28. Device That is Supposed to be Gone

1377 Words
Alkisah di sebuah kerajaan megah bernama Alba, terdapat tiga bersaudara: Lovia, Lalia, dan Leon. Mereka bertiga awalnya sangat dekat—sangat menjunjung tinggi persaudaraan. Namun, ketika ayahnya sakit keras, sifat asli mereka terbongkar. Mereka bertiga memperdebatkan siapa yang akan menjadi penerusnya. Lovia sebagai anak sulung, tentu adalah orang yang paling mungkin untuk menjadi penerus kerajaan. Tetapi, di balik itu, ia memanfaatkan senioritas ini dengan menginjak-injak kedua adiknya. Tingkahnya ini tidak membuat sang ayah semakin membaik dari penyakitnya. Lalia adalah anak tengah. Dirinya sering sakit. Sejak lahir, kondisi tubuhnya memang tidak sepenuhnya sehat. Karena itu, ia sering dijumpai di kamarnya dengan berbagai perawat yang mengawasi keadaannya. Dengan situasinya yang tidak mendukung itu, ia tetap ingin duduk di singgasana. Leon, anak bungsu sekaligus satu-satunya anak laki-laki, membanggakan dirinya. Karena secara hukum, seharusnya laki-laki lah yang meneruskan kerajaan. Dia menentang kedua kakak perempuannya dan berusaha menjatuhkan mereka. Ibu mereka yang emosinya campur aduk itu tidak bisa melakukan banyak hal kecuali menangis. Hingga pada suatu saat, seorang penyihir mendatangi sang ratu. Penyihir itu menawarkan sebuah hadiah untuk masing-masing anak ratu. Kata penyihir itu, jika hadiah itu diberikan kepada anak-anaknya, maka mereka tidak akan berkelahi untuk kursi raja lagi. Ratu yang sudah menyerah dalam segala hal pun menerima bantuan sang penyihir. Tidak lama kemudian, penyihir itu datang kembali ke istana sambil membawa tiga kotak. Satu per satu kotak diberikan ke ketiga anak itu. Yang pertama adalah sebuah mahkota mewah yang diberikan kepada Lovia. Kemudian, sebuah gelang dengan liontin putih yang indah untuk Lalia. Yang terakhir, kristal yang sangat berkilau untuk Leon. Ketiga benda inilah yang membuat ketiga anaknya berhenti bermimpi untuk memerintah kerajaan. Lovia terus memakai mahkotanya tanpa tahu bahwa mahkota itu beracun. Lama-kelamaan, racun itu berhasil menyerang otaknya dan membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Tidak lama kemudian, dirinya sering berbicara sendiri. Lovia sering berteriak seakan-akan dia sedang memberikan perintah kepada para rakyatnya sebagai ratu. Mahkota itu berhasil membuatnya berhalusinasi bahwa dirinya adalah penerus kerajaan. Lalia yang sering sakit itu selalu memakai gelang dengan liontin putih karena ia sangat menyukai keindahannya. Semakin lama, dirinya semakin sehat. Tentu Lalia terlepas dari berbagai penyakit yang sebelumnya ia derita. Tanpa tahu, kekuatan liontin itu dibayarkan dengan umurnya. Si anak tengah pun meninggal di usia yang muda. Leon diberikan kristal yang katanya bisa meramal masa depan. Kristal itu dapat menampilkan sebuah rekaman yang sangat realistis. Di sana, ia melihat dirinya duduk di singgasana dengan anggun. Tanpa sadar, ia terjebak di dalam kristal itu dan tidak bisa melihat apa yang terjadi di dunia nyata. Leon terkurung di dalam mimpinya sendiri. Legenda itu adalah legenda yang diceritakan turun-temurun di Alba. Meski hanya sebatas legenda, ketiga benda tersebut sungguhan ada dan selalu diwariskan. Tidak seperti pada legenda, ketiga benda itu tidak memiliki efek samping yang buruk. Justru, ketiga benda itu adalah perangkat yang suci. Setiap raja atau ratu yang sedang memerintah kerajaan akan mendapatkan Lovia’s Crown. Namun, dari apa yang dicatat dalam sejarah, tidak ada yang menggunakannya. Mereka biasanya hanya memajangnya di kotak kaca. Tidak ada yang ingin mencari perkara dengan memasangnya di jantung mereka. Setiap anak yang memiliki potensi terkuat sebagai penerus maupun petinggi kerajaan akan diberikan Lalia’s Pendant. Liontin ini biasanya dipasangkan ke rantai emas dan dikenakan sebagai kalung ataupun gelang. Benda ini digunakan sebagai jimat sekaligus tempat energi cadangan. Berbeda dengan dua peninggalan lainnya, Leon’s Crystal tidak memiliki pemilik yang pasti. Biasanya, kristal ini dibawa oleh prajurit atau pengawal dalam perang. Gunanya yaitu untuk merekam kejadian penting. Jikalau dalam perang itu tidak ada yang selamat, maka paling tidak ada kenangan yang masih bisa dibawa kembali ke istana. Lalia’s Pendant kini berada di tangan Pilav, satu-satunya anggota kerajaan yang berhasil hidup. Tanpa ada yang bisa menduga, Leon’s Crystal bisa ada di tangan Tyra. Padahal, perempuan itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan kerajaan. Untuk Lovia’s Crown, tidak ada yang tahu ada di mana. Di antara ketiga benda itu, Lovia’s Crown adalah yang paling berbahaya. Itulah alasan Pilav tidak