"Penyusup? Fatal?" Tanya Dafa tidak paham mengenai apa yang dikatakan oleh orang tersebut. Dia pun cukup bingung menghadapi hal tersebut, apalagi kabar yang tiba-tiba datang kurang mengenakkan. Kalau kabarnya sesuatu yang baik tentang Ana sih tidak masalah, tapi yang menjadi masalah kabarnya itu buruk dan hal ini juga menyangkut keselamatan diri Ana. Bahkan ini sulit dipercaya di waktu pagi ini.
Perempuan tersebut berjalan mendekati Ana dan Dafa, dilihat dari wajahnya sih sangat asing karena selama ini, dia tidak pernah melihat orang tersebut. Bahkan satu hal yang terlintas di pikiran Dafa adalah hati-hati kepada orang yang tidak dia kenal, meskipun seragam yang dikenakan itu sama. Namun, Dafa masih bisa tahu siapa nama perempuan tersebut karena pada seragamnya terdapat name tag yang bertuliskan Diandra. Nama yang sangat singkat, sehingga Dafa sangat mudah untuk mengingat nama tersebut. Selama ini, Dafa merasa kalau hidupnya itu seringkali tenang dan ini kali pertama dirinya juga ikut terancam. Entahlah itu hanya firasatnya saja atau memang pada kenyataannya.
Nampak raut wajah Dafa yang semakin bingung, bisa dilihat dari kedua alisnya yang mengerut dengan dahinya yang membentuk gelombang-gelombang kecil. Dia berusaha untuk tenang agar tidak terlihat ketakutan karena semakin Diandra mendekat maka hawa nya pun terasa semakin horor. Keringat dingin pun sudah memenuhi telapak tangan dan kakinya. Wajah misterius Diandra benar-benar memberikan efek yang begitu mengerikan, padahal Dafa itu terkenal sangat tegas. Oleh karena itu, Dafa tidak ingin reputasinya hancur hanya karena kedatangan Diandra.
"Gue nggak tahu apa yang lo katakan," ujar Dafa dengan raut wajah datar dan tubuhnya disandarkan di ranjang UKS yang sedang digunakan oleh Ana. Selain itu, tujuannya juga untuk menjaga Ana dari perempuan misterius tersebut. Ya memang sih kesannya seperti orang yang berburuk sangka, tapi lebih tepatnya jika bagi Dafa maka hal itu lah yang terbaik. Orang itu harus berjaga-jaga sebelum ada hal buruk yang terjadi. Kini, kedua tangan Dafa masuk ke dalam saku jas. Tingkahnya sudah normal seperti biasa karena dia sudah berhasil untuk bisa menjadi orang yang terlihat biasa saja seperti tanpa ada masalah.
Bukannya menjawab, Diandra malah tertawa dan tawanya itu loh seperti orang yang mengejek dan bahkan Dafa saja sampai kesal dibuatnya. Rasanya Dafa seperti ditantang oleh seorang perempuan dalam permasalahan ini. Padahal sih sebelumnya tidak ada yang tahu bagaimana rasanya berada di posisi tersebut. Jika Diandra bukan perempuan pun maka Dafa pasti akan memakinya atau bahkan menggunakan kekerasan dengan cara menjitak kepalanya. Sebab, Dafa sangat tidak suka jika sedang serius malah dijadikan sebagai bahan candaan saja. Apalagi dia itu kan saat ini sedang meminta jawaban dan penjelasan dari perempuan misterius tersebut. Jika dilihat dari tawanya pun agak mengerikan, apalagi suara yang dikeluarkannya itu seperti suara laki-laki. Aneh, bahkan ini sangat aneh dari hal-hal aneh yang seringkali Dafa temui.
Kini Diandra pun semakin mendekat dan dia berdiri tepat di depan Dafa, hanya selisih jarak 1 meter saja. Wajahnya sangat datar dengan sorot mata tajam menatap Dafa tidak suka. Padahal sebelumnya dia itu memberi tahu keadaan darurat, tetapi malah dia sendiri seakan-akan yang mengalami darurat tersebut.
Dafa menaikan alis sebelah kanannya. "Ada apa?"
"Gue masih nggak nyangka sama lo yang tiba-tiba mendekati Ana," kata Diandra.
"Lo kenal dia?"
