Chapter 17 - Bagaimana Ainsley Biasa Membunuh

1712 Words
Asap mengepul dari dalam mulut pria jangkung itu tak membuat satu satunya anak kecil dibawah sana menghindar karena risih. Terbatuk? Tentu saja. Namun keadaan gelap dan beberapa pasang mata memandang mereka, cukup menjadi alasan bagi Petter agar bocah itu senantiasa ada dibelakang yang lebih tua. Hans mengelus pelan pelipisnya lalu sedikit mendorong tubuh kelebihan kalsium bocah itu untuk sedikit memberi jarak darinya. Ia menghisap lintingan tembakaunya dalam dalam, seakan akan takut mati jika satu detik pun terlewatkan. Menghembuskan asap putih yang berkali kali membuat Petter terbatuk, membuahi tertawaan mengejek dari pria pria tak dikenal yang mengelilingi mereka. “Untuk apa kau membawa bawa anak hamster” merujuk kepada Petter. Tidak mendelik sebal seperti biasanya jika ia diganggu oleh Michael, Petter semakin menyusup kebalik tubuh Evan dan Michael yang tak jauh darinya. Bukan bermaksud untuk mengkotak kotakan setiap orang, hanya saja bocah yang satu itu belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki perawakan seperti mereka. Salahkan film yang dahulu sering ditonton bersama dengan ayahnya, membuat image dalam kepala Petter merujuk pada orang orang jahat dengan tampilan acak acakan. “Bukan urusanmu, dan bisakah kalian tidak lambat?” umpat Ainsley. Dirinya sudah muak seakan ditelanjangi oleh pria p****************g yang ada di sekeliling mereka. Jika saja dirinya tak membutuhkan para b******n ini, sudah pasti gadis itu akan dengan senang hati mencongkel kedua bola mata mereka satu persatu. Sesosok pria dengan rompi lusuhnya datang menghampiri Hans dengan senyum puas. Bola matanya melirik kearah tas besar yang sedari tadi digenggam erat oleh Evan. “Kita bisa melakukan transaksi itu jika transaksi yang ini sudah selesai” sahut Hans dengan kaku. Bukan. Bukan dirinya takut atau apalah itu. Dirinya memang terkadang berujar kaku dibeberapa saat kruisial karena pembawaan di lingkungan kerjanya. “Santai saja, temanku” ucapnya berbasa basi. Jemari kotornya menelusuri pelan pelipis Ainsley, pelan menuju pipi hingga mendarat ke tulang selangka. Belum sempat Hans memperingati, pria itu sudah terkapar dilantai dengan gusi yang sobek hanya keran satu tendangan yang diberikan oleh Ainsley. “jaga tangan kotormu” decihnya sembari meludah. “Hey, kau menemukan dimana lacur seperti ini?” kekehnya setelah kembali berdiri. “menarik. Bagaimana jika kau pinjamkan jalang yang satu ini untuk kami gilir?” yang dibalas tertawaan menggelegar dari belasan temannya yang mengelilingi kelima orang pendatang itu. Petter dengan gugup memegang salah satu lengan Ainsley dengan kedua tangannya, mengelus pelan menggunakan ibu jarinya berharap nona sadis yang satu tidak tidak memperlihatkan kesadisannya. Sebuah mobil berwarna hitam dengan kabin yang terlihat cukup luas memasuki pandangan mereka. Mobil yang diaku sudah di modifikasi agar tahan terhadap peluru ini merupakan objek yang akan ditukar dengan mobil box yang mereka curi beberapa hari yang lalu. Hans mengeluarkan senapannya dari balik jaketnya, memberikan tiga kali tembakan ke bodi mobil untuk membuktikan apakah benar mobil tersebut merupakan mobil yang sudah di modifikasi. Dirinya mengangguk cukup puas melihat keadaannya yang hanya memiliki bekas, namun tidak tembus sama sekali. “Bagaimana, manis? Kurasa milikku cukup panjang untuk memuaskanmu” Ainsley yang tadi sudah cukup muak dan akan mengiring Petter bersamanya untuk menunggu didalam mobil, kalap ketika mendengar rentetan kata penuh pelecehan seperti itu. Tangannya bergegas membuka pintu mobil untuk menembak mati si pengemudi yang tadi membawa mobil, mendorong Petter untuk masuk dan menitahkan untuk mengunci dirinya sendiri dari dalam. Chaos terjadi. Belasan orang yang ada disana saling mengeluarkan alat untuk mereka bertahan diri. Sama pula dengan Hans, Evan juga Michael yang mengeluarkan senapannya masing masing. Baku hantam terjadi di sebuah gang kecil remang yang ada disudut kota kecil ini. Seseorang yang berusaha memukul mereka menggunakan golok ditangki dengan baik oleh Michael yang meraih lempengan besi tak jauh dari posisinya. Berhasil tertangkis, ujung lempengan yang tipis digunakan untuk menyayat kaki pria itu hingga si empunya terduduk mengerang kesakitan. Beberapa tembakan terjadi, bukan hanya mereka yang memiliki senapan, tentu saja sindikat kecil inipun memilikinya. Toh kejadian hari ini mulanya akan digunakan sebagai transaksi mobil box dan puluhan senapan mereka dengan mobil baru dan uang sebagai gantinya. Hans berhasil menghindar setelah memojokkan dirinya sedikit ke tembok, memegang keras lengan yang menggengam senapan untuk dibawahnya mundur lalu mematahkan lengannya dengan mudah. Tak sampai disitu, ia menggerakan sikunya untuk menghantam tengkoraknya agar remuk berbentur dengan kerasnya dinding. Michael menggunakan lempengan yang sama berhasil meraih lutut belakang orang lain yang tadinya akan menghantam kepala Hans, lalu membawa lutut itu agar posisinya lebih dekat dengan kedua bulir matanya. Mendorong telapak tangannya dengan keras hingga korbannya terbentur, lalu menancapkan sebilah pisau lipat dengan keras lalu menyeretnya kebawah hingga paha itu robek dengan sangat panjang, membuat si empunya suara berteriak amat sangat kencang. Petter yang melihat semua kejadian itu memilih untuk meringkuk didalam mobil, dengan gemetar menutup kedua telinganya menggunakan tangan, juga mata yang terpejam. Evan menangkap moncong senapan yang mengarah kepada dirinya. Naas, si pelaku sudah lebih dulu membuka kunci dan menekan pelatuk, membuat telapak tangan mantan ilmuan yang satu itu harus tergores peluru dengan luka yang cukup dalam. Tubuhnya dibalikkan, dirinya bergerak untuk membuat orang tadi menembaki rekannya sendiri menggunakan senapan yang ada di tangannya, tentu saja bagaikan pion yang dimainkan oleh si tangan tuhan. Sesudahnya, Evan melontarkan sebuah peluru tepat di pelipis pria tadi, membuatnya jatuh dan mati tanpa merasakan sekarat. Sungguh disayangkan. Ainsley sendiri setelah menyeret mayat pengemudi keluar dan memastikan Petter aman didalam mobil memilih untuk menggunakan AK-47 yang sedari tadi dibawanya. Menyimpan baik baik pisau lipat yang biasanya dia pakai untuk bertarung. Tapi tidak, tidak untuk saat ini. Ia melontarkan tiga buah timah panas secara berturut turut ke tempurung lutut kanan dan kiri juga menancap tepat di kerongkongan pria yang tadi melecehkannya. Dirinya berjalan perlahan, menyeret pria itu untuk sedikit menjauhi keberadaan rekannya yang lain, dirinya ingin menikmati waktu untuk bermain dengan santapannya. Dengan raut wajah yang datar, dirinya menatap pria yang mungkin kini tengah menangisi sisa umurnya yang nampaknya hanya tersisa beberapa menit lagi. Dengan keadaan yang tak bisa berbicara dan mulut yang memuntahkan cukup banyak darah. Tak lupa selongsong peluru yang tertancap apik ditengah tengah tenggorokannya. Bak kesetanan, Ainsley mengambil sebuah jarum suntik dari kantung yang terjahit di dalam jaket murahnya. Jaket yang dibelikan oleh Hans juga Evan dari uang hasil menjual senapan pagi tadi. Jarum suntik juga alkohol yang sengaja dibeli sebagai treatment untuk Michael yang tadi pagi nampak sekarat dengan beberapa luka yang hampir saja menjadi infeksi. Ainsley menatap korbannya yang kini memejamkan mata dengan ketakutan, melihat bagaimana gadis yang tadi ia kira gadis jalang biasa, kini tengah mengisi suntikan tersebut dengan alkohol yang juga dibawanya. Ainsley mendekati korbannya yang bergetar dengan panik, mencengkram rahangnya dengan keras lalu menusukkan jarum itu kedalam pupil matanya, membuat si pemilik mata berteriak penuh pilu meskipun pita suaranya sudah hancur karena alkohol yang mulai mengalir ke matanya dari jarum suntik. Sedangkan si gadis hanya menatap datar seakan tak peduli dengan rasa sakit yang diderita pria sok keren dihadapannya. “Berhenti, Ainsley” Michael yang melihat kejadian tersebut sempat memejamkan matanya pusing, mencoba menyadarkan Ainsley namun gadis itu tengah bersenang senang dengan makan siangnya. Ainsley yang melihat pria menjijikan tadi sudah menangis darah secara harfiah, malah menahan kedua tangan pria itu agar tertahan di atas kepalanya, membentur dinding. Lalu gadis itu memilih untuk menancapkan paku besar yang tergeletak dibawahnya dengan palu yang berada tak jauh dari sana. Tempat ini yang memanglah hanya sebuah gang kumuh tempat dimana transaksi narkoba biasa berjalan, membuat lingkungannya tak ada bersih bersihnya sama sekali. Mereka pun sempat beberapa kali sekilas melihat keberadaan orang lain yang ada di sekitar sini, baik ada didalam gedung rusun tua tak jauh dari sana, atau yang terdiam di dalam toko masing masing. Melihat keadaan kelompok yang menguasai tempat ini bisa dilumpuhkan dengan mudah, membuat mereka tak mau bermacam macam dengan empat orang asing itu. Pria tadi semakin histeris saat Ainsley kedapatan tersenyum lebar, menampakan gigi rapih dan gusi merah mudanya saat gadis itu mengeluarkan pisau lipatnya. Ia memejamkan mata ketakutan meskipun tahu bahwa akhir dari lehernya adalah tertusuk oleh suatu benda tajam. Karena pandangan Ainsley sedari tadi tak jauh dari kedua mata dan lehernya. Gadis itu benar benar menancapkan pisau lipatnya tepat ditengah leher ketika ketiga rekannya membereskan yang lainnya- “jika kau terlahir kembali menjadi manusia” bisiknya tepat di telinga korbannya- “kuharap kau akan menjaga kedua bola mata dan pita suaramu agar tidak menjadi manusia menjijikan” memutar pisaunya, kemudian menggoroknya kesisi lain, membuat daging daging terlihat mencuat dan kepala yang hampir terlepas dari badannya. Evan merangkul gadis itu saat dilihatnya ia akan dengan membabi buta menghancurkan tubuh pria yang sepertinya sudah mejadi mayat. Menyeret gadis itu menuju mobil baru mereka setelah memindahkan segala barang bawaan mereka, menemukan Petter yang meringkuk ketakutan, dan mereka memilih untuk melajukan mobil mereka keluar dari gang kumuh itu. Kendaraan beroda empat itu melaju dengan kecepatan sedang. Semilir angin yang menerpa wajah akibat kaca yang sedikit dibuka oleh Hans, membuat satu satunya gadis yang ada di dalam sana dapat mendinginkan kepalanya dan menghembuskan nafas yang terasa sesak. Berbeda dengan Michael dan Evan yang kini mengecheck ulang tas berisikan senjata dan peluru yang tadi tidak berhasil menjadi barang transaksi karena Ainsley berulah. Pun memastikan tas berisikan penuh gepokan uang yang tadinya akan ditukarkan sebagai imbalan atas kerjasama yang terjadi. Evan mengendikkan bahunya tak peduli, toh dengan adanya kejadian tadi, mereka bisa mendapatkan kendaraan baru dan uang yang menumpuk, setidaknya tak membuat pria dewasa itu merasa was was jika mobil box yang belakangan ini mereka tumpangi telah memiliki penyadap. “Kau takut padaku, Petter” Ainsley melirik kearah Petter yang terlihat canggung berada di sampingnya. Mencoba terlihat baik baik saja namun gemetar dan kejutan disetiap gerakan Ainsley membuat semua yang ada disana mengetahui bahwa mungkin anak kecil itu sedikit shock melihat bagaimana mantan anggota organisasi gelap bekerja. “bukankah kau harusnya terbiasa karena melihatku membunuh banyak orang selama masa pelarian kita dari penjara?” Petter mengangguk kecil. “Seharusnya. Tapi tadi kau terlihat benar benar menyeramkan, tidak seperti manusia” jawabnya gugup, yang dibalas kikikan kecil dari sang wanita. “Lalu aku itu apa? Monster?” perempuan berdarah korea itu mengusak pelan rambut tebal Petter setelah dirasanya kedua tangannya bersih dari darah si k*****t menjijikan tadi Evan yang ada di samping kemudi bersuara setelah dirasa tak akan ada lagi percakapan dari kursi belakang. “Kurasa aku sudah mendapatkan pembagian yang tepat” tukasnya yang hanya dibalas gumaman bingung dari rekannya yang lain. “Kita harus berbelanja”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD