Chapter 15 - How About Gambling

1908 Words
Cicit burung pipit yang singgah di atap hingga kabel kabel rusak yang menyangkut di pepohonan menjadi ucapan selamat pagi bagi wanita muda yang kini menggigil kedinginan dan berakhir memeluk dirinya sendiri. Indranya menangkap sesosok bocah dibawah umur berbadan besar yang kini terlihat nyaman meringkuk disamping pemuda yang melingkarkan lengan berototnya, membuat si bocah terkukung namun cukup memberikan kehangatan ditengah lantai yang keras dan dingin. Salah satu telapak tangannya dengan refleks menutup mulutnya yang baru saja terbuka lebar untuk menguap. Bulu kuduknya seketika berdiri saat kembali merasakan hempasan angin yang cukup dingin, setidaknya membuat gadis itu bergidik dan mengelus kedua lengan atasnya. Telunjuknya mengusak pelan kedua kelopak matanya, membuat ia menyadari mengenai indra penglihatannya yang sudah membaik setelah berjam jam ia tidur dengan keadaan yang normal. Visinya bergerak. Mencoba mengamati satu persatu objek yang ada di dalam ruangan, namun terputus akibat tidak ditemukannya dua sosok pria dewasa yang semenjak kemarin bersama dirinya. Ia menggaruk lehernya malas, dengan perlahan bangkit untuk mengintip keberadaan kendaraan yang mereka curi kemarin, namun tidak menemukan jejak apapun selain tumpukan daun dan rumput kering yang tadinya digunakan sebagai penghalang mobil yang terparkir. Apakah mereka berdua kabur? Apakah mereka berdua tertangkap? Kenapa hanya berakhir dirinya dan dua pria beda usia didalam sana yang tidak tahu apa apa? Banyak penggalan cerita berkecamuk di dalam pikirannya. Curiga? Mungkin. Ketakutan? Tidak juga. Hal hal semacam ditinggalkan dan pembelotan rekan sudah menjadi bumbu bumbu kehidupannya semenjak dulu. Tak ada yang spesial. Dirinya hanya perlu terus bertahan hidup dengan cara apapun asal tidak kembali pada kandang sialan yang mengurungnya selama entah berapa tahun kebelakang. Omong omong, dirinya tak tahu sekarang tahun berapa dan apakah kehidupan bermasyarakat sudah berubah. Badebah orang orang sinting yang mengubur mereka dalam kandang dibawah tanah- hingga kini, sebercak cahaya matahari pun sudah membuat gadis itu terlonjak senang akibat sudah terlalu lama tak melihat cahaya matahari pagi. Indah.. Tetap indah seperti biasanya. “Kakak..” desisan pelan dari belakangnya menyadarkannya dari pikiran kosongnya. Ia berbalik, menemukan sesosok bocah tinggi dengan rambut yang mencuat kemana mana. Jangan lupakan pipi tembam dan kemerahan karena kemarin terlalu lama dikekap didalam box dengan keadaan cuaca yang panas. Sepertinya Petter memiliki kulit yang cukup sensitif. Melihat pipi gembul anak didepannya membuatnya menyadari jika penjara dimana mereka pernah tinggal dahulu tidak pernah membuat mereka telat makan barang satu menit. Baju yang diberikan pun bukan baju tipis khas tahanan dengan loreng hitam putih. Mereka diberikan kaus dan celana yang cukup tebal untuk tinggal di dalam sel yang dingin. Porsi makanan yang cukup dengan gizi yang terpenuhi. Angannya bermain main kedalam ingatan kemarin malam, saat dimana Hans mengatakan mengenai senjata biologis yang akan atau telah diciptakan oleh pemerintah dan para ilmuan. Tiba tiba air liurnya sulit ditegak dengan benar, seakan akan otot kerongkongannya memiliki pikirannya sendiri hingga mengakibatkan gadis itu terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri. “Apa apaan denganmu” tanya Michael yang terbangun karena suara batuk heboh milik Ainsley. “you look like a clown” “aku sedang tidak berminat bertengkar, jadi tutup mulutmu sebelum aku merobeknya” yang diancam hanya memutar bola matanya malas dan menunjukan berbagai ekspresi menyebalkan untuk membalas. “kakak, kemana paman Hans dan paman ilmuan?” Petter kembali bersuara saat diyakini kedua orang dewasa didepannya ini tak akan adu mulut untuk beberapa waktu. “apakah paman paman itu pergi meninggalkan kita?” katanya dengan ekspresi sendu. Tangan kanannya bergerak spontan menuju perutnya yang dirasa sudah berbunyi. Ah… benar juga. Mereka terakhir makan saat beberapa jam sebelum kejadian pelarian dimulai. Dirasa sudah lebih dari dua puluh empat jam perut mereka tidak terisi. “Apakah kami terlihat seperti pria pria b******k, Petter” sebuah suara berat muncul begitu saja bersamaan dengan deru mesin mobil yang terdengar. Ketiga kepala yang tadi sibuk berbincang, menoleh secara bersamaan. Menemukan Hans dan Evan yang membawa beberapa kantung di kedua tangannya. Perhatiannya teralihkan, dari mana kedua pria ini bisa menggunakan pakaian baru yang terlihat cukup nyaman untuk dipakai? “Ah, aku dan Evan awalnya berniat untuk merampok seseorang. Alih alih dirampok, dia malah menawarkan sejumlah uang sebagai ganti AK-47” jelasnya ketika mengerti mengenai raut wajah ketiga rekannya disana. “tak masalah bukan? Kita memiliki banyak AK-47 dan isinya karena mobil box itu ternyata mobil angkut persediaan perlengkapan sipir” Petter mengangguk angguk mengerti. Tatapannya mengikuti Evan yang membuat salah satu kantung dan mengeluarkan beberapa kain yang biasa digunakan untuk membalut luka. Bukannya langsung mengobati Michael, dirinya malah berakhir termenung sembari menatap kain kasa yang ada di tangannya dengan raut wajah yang tak dapat dimengerti. “Ada apa?” “Aku tak pernah mengobati orang lain sebelumnya” jawabnya lugu. Ainsley memutar bola matanya malas, mendorong pria yang mengaku sebagai ilmuan itu karena tak berguna, kemudian menoyor dahi Michael yang terlihat sibuk sendiri dengan pikirannya. “kau berhutang banyak padaku, b******n” “ya, silahkan katakan itu pada pria yang kesusahan membawa tubuh gendutmu untuk keluar dari penjara” “KAU INI MEMANG INGIN MATI YA?” Oke, mari lupakan sejenak mengenai pasangan yang layaknya tom and jerry sibuk saling menjambak di sudut ruangan. Perhatian Evan beralih focus untuk menatap Petter yang tengah berganti baju dengan kaus tebal yang tadi dibelinya di pasar tradisional denga harga yang super murah. “Petter?” Yang dipanggil hanya menengok dengan mata bulatnya yang indah. “programmu.. pernah dilakukan untuk aksi apa saja?” ucapnya lagi. Petter hanya menggaruk dagunya bingung kemudian malah balik bertanya. “Memangnya kenapa, paman?” “Kau ingin belajar berjudi, tidak?” “Heyyy!! Apa yang akan kau ajarkan pada anak kecil, bodoh” ini Michael yang menyahut dari ujung ruangan. “Aku udah cukup banyak berdiskusi dengan Evan selagi kami pergi tadi pagi” Hans ikut menyambar sebelum Michael sempat untuk kembali protes. “Kalian ingat mengenai senjata biologis yang semalam aku ceritakan? Kita tidak akan bisa lepas dari bayang bayang mereka sebelum semua rantainya terputus” jelasnya dengan ambigu. “Kalian. Entah apa yang ada di diri kalian, yang akan dijadikan salah satu elemen untuk membuat entitas selanjutnya. Karena entitas yang lama telah diciptakan untuk memicu dan sebagai senjata perang dunia ketiga” jelasnya lagi yang membuat ketiga orang lainnya menahan nafas tercekat. “Entah sejauh apapun kalian pergi, kalian tetap akan ditemukan dan dijadikan entitas baru suatu saat nanti. Kalian akan dikejar hingga keujung duniapun jika tidak menemukan tepat berlindung yang tepat” lanjutnya. Ainsley terkikik dari tempatnya. Menyerukan desisan f**k me sembari mendecih miris. “jelaskan dengan benar atau kita semua berakhir mati disini karena aku bisa membunuh kalian saat ini juga” ucapnya dengan dingin. Hans menghela nafas berat sembari duduk dan membagikan sekotak lunch box murah yang bisa ditemukan di minimarket manapun dengan mudah. “X Foundation” katanya. “Organisasi yang dikepalai oleh Amerika Serikat untuk memicu perang dunia ketiga, dan menggunakannya sebagai senjata agar menang dan dapat memimpin dunia” lanjutnya. “Tujuannya hanya satu, membuat seluruh dunia takluk dengan Amerika Serikat dan membangun wilayah kekuasaan tunggal” “ Guaranteed, contain, shield. Setelah proses penciptaan yang memakan waktu lama selesai, mereka menahannya dahulu sebelum akhirnya akan dirilis demi menjadi monster bagi masyarakat biasa. Pusatnya di Manhattan. Lebih tepatnya, lab dimana dahulu Evan bekerja” yang disambut dengan kuncian dan todongan pistol oleh satu satunya gadis disana. “Maksudmu, si b******k ini salah satu dalangnya juga?” “Jika aku salah satu dalangnya, kenapa aku harus mau mengendap didalam tanah selama dua tahun?” gumam Evan tak terima. “Kurasa mereka menahanku karena sebelum proses penangkapan, aku memang berniat untuk mencari tahu hal yang kurasa janggal” “Karena perusahaanku berhubungan erat dengan International Atomic Enegry Agency, kurasa mereka bisa membantu kita dalam penguakan skandal besar dunia