"Enggak, gue cuma lihat name tag nya. Cantik dan menarik sampai makhluk ghaib pun tertarik dengannya," jawab Diandra sangat santai, seakan-akan berita tersebut hanyalah hak biasa saja. Namun, hal itu tidak pada diri Dafa karena dia menganggap bahwa berita ini cukup horor dan dia juga tidak terlalu mempercayai hal-hal yang tak kasat mata karena menurutnya aneh saja. Selagi dia tidak pernah melihat maupun merasakan hal aneh tersebut maka dia tidak mudah untuk percaya. Biarkan orang mau berkata apa karena yang terpenting adalah dirinya tidak melakukan hal aneh dan baru kali pertama ini dia mendengar kabar orang pingsan dikaitkan dengan hal ghaib oleh orang yang selama ini belum dia kenal.
Satu hal aneh dalam pikiran Dafa, yaitu ketika Diandra berangkat sepagi ini, padahal dia bukan anggota OSIS maupun aktivis lainnya. Tidak masuk akal saja karena pada umumnya yang bukan peserta MPLS akan berangkat pada jam seperti biasa, seorang rata-rata dari mereka berangkat dari pukul enam lebih tiga puluh menit untuk memulai perjalanan karena pada pukul tujuh tepat, gerbang sudah ditutup. Sebagai seorang ketua OSIS, dia juga harus waspada ditakutkan ada sesuatu maupun seseorang yang memiliki niatan buruk terhadap orang lain.
"Jujur gue nggak paham apa yang lo katakan, ini masih pagi dan mana mungkin ada makhluk ghaib. Nggak usah ngadi-ngadi deh lo!" Sentak Dafa karena dia sudah kehilangan batas kesabaran. Perlu diingat bahwa setiap orang itu pasti memiliki batas kesabaran masing-masing dan tentunya hal itu tidak bisa disamakan mengingat kadarnya itu berbeda-beda.
"Gue juga lebih nggak paham kenapa diri lo sangat peduli kepadanya Ana yang merupakan siswi baru di sekolah ini, jangan-jangan lo itu--"
"Kalau nggak ada kepentingan keluar!" Tukas Dafa.
"Santai dong Pak ketu, gue di sini cuma mau ngasih kabar kalau Ana itu keturunan dari Jawa dan aura nya itu begitu masuk ke dalam dunia ghaib," jelas Diandra.
Jantung Dafa langsung berdebar dan dia diam sejenak untuk mencerna setiap kata yang diucapkan Diandra. "Gue nggak tahu maksud lo dan gue juga nggak paham arah pembahasan lo, rasanya aneh banget."
"Gue kan sudah bilang, gue lebih merasa aneh sama diri lo. Masa iya hanya karena Ana, seorang Dafa bisa bersikap hangat dengan orang yang tidak dikenal karena gue yakin kalau sebenarnya lo itu belum kenal gue. Jadi, perkenalkan nama gue Diandra, anak kelas sebelah IPS."
Diandra mengulurkan tangan kanannya sebagai bentuk perkenalan diri. Saat ini, dia terlihat begitu luwes dalam menghadapi Dafa. Bahkan tadi saja Dafa merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi masih bisa tetap ditutupi. Mau curiga takut menjadi suatu hal buruk sangka, tetapi jika tidak curiga takut celaka. Bisa dikatakan bahwa posisinya sekarang agak susah, apalagi Dafa juga masih memiliki rasa ingin tahu besar mengenai Ana. Dia berusaha untuk bisa tenang dengan tidak mengedepankan emosi agar apa yang diinginkannya bisa terwujudkan tanpa ada kekerasan maupun emosional. Santai asalkan tercapai, itulah prinsip Dafa dalam menyelesaikan masalah, sehingga seberapa berat masalahnya maka dia tetap terlihat bisa saja.
Dafa pun mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Diandra. "Gue Dafa, ketua OSIS di sini."
"Tanpa lo kasih tahu pun gue sudah tahu kok. Siswa siapa sih yang nggak kenal sama lo. Eits, bukan berarti karena tampang, tapi karena diri lo adalah ketua OSIS di sekolah ini. Jadi, gue mohon jangan terlalu percaya diri ya, nggak baik buat kesehatan."
Benar apa yang dikatakan Diandra bahwa terlalu percaya diri juga bisa membuat diri seseorang menjadi memiliki pribadi yang tertutup karena biasanya dibalik rasa percaya diri ada ada harapan yang dihasilkan dari hal tersebut. Harapan adalah sumber pertama sakit hati. Namun, pada kenyataannya setiap orang itu pasti memiliki sebuah harapan yang tentunya berbagai macam.
"Gue minta kembali menuju pembicaraan tadi ya. Gue rasa ini sudah sangat tidak nyambung," kata Dafa.
"Oke, kita kembali lagi ke arah pembicaraan. Jadi, Intinya si Ana ini dianggap para makhluk ghaib sebagai orang yang akan mengusik hidup mereka karena tadi pagi dia bertemu dengan makhluk ghaib, tetapi apa yang dia lihat itu berwujud seperti siswa di sekolah ini. Nah, tepatnya pada saat berada di dalam toilet, makhluk ghaib tersebut menampakkan wujud yang sangat mengerikan dan hal itu membuat Ana takut hingga jatuh pingsan," jelas Diandra mengingat itu semua, meskipun dia tidak melihat apa yang sebenarnya, tetapi dengan kemampuan dirinya yang indigo bisa melihat kejadian tersebut, meskipun sifatnya masih perkiraan.
"Terus apa hubungannya sama orang Jawa?" Tanya Dafa masih saja belum paham Kate selama ini dia terlalu masa bodoh terhadap hal-hal yang cukup tidak masuk akal, apalagi kejadian ini masih pagi yang tentunya sangat aneh. Jika pada malam hari, mungkin Dafa sudah percaya karena hal ini lah yang membuat dirinya merasa sedikit aneh. Mengingat dirinya yang tidak suka berpikir ribet maka Dafa pun cukup ingin dijelaskan tanpa banyak berpikir yang jelaskan menurutnya itu sebuah hal aneh yang terjadi. Terlalu banyak berpikir menurutnya cukup menguras tenaga, apalagi kalau berpikiran mengenai hal awam, rasanya cukup menyerah saja. Namun, beda lagi kalau soal pelajaran karena jika mata pelajaran itu kan pasti ada sumbernya, meskipun itu pada awalnya sulit untuk dipelajari dan dimengerti. Oleh sebab itu, dia juga sedikit memiliki keadaan mana yang sekiranya cukup untuk mendukung dirinya, apalah soal bermanfaat ataupun tidak maka hal itu akan terasa dan akan terlihat dengan sendirinya melalui tingkah laku maupun ucapan. Orang yang berwibawa itu terlihat dari sorot mata dengan tingkahnya yang cukup kalem, meskipun pada akhirnya hal itu akan terlihat biasa saja jika nanti sering bertemu.
Kebiasaan seseorang jika bertemu dengan orang baru itu sukanya menebak-nebak perilaku maupun sifat orang. Padahal kan itu belum tentu benar dan lambat laun mereka akan tahu sendiri jika seringkali bertemu. Padahal sebenarnya seseorang itu menilai dari apa yang dia lihat dan nanti pada akhirnya seseorang juga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun, hal itu bagi Dafa sangatlah tidak terlalu bermanfaat sehingga dia tidak suka menghabiskan waktu untuk hal sia-sia.
Akhirnya Dafa pun melangkahkan kaki untuk mengambil kotak obat dan yang dia ambil adalah minyak angin untuk didekatkan di hidung Ana dengan harapan dia cepat bisa sadar. Hampir lima menit tidak ada perkembangan. Diandra yang mengamati hal itu hanya menaikkan salah satu alisnya dengan bibirnya yang tersenyum miring seakan seperti orang yang mengejek karena sudah tahu apa yang terjadi. Diandra pun menghela napas.
"Dia itu nggak akan bangun kalau diberi gituan," ujar Diandra.
"Kenapa gitu?" Tanya Dafa.
"Ya karena nanti ada saatnya sadar dia pasti bangun kok tanpa diberikan pancingan. Untung saja dia kuat, coba kalau tidak, bahaya banget," jawab Diandra.
"Loh, kenapa seperti itu?"
"Karena makhluk ghaib tersebut berusaha untuk masuk ke dalam diri Ana, mungkin karena ilmu kejawen Ana lebih kuat, sehingga dia masih bisa menjaga dirinya sendiri, meskipun pada akhirnya dia jatuh pingsan."
"Jujur gue benar-benar nggak paham mengenai hal-hal kejawen dan kepercayaan terhadap mitos-mitos, apalagi kita ini hidup di lingkungan yang tidak terlalu mempercayai hal tersebut. Bagi gue hal tersebut sangat aneh ketika di dengar."
"Jadi, seperti yang sudah gue jelaskan tadi, intinya mereka terancam akan kehadiran Ana dan untungnya Ana bisa menjaga diri karena sebelumnya dia juga akan salah toilet."
"Gue heran banget, lo tuh kok bisa tahu semuanya ya. Gue nggak nyangka banget sama lo."
"Biasa saja kali, Daf, semua anak juga tahu gue kalau ternyata gue ini anak indigo, tapi untuk melihat masa yang akan datang maka gue nggak berani, karena gue--"
Gubrak!
Suara kencang berada di sekitar lingkungan mereka dan belum diketahui apa penyebabnya. Hal itu membuat Dafa dan Diandra bingung, mereka berdua pun membalikkan badan secara bersamaan dan mereka berdua sedikit terkejut.