bisa berhenti mengkhawatirkan tentang mahkota terkutuk dari Alba. “Pilav, kamu tau kalo Tyra itu bagian dari Blade?” tanya Nyridia. “Kenapa kamu gak bilang di depan Paman Bosley?” “Kalo aku kasih tau itu, berarti kita harus membunuhnya,” jawab Pilav. Sekarang, dirinya sudah kembali seperti biasa. Nada bicaranya juga sudah normal. “Benar juga. Tujuan Tim Elite dibentuk kan memang untuk membunuh semua anggota Blade,” jawab Eugene. “Kalau kita membunuh Tyra, kita kehilangan banyak informasi berharga.” “Aku hanya bingung kenapa Tuan Herreros memilih Edberg sebagai jenderal utama,” ucap Seth. “Di antara semua kesatria, kenapa harus dia?” “Sepertinya kita harus menyelidiki secara diam-diam lagi,” kata Eugene. “Kamu tau Tyra itu anggota Blade dari mana?” tanya Nyridia pada Pilav. “Terus, soal tiga benda yang kamu sebut tadi, kamu tau dari mana?” “Nyridia,” tegur Seth lalu menggeleng—memberi tanda supaya temannya itu tidak bertanya lagi. “Kita harus bagaimana sekarang?” tanya Eugene mengganti topik. Pilav tiba-tiba bangkit. “Aku ingin pergi ke suatu tempat. Kali ini, jangan ikuti aku.” Setelah mengatakan itu, Pilav meninggalkan markas. “Ah … ke mana lagi dia?” gumam Eugene. “Seth, Escalera sungguh dalam bahaya? Seperti yang dijelaskan Pilav tadi?” tanya Nyridia. “Bisa saja begitu. Kita fokus aja ke Blade. Organisasi itu adalah bibit dari segalanya,” jawab Seth. “Mahkota itu seharusnya bisa kita temukan kalo kita menyelidiki Blade.” “Amy Wing sudah kita kalahkan. Selanjutnya siapa?” tanya Eugene. “Kita bahkan tidak punya petunjuk,” jawab Nyridia. “Ya, ini tugas kita untuk mengumpulkan informasi lagi,” tambah Seth. “Tapi, aku masih bingung. Kok Pilav bisa tahu banyak soal ini? Apalagi soal Tyra,” kata Nyridia. Seth berpikir sebentar lalu menjawab, “Sepertinya karena tempat asal mereka sama. Seingatku, Pilav berasal dari Desa Gowi, sama seperti Tyra.” *** Berita tentang pergantian posisi jenderal utama sekaligus pemimpin Soleclar sudah sampai di telinga Tim Eria. “Kalian tau tentang ini? Apa Eugene ada bilang sesuatu?” tanya Feather pada Arias dan Felix. Kedua laki-laki yang cukup dekat dengan Eugene itu menggeleng. Sebelumnya, memang hanya Arias yang dekat dengan Eugene. Namun, sekarang Felix juga sudah mulai dekat dengan anak dari Bosley itu. Felix memutuskan untuk berlatih bersama Eugene untuk mengasah kemampuannya. Siang ini, Klaus dipanggil secara tiba-tiba ke Soleclar. Tim Eria sedikit khawatir dengan apa yang akan terjadi di sana. Kemungkinan terburuknya adalah Klaus akan dipenjara lagi. Sesampainya di Soleclar, Klaus disambut oleh seorang penjaga. Seperti sebelumnya, tanpa ada sepatah kata pun, penjaga itu mengantar Klaus ke ruangan jenderal utama. Ketika pintu itu dibuka, sang pemilik ruangan sudah berbeda. Bukan lagi Jenderal Bosley yang memiliki wajah mengintimidasi meski memiliki hati yang lemah. Tetapi, yang ditangkap oleh matanya adalah seorang pria dengan wajah masam yang terlihat tidak asing baginya. Klaus diperintahkan untuk duduk di hadapan jenderal utama. Tentu pria berambut abu-abu tua itu merasa gugup. Dirinya gugup bukan karena takut dengan jenderal baru itu. Tetapi, ia gugup karena tidak tahu apa alasan dirinya dipanggil. “Tulislah surat permintaan maaf sebanyak dua lembar,” kata Edberg. “Jika tidak mau, maka saya akan mengurungmu lagi.” “Surat permintaan maaf?” tanya Klaus. Edberg mengangguk. “Jelaskan rincian kejadiannya. Jelaskan alasanmu masuk ke rumah Tuan Ritchie. Jelaskan semua tentang kesalahanmu.” Tanpa sadar, keringat dingin mengucur di dahi Klaus. Jika ia harus menjelaskan semuanya, maka identitasnya akan terbongkar. Jika ia tidak mau melakukannya, ia harus dipenjara selama dua puluh lima tahun. Di situasi sekarang, tidak akan ada yang bisa membantunya. “Kalau kamu bohong, kamu tahu kan apa akibatnya?” tanya Edberg. Klaus semakin gugup ketika mendapat peringatan itu dari Edberg. Ia meraih pena dan mulai menulis namanya di atas kertas yang disediakan. Setelah menulis nama, dia terdiam. Isi kepalanya terus bertarung. Ia bimbang harus menulis apa. Kalau aku menjelaskan bahwa aku cucu dari Tuan Ritchie, identitasku akan terbongkar. Kalau aku menulis sesuai dengan kesaksian Seth, maka misi Tim Elite akan ketahuan. Kalau Edberg adalah musuh, maka akan lebih rumit lagi. Ayolah. Ayo, temukan solusi! Kaki Klaus terus bergetar. Berada di ruangan yang luas ini pun membuat dirinya seperti terkurung di kandang kecil. Ia tidak bisa berbuat banyak kecuali menuruti perintah dari seorang jenderal. Klaus memejamkan mata sebentar. Setelah itu, ia mulai menulis semua yang ada di pikirannya di kertas itu.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD