Gagal Cerai

1055 Words
Sebenarnya niat Viola terang-terangan selingkuh di depan Erwin adalah agar laki-laki itu segera menceriakannya, Namun Erwin terlalu empat sehat lima sempurna untuk menjadi laki-laki. Bukannya marah-marah, Erwin malah menyaingi Viola selingkuh dengan perempuan lain. Terlebih, selingkuhan Erwin terlihat masih imut seperti anak SMA. Tidak ada cara lain bagi Viola selain memarahi Erwin. Bukan karena ia cemburu, tapi karena ia sudah jengah dengan semua drama yang terjadi. Priaaakkkkk… Untung saja Erwin sempat menghindar, ketika Viola menghempaskan beberapa gelas ke arahnya. "Kenapa, sih, kamu nggak mau ceraiin aku?" pekik Viola dengan napas tersengal-sengal. Emosinya sudah sampai ke ubun-ubun. Erwin hanya terdiam. "Jawab!" bentak Viola sambil meremas-remas kepalanya. "Aku punya selingkuhan, kamu juga punya selingkuhan, jadi untuk apa? Untuk apa melanjutkan hubungan menjijikan ini?" Viola melemparkan wajan penggorengan ke arah Erwin. Klontang! Erwin meringis ketika menampik wajan itu dengan kedua tangannya. Tapi laki-laki itu masih tetap terdiam. "Oke, mungkin kamu takut jatuh miskin kalau kamu ceraiin aku. Nggak papa, kok, kalau kamu cerai sama aku, tapi masih bekerja sebagai direktur utama di perusahaannya Papa. Kamu bisa nikah lagi sama selingkuhan kamu, kamu juga masih bisa menghidupi kedua orangtua kamu. Nggak masalah."  Viola sudah benar-benar emosi. "Kenapa diem? Ayo jawab!" Viola meraih spatula yang tergantung di tembok dapur lalu memukulkannya ke arah Erwin. Bug! Bug!! Bug!!! Erwin hanya memejamkan matanya menikmati pukulan demi pukulan yang dilontarkan Viola. "Hiks… hiks… kenapa kamu diem?" Viola menangis karena wajah Erwin sudah dipenuhi dengan darah, dan laki-laki itu hanya diam saja. "Ihhh, sebenarnya yang jahat aku apa kamu, sih?" Viola menangis sejadi-jadinya lalu menghempaskan spatulanya ke sembarang arah. Erwin menunduk sambil menyeka darah yang bercucuran di hidungnya. Menurut penjelasan dari mbah google, spatula merupakan salah satu benda berbahaya untuk dipukulkan ke wajah. "Mas, jawab!" Viola masih menatap Erwin dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Rasanya tak tega, jika ia terus menerus menyakiti Erwin lahir-batin dunia-akhirat. Erwin memang terlalu empat sehat lima sempurna untuk menjadi suaminya. "Mas, ayo ceraian aku. Aku cuma bisa nyakitin perasaan kamu." Viola menguncang-guncang tubuh Erwin yang sama sekali tak bergeming. "Kamu udah sering, kan, liat aku selingkuh sama Rustam. Dan kemarin juga kamu sudah punya selingkuhan baru. Jadi, untuk apa nglanjutin hubungan ini lagi?" Viola masih mengguncang-guncang tubuh Erwin. Erwin menyeka darah yang terus bercucuran di wajahnya karena pukulan dari spatula tadi. Ia sudah pasrah jika Viola akan membunuhnya. Namun tiba-tiba Erwin terkejut setelah Viola merengkuh tubuhnya sambil menangis terisak-isak. "Apa kamu masih sayang sama istri b***t kayak aku?" Viola memeluk Erwin semakin erat. Diam, adalah cara terjitu untuk menaklukan musuh. Itulah yang dilakukan Erwin. Erwin membalas pelukan Viola. "Aku udah banyak berbuat dosa, Mas." "Kenapa, sih, kamu cuma diem aja?" Viola melepas pelukannya dan menatap wajah tampan Erwin yang sudah dipenuhi dengan darah. Viola mencium pipi Erwin lalu menjilat darah di pipi suaminya itu. "Ki… kita…" Viola menjauhkan wajahnya setelah Erwin mulai membuka suara. "Kita ke rumah orangtua kamu sekarang."                                 *** Setelah mampir ke klinik untuk membalut luka di wajah Erwin dengan perban. Mereka berdua langsung bergegas ke rumah orangtua Viola. "Ya, ampun Erwin. Wajah kamu kenapa?" tanya Ibu Viola terlihat khawatir. "Ini tadi ada kecelakaan dikit, Ma." Viola yang menjawab. Sementara Erwin hanya tersenyum. "Kok, bisa sampai diperban kayak gitu?" "I… iya tadi dia jatuh dari tangga karena asyik telponan sama client-nya. Wajahnya nyium lantai makanya berdarah." Viola kembali mengarang cerita. "Tumben kalian ke sini malam-malam?" sahut Ayah Viola sambil menyesap kopi susunya. Viola menyenggol lengan Erwin. Agar Erwin cepat berterus terang kalau mereka akan bercerai. Belum sempat Erwin berbicara tiba-tiba Dendy, ayah Viola, sudah memotongnya. "Denger-denger ada peningkatan drastis di perusahaan kita, Win. Kerja kamu memang bagus," puji Dendy bangga. "Iya, Mama senang punya menantu kayak kamu. Semoga hidup kalian bahagia." "Jangan lupa didik Viola biar mau berhijab. Kamu bakalan sukses dunia akhirat kalau buat istri kamu berhijrah ke jalan yang lebih baik." Viola ingin menangis rasanya. Karena Ayah dan Ibunya tidak memberi kesempatan mereka berdua berbicara perihal niat mereka yang ingin bercerai. Ayah dan Ibu Viola memang begitu mendambakan menantu yang berakhlak mulia seperti Erwin. Terlebih Erwin adalah seorang santri. Makanya kedua orangtua Viola cepat-cepat menikahkan Viola dengan Erwin, sebelum Rustam melamarnya. Walaupun sekarang hubungan rumah tangga mereka hancur karena Rustam orang yang dicintai Viola kembali datang ke kehidupannya. Rupanya bukan ide yang tepat jika meminta izin cerai kepada kedua orangtua Viola. Karena kedua orangtua Viola selalu memuji-muji hubungan rumah tangga mereka. "Maaf… aku tidak ingin menghancurkan senyuman yang terlukis indah di wajah Ibumu," ucap Erwin saat mengemudi mobilnya. "Jadi, gimana dong, cara kita biar bisa cerai?" Viola menghentak-hentakkan kakinya kesal. Erwin hanya terdiam. "Kenapa, sih, kamu cuma diem kalau aku ngomongin tentang cerai?" Viola menatap tajam ke arah Erwin. "Aku ingin Rena dibesarkan oleh kedua orangtuanya." "Kita bakalan besarin Rena dengan keempat orangtuanya. Kamu juga sudah punya perempuan baru, kan?" Erwin tersenyum. "Kamu yakin Rustam akan memperlakukan Rena dengan baik?" "Kamu yakin kalau ABG selingkuhanmu itu tidak punya sifat buruk?" Erwin sedikit memelankan laju mobilnya. "Dia bukan selingkuhanku. Selingkuh itu dosa. Dia istri mudaku." Viola langsung terbelalak. "Kamu poligami?" Erwin mengangguk. "Ihh, licik banget, sih! Aku juga harus poligami." "Perempuan tidak boleh punya suami dua." "Kamu lebih pandai menyakiti perasaanku ternyata." "Tidak ada cara lain selain menyaingi kamu selingkuh selain nikah lagi." Viola mendesis. "Awas, aku aduin ke Papa pokoknya kalau kamu nikah lagi. "Sekarang aja deh, kita kembali ke rumah Papa." Viola mengguncang-guncang tubuh Erwin dengan wajah kesal. "Sekarang balik lagi ke rumah Papa, titik!" Tanpa penolakan Erwin langsung putar balik kembali ke rumah orangtua Viola. Menurut Erwin, laki-laki harus berani mempertanggung jawabkan apa yang ia perbuat.  "Lho kenapa balik lagi, ada yang ketinggalan?" tanya Dendy saat mereka berdua kembali datang. "Mungkin mereka belum puas ngobrol-ngobrolnya," sahut Ibu Viola yang ikut keluar menyambut kedatangan mereka. "Erwin, kalau kamu bosan, nikah lagi aja nggak papa. Ayah yakin kalau kamu bisa bijaksana kalau punya istri dua," ucap Dendy sambil terkekeh. "Iya, Ibu setuju. Laki-laki boleh punya istri lebih dari satu. Pasti seru, asalkan perempuan yang kamu nikahi itu juga baik. Nanti bisa ngajarin Viola jadi lebih baik." Viola mengumpat tanpa suara. Kenapa seisi alam semesta selalu mendukung Erwin? Arrrrggghhhhh… Viola ingin mengamuk sekarang. "Ayo, Mas, pulang!" Viola menarik tangan Erwin untuk keluar dari rumah itu. Erwin tidak berkata apapun. Ia hanya tersenyum. Kedua orangtua Viola hanya garuk-garuk kepala melihat tingkah mereka yang aneh. Bersambung…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD