Prolog
Percayalah, semua orang terlahir, karena diberi misi khusus dari Tuhan.
- Seven Prince.
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Namaku Kei Xavier, banyak orang memanggilku Kei atau gadis bodoh. Karena aku mudah dibodohi oleh teman-temanku.
Aku berjalan keluar rumah, untuk membeli beberapa makanan untuk kebutuhan sehari-hariku. Namun beberapa saat kemudian, aku menghentikan langkahku.
Karena, aku melihat sebuah sumur besar, yang berada tepat dihadapanku. Sumur itu, terlihat aneh, dari biasanya. Karena, sumur itu, mengeluarkan sebuah cahaya bewarna emas, di dalamnya.
Karena rasa penasaran, aku akhirnya, memberanikan diri, melihat sumur tersebut. Aku berjalan lebih dekat, ke arah sumur itu. Dan menatap ke dalam sumur tersebut.
Aku melihat wajahku sendiri, di dalam air itu. Namun yang berbeda adalah, aku menatap diriku yang sedang menangis, bahkan seluruh tubuhku penuh dengan darah.
"Ahhhh!!," teriak bayangan gadis itu, yang membuatku kaget setengah mati.
"Ah! Ayam, ayam!," teriakku secara spontan, kaget.
"Sepetinya, aku kurang tidur," ucapku, menepuk pipiku berkali-kali, berusaha untuk sadar.
Seseorang menepuk pundakku pelan, membuatku terkejut, setengah mati. "Nak...," kata seseorang dari belakang, yang membuatku, langsung menoleh.
"A-ada apa ya, Kek?". Aku menolehkan kepalaku, menatap seorang kakek dengan sebuah tongkat kayu bewarna coklat.
Kakek itu, menatapku lama, namun tidak ada respon apapun darinya. Hingga aku melambai-lambaikan tanganku, "kakek? Kakek baik-baik saja, 'kan?"
"Kamu terlahir, sebagai gadis istimewa, saya sudah mencarimu, selama ribuan tahun."
"Ribuan tahun? Kakek..."
"Apakah, kamu mau, ikut denganku? Aku ingin memperlihatkanmu, sesuatu."
Aku sebenarnya bingung dengan kakek yang ada dihadapanku, namun entah kenapa, aku reflek, menanggukkan kepalaku.
Kakek itu, tersenyum lebar, dan langsung mengetuk tongkatnya kuat ke tanah.
Aku merasakan getaran hebat, dan ribuan kelelawar muncul, mengelilingiku, dan seluruh tubuhku merasa sangat panas. Dalam saat yang sama, kakek tersebut, mendorongku ke dalam sumur itu.
"AHHHH!!," teriakku histeris.
Brughh...
Seluruh tubuhku terjatuh ke dalam tumpukkan buku, aku membuka mataku lebar. Dan memegang seluruh tubuhku, dari kaki hingga kepala.
"Aku enggak mati, 'kan?," ucapku, yang sulit untuk mengatur nafas.
"Maaf, membuatmu terkejut, Nak," ucap Kakek tersebut, sambil memainkan tangannya.
"Ka-kakek mau ngapain?," tanyaku, yang mengingat kejadian tadi, yang sangat mengerikan.
"Tenanglah, aku tidak akan mencelakaimu," ucap kakek tersebut, membuat sebuah buku, terangkat ke atas.
"Te-Terbang?," tanyaku, membuka mulutku lebar.
"Ka-Ka-Kakek, itu...," ucapku yang benar-benar, takut.
"Kei Xavier, berumur dua puluh satu tahun, kedua orang tua sudah meninggal, anak satu-satunya, sempurna," ucap kakek, sambil membaca buku terbang itu.
Aku langsung berdiri, "kakek, saya masih hidup, 'kan? Kakek lagi baca, dosa-dosa Kei, ya? Mulai hari ini, Kei bakal bertobat!".
Kakek tersebut, mengelus kepalaku pelan, namun, ia tiba-tiba menekan dahiku kuat.
"Ahk!," ringisku, yang merasakan panas dari jempol kakek itu, saat menekan dahiku.
"Elf (makhluk bertrlinga runcing)."
"Werewolf (Manusia serigala)."
"Vampire."
"Iblis."
"Malaikat, Merman (Putra Duyung)."
"Peri (Makhluk bersayap)."
Aku membuka kedua mataku lebar, dan memegang bibirku. Aku tidak tahu, kenapa aku bisa mengucapkan itu semua. Seakan, aku sedang dihipnotis.
"Ternyata, hanya tujuh," ucap kakek tersebut, tersenyum tipis.
"Me-mereka siapa, Kek?"
"Tujuh Pangeran."
"Pangeran?," tanyaku, bingung.
"Pangeran, yang bisa membunuhmu, kapan saja. Atau mungkin..."
"Mungkin?," tanyaku, penasaran.
"Mencintaimu."