Chapter 18 - 21

1483 Words
Merah. Merah. Hitam. Merah. Hitam. Hitam. “Place your bets, please” Pria jangkung dengan pakaian necis yang melekat di tubuhnya, juga tananan rambut rapih itu meletakan beberapa keping koin casino pada tanda rhombus merah yang ada dihadapannya. Martini berkilau yang sedari tadi ada disampingnya diangkat sedikit, menyesap penuh hingga semua rasa familiar memasuki setiap sudut indra perasanya. Hanya gesture kecil, tentu saja. Namun efeknya membuat banyak gadis berpakaian minim disana menghela nafas penuh kepuasan hanya dengan melihat bagaimana tampan dan charmingnya pria yang satu itu. “Turn black” tak bergeming seperti beberapa wanita disana yang menyerah karena kehabisan uang, Hans kembali melemparkan beberapa keping koin sang dealer. Tatapannya tak berubah, tetap datar dan berlagak tak peduli dengan sekitat meskipun cukup banyak wanita yang kini mengelilinginya. “Turn Black”. Lagi. Apakah pria jangkung itu menyerah? Tentu saja tidak. Kali ini dia meletakan beberapa keping coin dengan nominal dua kali lipat dari yang diberikannya di ronde kedua. Ia hanya mencoba fokus agar jangan sampai lupa dan keluar dari jalur yang telah dibuatnya. “Merah. Merah. Hitam. Merah. Hitam. Hitam. Jika kau kalah berkali kali, selalu ikuti urutan tadi, dengan taruhan yang di gandakan pada setiap kekalahan” ingatannya tertuju pada pembicaraannya dengan Evan dimobil siang tadi. “Misalnya merah 10 dollar, kalah. Maka taruhkan kembali di merah 20 dollar. Jika kalah kembali, di hitam 40 dollar, selanjutnya di merah 80 dollar, lalu di hitam 160 dollar, dan di hitam 320 dollar. Jika disetiap babak kau terus kalah, maka di babak terakhir sudah pasti menang, lakukan taruhan yang besar sekaligus” arahan dari Evan. “Jika misalnya setelah merah, merah, hitam, terus menerus kalah, lalu saat kembali di taruhan merah dititik 80 dollar, dan menang. Kau kembali ke titik awal dimana merah 10 dollar” itulah yang menjadikan pria tampan yang satu ini tetap menatap papan roulette dengan santai meskipun sejauh ini ia kalah dalam taruhan dengan jumlah besar. Pandangannya beralih pada kedua pasang cucu adam yang terlihat amat menawan dengan pakaiannya masing masing meskipun hanya berbalut kenaan murah. Ainsley tengah bergelayut pada lengan Evan, sedangkan si empunya tangan sibuk memegang gelas minuman beralkoholnya sembari terkekeh pelan dengan pria berbaju rapih dihadapannya. Lain hal nya dengan Michael, pria yang satu itu malah sibuk menghamburkan uang yang cukup banyak karena Gin Rummy tidak sesulit blackjack untuk bisa bermain dengan cermat. Fokusnya disana bukan hanya mengumpulkan pundi pundi koin, melainkan mengawasi bocah tiga belas tahun yang tak jauh dari hadapannya. Sibuk bermain dengan mesin kotak besar dengan layar yang menampilkan warna warni, juga terlihat tengah digoda oleh beberapa tante berpakaian minim. Jika kalian berpikir Michael diam saja saat Petter digoda adalah salah besar. Bukan di bagian pria itu diam saja, melainkan konteks goda yang dimaksud adalah mengganggu. Siapa yang akan diam saja melihat bocah kaya raya- karena tampilan necisnya juga kehadirannya berada disana berarti dia memiliki cukup banyak pengaruh atau terlalu banyak uang- dengan pipi bulat kemerahan akibat kulit sensitifnya sibuk menggerutu didepan Slot Machine. “Hey, sweetheart. Ini bukan game yang biasa kau mainkan bersama teman temanmu” kata salah satu diantara mereka sembari tertawa manja dan menghembuskan asap dari cerutunya ke wajah Petter, membuat bocah itu terbatuk berkali kali yang malah memancing tawa yang lebih besar. Kasihan. Tentu saja, namun dirinya tidak bisa membuat rencana yang sudah matang matang dibuat oleh Evan hancur begitu saja. Toh jika dilihat, posisi Petter tak benar benar membutuhkan pertolongan saat ini. Gin Rummy sangatlah mudah. Toh dirinya tidak bekerja untuk mengumpukan pundi uang seperti yang dilakukan rekan rekannya. Tujuan utama dari Gin Rumm sendiri adalah mengumpulkan kartu yang terdiri dari set dan urutan. Mengingat mereka ada di negara bagian Amerika Serikat, tentu saja Gin Rummy merupakan jenis yang pasti ada di dalam kasino. Kartu set adalah tiga atau empat kartu yang memiliki angka yang sama, misalnya 7 Spade, 7 Heart, 7 Diamond dan 7 Clubs. Kartu urutan adalah tiga atau lebih kartu yang berurutan dan memiliki jenis yang sama. Misalnya 3 Clubs, 4 Clubs, 5 Clubs, 6 Clubs. Kartu dengan wajah bernilai sepuluh. Sedangkan kartu angka nominal bernilai sesuai dengan angka yang tertera. Berbeda dengan Blackjack, As pada Gin Rummy tidak bernilai 1 atau 11. Tapi hanya 1. “Aw... you throw the wrong card, babe” kekehnya pada sepasang gadis yang menjadi lawannya kini. Tangannya dengan perlahan menaruh empat pasang kartu king dan diamond 6 hingga jack secara berurutan berurutan, membuang as ditangan kanannya dengan santai. “knock zero” kekehnya lagi, membuat lawannya tersebut malah tersipu malu akibat wajahnya yang rupawan, bukannya marah karena merasa dikalahkan. Dalam Gin Rummy, kartu As selalu dimainkan sebagai kartu rendah. Kartu As, dua, tiga, adalah urutan yang sah. As, King, Queen merupakan urutan yang tidak sah. Michael memperhatikan lawannya, kemudian beralih pada mejanya. Dealer yang ada ditengah tengah mereka hanya menatap datar beberapa pasang lawan yang ada dihadapannya jikalau terjadi kecurangan. Tidak perlu sibuk seperti saat baru ditemukannya sistem Gin Rummy, yang mengharuskan dealer menyiapkan kertas, alat tulis dan hal merepotkan lainnya demi menulis score tiap orang. Era yang sudah canggih membuatnya tak banyak repot karena sistem yang terpasang di meja tersebut sudah melakukan semuanya. Evan disisi lain sibuk mengecupi pelipis Ainsley saat dirasanya sang dealer tengah membagikan keuntungan mereka dibabak yang barusan. Pandangannya berkelit tajam. delapan, plus lima belas, dua, plus enam belas. Ekor matanya bermain ke arah serong kirinya, as, plus lima belas, sepuluh, plus empat belas, sembilan, tetap plus sempat belas, enam, plus 15. Evan kini memberikan gesture dimana dirinya melakukan double down dengan menambah kepingan yang bernominal sama dengan yang tadi diberikannya. Jackpot. Delapan, dua, as. “Winner winner chicken dinner” kekehnya dalam hati. Ainsley yang ada disampingnya sibuk memekik dan terkikik sembari memainkan anting replikanya dengan gaya yang centil. Kembali pria itu fokus dengan perhitungan yang ada di hadapannya. queen, plus tiga belas. Tujuh, tetap plus tiga belas. Empat, plus empat belas, sepuluh, plus tiga belas. As, plus dua belas. Jack, plus sebelas. Dua. “Bukankah ini akan menjadi plus dua belas?” bisik Ainsley setelah sebelumnya semakin mendekat kearah Evan. Evan hanya mengangguk kecil, tak mengindahkan tatapan meremehkan yang diberikan sang dealer. Tidak, bukan hanya oleh pria yang ada dihadapannya saja, melainkan oleh seluruh penghuni yang mengelilingi meja ini. Mulai dari kedatangan mereka berdua yang memancing berbagai macam bisik, hingga gerakan canggung yang dibuat oleh sepasang cucu adam itu. Jas dan kemeja murah yang dikenakan Evan, belum lagi dress imitasi dengan kualitas sangat rendah, yang bisa dibeli oleh siapa saja karena dijual di emperan pasar terbuka membuat banyak wanita yang ada disana tergelak kencang. Mungkin berpikir untuk apa kedua orang miskin itu datang ke kasino paling mewah yang berada di texas selain untuk berharap kepada hal yang tak terlihat demi melipat gandakan uangnya. Yang tentu saja tidak akan semudah itu. “I can count that for you” ucap sang dealer saat Evan tergesa menghitung lembaran dollar kusut yang dikeluarkan dari balik jas kusamnya. Tak dapat dipungkiri, banyak mata yang tetap memandangi mereka karena kedua pasangan itu sangatlah indah bak dewa dewi. Tak jarang dari mereka menginginkan kedua orang itu untuk dibawa menuju kasur dengan imbalan yang cukup banyak. Toh bukankah uang yang menjadi satu satunya tujuan bagi orang miskin seperti mereka? Evan menatapan pria itu dengan bingung. Dia baru saja menduduki salah satu kursi yang ada dimeja sana setelah beberapa detik memasuki ruangan yang bahkan pintunya saja terlihat terbuat dari jenis material yang sangat mahal. “di meja” ucap si dealer lagi saat Evan tak menunjukan pergerakan apapun. “Excuse me?” “Kau harus menaruh uang itu diatas meja” “Tapi aku tak akan mempertaruhkan semuanya” si dealer mengangguk paham. Dua orang dihadapannya ini hanya orang biasa yang iseng berjudi karena penasaran dan godaan akan income yang sangat banyak. “tangan tidak diperbolehkan diatas meja, sir” jelasnya lagi. “Apakah kau ingin menukarnya?” Evan hanya mengangguk kaku. “Changed, 400” lapornya yang diangguki oleh pria lain yang tak jauh posisinya. Dealer tersebut memberikan empat buah keping kasino bernilai seratus, yang kini telah tergandakan lebih dari sepuluh kali lipat. Kumpulan orang yang tadinya meliriknya hanya karena paras dan tertawaan mengejek, kini terperangah dalam diamnya setelah merasa dewa keberuntungan mengelilingi sepasang manusia itu. Kartu kembali dibagikan. Dua, plus sebelas. Empat, plus sepuluh. Matanya beredar, melirik dari ekor matanya demi melihat kartu yang tertera dihadapan penjudi seperti dirinya. Plus lima belas. Evan menggerakan tangannya dengan maksud agar si dealer melanjutkan memberi kartu. Queen, plus empat belas. Dua, empat, queen. Enam belas. Tangannya mengibas pelan saat dealer melirik untuk konfirmasi mengenai penambahan kartu. Evan bergeming, Ainsley yang ada disampingnya berusaha untuk mengingat ingat perhitungan mereka dengan kadar alkohol rendah yang diminumnya dari alkohol murah tadi. “Plus dua belas” lirihnya pelan. Namun tak cukup pelan hingga membuat pria dengan rambut klimis dihadapannya itu menggerakan jarinya gesture untuk mengajak rekannya yang lain untuk agenda peringkusan yang mungkin saja akan dilakukan sebentar lagi. “Excuse me, ma’am?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD