mereka sangat menginginkan cucu.
"Kapan saja bisa, bulan ini orang tuaku tidak ada perjalanan bisnis," ucapku.
"Oke, besok aku akan menemui orang tua kamu!" Suara Kanu terdengar sangat serius dan lebih serius dari biasanya.
Aku hanya bisa terdiam dan melongo saat melihat Kanu yang seperti ini. Namun disisi lain aku sangat bahagia kalau Kanu akhirnya akan menikahiku.
"Sayang, sepertinya ponsel kamu bunyi," ucapku saat mendengar ponselnya Kanu yang terus-menerus berdering.
Kanu langsung bergegas mengambil ponselnya dan langsung mematikan telepon itu.
"Loh, kenapa di matikan?" tanyaku yang masih menatapnya dari jauh.
"Tidak apa, biasa ini orang kantor selalu mengganggu," jawab Kanu dengan santai, namun raut wajahnya Kanu benar-benar panik.
"Oh begitu," aku tidak terlalu menghiraukan semua itu.
Selang beberapa jam kemudian. Aku dan Kamu sedang bersantai di sebuah sofa sambil menonton tv.
"Nanti aku mau punya bayi lucu seperti itu," kata Kanu sambil menunjuk bayi yang ada didalam tv itu.
"Nikah aja belum sudah bahas bayi," balasku.
"Sebentar lagi kita akan menikah dan memiliki banyak anak!" Lagi-lagi Kanu mengatakan itu dengan tatapan yang sangat serius.
Tatapan Kanu tidak seperti biasanya, ia seperti sedang membujukku dan menyembunyikan sesuatu.
"Sebenarnya ini ada apa," batinku.
Tidak lama kemudian. Suara pintu kamar kami berbunyi dan ada seseorang yang masuk kedalam kamar kami. Aku dan Kanu langsung bangun dari duduk lalu menatap kearah pintu.
"Jadi meeting kali ini di hotel dengan seorang wanita, tuan Kanu!" Seorang wanita hamil yang berhasil masuk kedalam kamar kami membuatku sedikit mengerutkan kening.
"Lili, kau Lili kan?" Akhirnya aku mengenali wanita hamil itu.
"Oh jadi kau masih berhubungan dengan Jasmine!" Lili menatap kearah Kanu dengan sinis, bola matanya melotot seperti hantu.
"Li, maksudnya apa?" aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Lili katakan.
"Sayang, coba kamu jelaskan semuanya pada kekasih tercinta kamu ini!" Lili menunjukku dengan telunjuk kirinya setelah melirik kearah Kanu.
"Sa ... sayang?" aku langsung menoleh kearah Kanu.
Wajah Kanu sudah sangat memerah seperti udang rebus lalu Kanu mencoba merangkul pundakku, namun aku langsung menghindar darinya dan tidak ingin di sentuh lagi olehnya.
"Hei Jasmine, apa kau tidak tau kalau Kanu dan aku sudah menikah!" Lili memperlihatkan cincin di jari manisnya.
Sekilas aku melirik kearah cincin Lili lalu melirik kearah cincinku yang baru saja Kanu berikan tadi.
"Jadi, kau memberikan cincin yang sama pada istrimu dan aku? Dasar laki-laki gila!" Sudah tidak tahan lagi dengan semua yang aku lihat disini. Aku langsung membuka cincin yang melingkar di jari manis ku. Aku melemparkan cincin itu tepat di wajahnya Kanu.
"Jasmine, aku bisa jelaskan semuanya!" Kanu mencoba menahan tanganku dan ingin menjelaskan semuanya. Namun aku menepis tangannya Kanu dengan kasar.
Aku menatap Kanu dengan sorotan mata penuh kebencian, lalu aku berkata. "Terimakasih untuk lima tahunnya selama ini, semoga kamu hidup bahagia dengan wanita gatal yang sedang mengandung anak haram kalian!" aku mengumpat sekaligus menyumpahi Kanu dan Lili.
Lili tidak terima dengan apa yang aku katakan barusan, ia menjambak rambutku dengan kasar. Namun Kanu mencoba menenangkan Lili yang tengah hamil besar.
"Dasar wanita jalang!" teriak Lili padaku.
"Jalang?" aku mendekati wajah Lili dan sekilas menatap benci pada perut besarnya. "Jalang yang sebenarnya itu saya apa anda!"
Lili adalah wanita yang palingku benci selama ini. Lili adalah wanita sombong dan sangat angkuh. Lili juga adalah musuh terbesarku dalam dunia sekolah maupun dunia pekerjaan. Tapi, entah bagaimana ceritanya Lili dan Kanu bisa bertemu, bahkan Lili sedang mengandung anaknya Kanu.
***
1 minggu kemudian.
Hidupku sangat berantakan dan sangat kacau semenjak mengetahui Kanu memiliki wanita lain dan bahkan memiliki anak dari wanita lain. Rasanya ingin sekali aku bunuh diri agar tidak menderita seperti ini.
"Kakak Jasmine!" teriak Jemi. "Ayo makan!" teriak Jemi lagi dari luar kamarku.
Jemi adalah adik laki-laki aku yang sangat cerewet namun ia selalu perduli padaku.
"Rasanya ingin mati saja aku," batinku yang masih kacau dengan apa yang terjadi padaku.
1 jam kemudian.
Jemi masuk kedalam kamarku dengan membawa nampan di tangannya.
"Makan dulu deh kak!" Suara Jemi terdengar ketus namun memperdulikan diriku.
"Belikan aku obat tidur!" titah aku pada Jemi.
"Heh, apaan sih!" Jemi menyimpan nampan itu diatas meja yang berada di samping tempat tidurku.
Jemi menuntunku untuk bangun dari tempat tidur namun aku tidak mau, aku hanya ingin berbaring diatas tempat tidur selamanya.
"Kak, untuk apa sih masih memikirkan laki-laki seperti itu!" Jemi benar-benar tidak suka kalau aku masih memikirkan Kanu.
Aku dan Jemi memang kakak-adik, kami juga sangat dekat layaknya sahabat. Jadi setiap masalah yang kami alami pasti kami akan tau.
"Semua laki-laki sama saja, semuanya sama-sama ..."
"Berhenti memaki dan menghina semua laki-laki, karena semua laki-laki itu tidak sama!" Jemi protes saat diriku mengatakan semua laki-laki itu sama.
"Pergi sana, aku ingin tidur!" aku langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhku.
"Dasar wanita lemah!" sentak Jemi.