seperti ini. Kita pun butuh federasi yang mampu mendukung, atau setidaknya melindungi kita dari menjadi korban dijadikan entitas sialan seperti itu” jelas Evan. “Mengumpulkan bukti dan hidup saat ini dengan status buronan yang dikejar orang sinting membutuhkan biaya hidup yang tinggi” jelasnya dengan cepat. Hans mengeluarkan lipatan kertas besar yang ternyata sebuah peta dunia yang biasa dijual untuk keperluan sekolah anak anak. Tangannya melingkari sebuah titik besar, dimana ia menandai bahwa disini lah keberadaan mereka berlima saat ini. “Dari sini, perlu waktu dan jarak yang cukup jauh untuk bisa kembali ke Manhattan demi mengumpulkan banyak bukti” jelasnya. “Orang yang tadi membeli senapan kita dengan harga murah adalah salah satu orang dari sekelompok gangster yang ada di wilayah sini. Tidak terlalu besar- kurasa mereka hanyalah sekelompok preman kacang yang menguasai daerah ini dengan memalak pria dan wanita paruh baya, juga meminta uang secara paksa pada para pedagang di pesisir pantai” “Satu satunya cara yang terlihat normal untuk pergi dari sini menuju Manhattan adalah menggunakan kapal barang. Tapi tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama, dan aku tidak sudi untuk bersembunyi didalam kontaner selama berminggu minggu” jelasnya lagi. “Apakah kita benar benar harus melakukan ini? Tidak bisakah kita hidup secara normal kembali tanpa harus melakukan banyak kegiatan berbahaya?” Petter terlihat ketakutan mendengar segala penjelasan yang dikemukakan oleh kedua pria dewasa didekatnya. Seumur hidup, dia melakukan kegiatan yang memacu adrenalin, hanya saat pelarian dari penjara bawah tanah beberapa puluh jam yang lalu. Dirinya tak bisa membayangkan bahwa dia akan berakhir seperti sekelompok sindikat jahat bersama keempat manusia dewasa lainnya. “Aku pun ingin, Petter” bujuk Hans. “Aku pun ingin kembali hidup normal layaknya manusia biasa, namun kita tak akan bisa. Tidak akan pernah bisa sebelum otak dari segala kekacauan ini terbukti dan tertangkap. Kita hanya berlima. Kita membutuhkan seseorang yang lebih kuat untuk menopang kita dari belakang” jelasnya. Petter hanya mengangguk ragu dengan kepala tertunduk. Michael yang melihat semua itu mengangguk dalam diam. Mengerti. Kejadian seperti ini tentu saja hal baru yang menakutkan, bahkan bagi pria dewasa berotot seperti dirinya. Apalagi jika bocah enam belas tahun yang merasakannya. Tentu saja banyak pikiran yang berkecamuk didalam kepalanya. Michael menyodorkan pelan lunch box yang masih tertutup agar bocah yang satu itu setidaknya berminat untuk mengisi kembali energinya yang terkuras. “Omong omong, ini sudah tahun 2020” ucap Hans memecahkan atmosfer canggung yang membuat mereka saling diam selama beberapa menit. Michael tersedak lalu terbatuk dengan keras, bola matanya terbuka jelas menandakan keterjutan. “2020 katamu??” “Ewww makananmu muncrat” Ainsley mengibaskan kakinya kearah wajah Michael dengan ekspresi jijik. “Jadi maksudmu aku terkurung didalam sana selama tujuh tahun?? Kini aku berumur dua puluh tujuh tahun?” kagetnya hingga tak memperdulikan Ainsley yang mengatainya jorok. Petter tertegun sebentar. Jika ini dua ribu dua puluh, berarti dia berumur enam belas tahun. Jarak umurnya dengan Michael adalah sebelas tahun! Petter tak menyangka akan menghabiskan banyak waktu di hidupnya untuk berceloteh bersama paman paman berotot. Hans mengangguk meyakinkan. “Umurku tiga puluh tiga tahun” Petter semakin memebelalakan matanya. Lima belas tahun!! “A-aku enam belas tahun” cicit Petter pelan. Kenapa dirinya harus terjebak bersama om om dan tante yang menakutkan. “Jika ini dua ribu dua puluh…. Berarti aku terkurung selama empat tahun. Usiaku dua puluh sembila” Ainsley menghitung dengan seluru jemarinya yang berada tepat dihadapan wajahnya. “Berarti kau lebih muda dari ku, sialan!” makinya kepada Michael. Dia kira, Michael akan lebih tua darinya mengingat wajah dan perawakannya mirip seperti paman paman yang sudah memiliki istri. “Aku.. tiga puluh satu” suara Evan terdengar. Tak mengindahkan Ainsley dan Michael yang lagi dan lagi bertengkar, pandangannya menjurus pada bocah dibawah umur yang terlihat semakin menciut saat mengetahui jenjang umur mereka. “Jadi, Petter, sudah siap untuk belajar gambling?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD