Chapter 2 - Skandal NASA

1172 Words
Atmosfer ruangan ini cukup riuh namun terasa berat. Sekalipun ruangan yang cukup besar- setidaknya muat untuk dua ratus orang di dalamnya, tapi tak membuat beban yang melingkupi ruangan disana hilang begitu saja. Baik si fokus utama maupun mereka yang hanya menjadi penyalur media.              Ruangan menggelap, semua cahaya selain lampu sorot dan layar proyektor diatas sana dimatikan. Sesosok tinggi dengan wajah datarnya datang, melangkah ringan menuju tengah panggung yang tentu saja diiringi dengan suara khas dari kamera dan blitz yang menyakitkan mata.              Sosok wanita muda dengan blazer hitamnya berdiri di pojok kanan. Tangannya menggenggam mic dengan cukup keras, berharap ia mampu berdiri dengan baik walau kakinya tremor. Tidak menyesal namun cukup gugup saat ialah yang ditunjuk menjadi perwakilan semua pers untuk bertanya pada Evan di konferensi pers kali ini.              Fisikawan muda itu malam ini terlihat amat sangat menawan. Gaya rambut yang sengaja menampilkan dahinya, kenaan yang tidak terlalu formal, ditambah senyum klasik yang terpasang di bibir tipisnya membuat banyak orang cukup terpesona hingga nyaris melupakan apa tujuannya berada di ruangan ini.              Ya. Tadi siang, selepas keluar dari kantornya, pria jangkung ini membuat statement yang cukup gila. Fakta bahwa kecelakaan Challenger sebulan yang lalu- kecelakaan yang merupakan momok mengejutkan untuk dunia, merupakan kesalahan pihak internal yang membuat rocket, bukan kesalahan para awak.              Ia menggulirkan pandangannya. Ratusan orang yang disertai pula dengan banyaknya kamera juga cahaya kilat, membuat dirinya masuk tanpa sadar pada kilas balik masa lalunya yang cukup pahit. Dirinya ingat, Evan kecil pernah berhadapan juga dengan orang orang dewasa yang menyebut diri mereka sebagai penyiar berita. Baik itu surat kabar, majalah, radio, hingga dari stasiun penyiaran berita. Evan kecil saat itu memandang dengan lugu, menjawab banyaknya pertanyaan- yang kebanyakan ia tak mengerti- dengan jawaban jujur tanpa mengada ngada.              Evan kecil diberondongi pertanyaan setelah dirinya berhasil selamat dengan susah payah atas tragedi yang menimpa keluarganya. Evan kecil sudah diberikan tanggung jawab sosial secara tidak langsung mengenai kesan yang dimiliki ayahandanya selama ini. Evan kecil secara tidak langsung telah diberikan impresi bahwa dirinya yang akan meneruskan jati diri keluarganya sebagai ilmuan menggantikan ayahnya yang tewas akibat kecelakaan mobil saat itu.              Saat itu ia tahu, bahwa dirinya akan menjalani kehidupan yang sama persis seperti yang ayahnya lakukan. Hidup dalam bayang bayang masyarakat karena penemuan yang dianggap akan membantu umat manusia dalam keberlangsungan hidup mereka. Bahwa dirinya akan menjadi sosok yang dipuji puji banyak orang apabila penemuannya berhasil, namun akan di cap menjadi orang sinting saat hasil kerja kerasnya tak sepadan dengan ekspetasi dari publik.              Mulai dari sana, Evan kecil melihat dunia sebagai penonton yang selalu mengawasi gerak geriknya. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya apabila ia merusak nama baik yang telah ayahnya bangun dengan sungguh sungguh. Namun dirinya pun memiliki batas. Ia terkadang muak dengan segala rutinitas yang tentu saja bergerak sama setiap harinya. Bahkan berulang di setiap jam nya. Oleh karena itu dirinya terkadang melakukan hal gila, yang mungkin saja orang lain tak akan sudi melakukannya, hanya untuk merasa bahwa dirinya masih menjadi milik dirinya sendiri. Bahwa apa yang dilakukannya adalah kemauannya walaupun harus ditutupi dengan alasan science purpose.              “Jadi maksud anda, manager NASA  juga manajemen Morthon Thiokol yang bersalah atas meledaknya pesawat luar angkasa challenger beberapa bulan yang lalu?”              Evan berdeham pelan. Menjulurkan tangannya dengan gesture untuk menyuruh wanita muda tadi duduk selagi ia menjelaskan. “Ya” sempat meminum air mineralnya dahulu sebelum meneruskan. “Manager NASA telah diketahui bahwa ia mengetahui tentang kontraktor Morton Thiokol desain SRB mengandung cacat yang berpotensi akan menyebabkan bencana di O ring semenjak tahun 1977, saat dimana proyek ini baru dimulai. Tapi, mereka gagal untuk mengatasinya dengan benar, juga mengabaikan peringatan dari insinyur tentang bahaya meluncurkan yang ditimbulkan oleh suhu rendah pagi itu”              Jari jarinya kembali beradu dengan kerasnya kayu jati kualitas tinggi dengan ritme yang pasti. Telunjuk hingga jari kelingkingnya beradu menghasilkan bunyi bunyian yang bisa didengar jelas dalam senyapnya ruangan karena berusaha fokus demi rangkaian kalimat yang akan keluar dari bilah bibir si ilmuan muda.              “Apakah tuan bisa menjelaskan kenapa O ring yang tadi disebut bisa menyebabkan kecelakaan tersebut?” tanya wanita muda itu lagi              “Begini, peluncuran dijadwalkan pada tiga hari sebelumnya, namun ditunda karena cuacanya amat sangat buruk. Lalu dijadwalkan kembali pada keesokan harinya, namun kembali ditunda karena adanya masalah dengan menetas akses eksterior. Salah satu indikator microswitch digunakan unutk memverifikasi bahwa penguncian tidak berfungsi. Kemudian baut dilucuti mencegah kru obral dari menghapus fixture menutup dari peongorbit itu. Ketika akhirnya fixture jadi, crosswinds di Shuttle Landing Fasilities melampaui batas batas sehingga kembali di batalkan”              "Dengan berbagai kerusakan, maka bisa dikatakan bahwa pesawat belum siap untuk dilucurkan. Namun, keesokan harinya, pesawat kembali didajadwalkan untuk diluncurkan. Sedangkan cuacanya luar biasa dingin, suhunya mendekati -1 derajat celcius, yaitu suhu minimum yang diizinkan untuk peluncurkan. Insinyur telah membahas tentang cuaca tersebut, menyuarakan keprihatinan dan kekhawatirannya, namun pesawat tetap diluncurkan.” Lanjutnya              “Saat diluncurkan, suhu ternyata mencapai -8 derajat celcius, sangat melebihi ketahanan cincin yang ternyata hanya di sekitar 4 derajat celcius, itu membuat O ring membeku, mengeras, kemudian pecah dan membuat bahan bakar roket menyembur ke tangki eksternal dan memicu kebakaran, yang berakhir pesawat hancur berkeping keping dalam jangka waktu beberapa detik dari jam peluncuran”              Tarikan nafas terdengar di sekelilingnya. Suara suara khas mengetik langsung terdengar lebih cepat. Semua orang berlomba lomba menyuarakan pertanyaan yang ada di kepalanya tanpa menunggu si juru bicara untuk kembali bersuara. Rekaman dirinya saat bicara tadi langsung tersebar luas di dunia maya, live saat itu juga, memicu masyarakat biasa untuk bergerak menyebarkan dari satu entitas ke entitas lain, kemudian ricuh mengenai tanggapan pemerintah akan apa yang mereka saksikan tadi. Karena peluncuran pesawat tadi didanai dan disetujui oleh pemerintah, ini membuat negara cukup mengalami shock berat pada saat itu.              Baru saja Evan akan mulai kembali berbicara, gerombolan pria berseragam lengkap dengan senapannya masuk ke area conferensi pers. Menyodorkan sebuah kertas yang bahkan belum sempat ia baca, namun lengannya telah terborgol dengan sempurna.              Lagi dan lagi bibirnya membentuk lengkungan simpul. Banyak skenario yang tercipta secara tak langsung di otaknya dalam keseharian hidupnya mulai terjadi satu persatu. Tentu saja apabila disandingkan dengan kelakuan gilanya semasa hidup, kejadian penangkapan ini merupakan salah satu hal yang sangat mungkin terjadi. Namun pria itu sedikit tak menyangka apabila akan ditangkan ditengah tengah dirinya menyampaikan berita penting.              Para wartawan yang ada disana menengok ke arah mereka skeptis. Puluhan pertanyaan seperti apakah ia ditahan karena bicara yang sejujurnya, apakah ia ditahan hanya karena mengungkapkan fakta terdengar. Mereka berbondong bondong berbalik arah menyeruakan isi pikirannya pada aparat yang tak jauh dari sana. Ruangan menjadi amat sangat ricuh, salah satu pihak berwenang bahkan harus menembakan timah panas sebagai tanda bahwa mereka harus diam atau kejadian yang tak mereka inginkan akan terjadi.              Polisi tadi tetap tenang. Mengucapkan Miranda Rules sembari berkata bahwa “Kau ditangkap atas tuduhan pencurian Otak Einstein, penghancuran makam, perusakan anggota tubuh korban tersebut dengan melapisi lilin agar otaknya tetap berbentuk sempurna. Lalu melakukan pembedah tanpa persetujuan keluarga untuk kepentingan pribadi”. Membuat para pers terkejut namun senang di saat yang bersamaan karena memiliki bahan untuk dilaporkan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD