"Kamu adalah bagian dari takdirnya!"
???
Ayura tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya duduk dengan penuh keringat dan wajah pucat sembari menatap ke sekelilingnya ia bernapas lega. Sudah pagi, dan ia lupa menutup jendela. Yura menghela napas panjang, sembari memejamkan matanya.
Itu pertama kalinya, aku bermimpi sesuatu hal yang abstrak. Menemui diriku sendiri yang sedang berbicara dengan seseorang yang wajahnya tidak di perlihatkan. Seolah kenyataan, caraku berbicara dan konteksnya membuatku berdebar sendiri. Bukan bagaimana hanya aku merasa familiar, dengan kejadian dalam mimpiku, karena tak seperti mimpi pada umumnya. Bahkan setelah aku bangun, mimpi itu seakan terekam jelas, aku dalam mimpiku adalah dua orang yang berbeda.
Tunggu…
Sebenarnya ada apa denganku akhir-akhir ini?
.
???
.
Berpacaran dengan kak Dimas hampir sebulan, belum membuatku terbiasa dengan namanya bangun pagi. Hingga hari ini aku berdiri di depan Damitry High School, tepatnya di depan pagar yang sudah ditutup. Mutlak bagi seseorang siswa DHS yang terlambat untuk memilih dua hal ketika pagar sudah ditutup.
Pertama meminta ijin pada satpam untuk di bukakan pagar dengan beberapa persyaratan yaitu absen di satu mata pelajaran dan membersihkan WC atau taman. Kedua pulang, absen di seluruh mata pelajaran.
Aku adalah Ayura Rosetta, gadis dengan banyak kemampuan. Jika pagar di tutup maka ada jalan lain untuk masuk kedalam DHS dan tanpa ketahuan. Namun sebelum itu aku mengirim pesan pada Rhea tentang situasi kelas sekarang.
.
Rhea
| ga ada guru Ra, lo emang dimana sih??
.
Senyum tercetak di bibir Yura, gadis itu segera berlari ke arah samping dimana pagar menjulang keatas, berjalan pelan menyusuri setiap bentengan pagar, Yura menemukan bangku yang tersusun disana. Sebuah jalan yang dikenalkan oleh Xio, lebih tepatnya jalan rahasia Xio ketika terlambat.
Yura naik keatas tumpukan beberapa kursi disana, dan memanjat naik ke atas pagar. Merasa kesusahan Yura melempar tasnya terlebih dahulu sebelum melompat turun.
Buggh…
Yura menatap ke bawahnya cepat.
Dan disana lah ia bertemu sosok itu.. untuk pertama kalinya. Dan dalam satu waktu yang benar-benar membuat Yura terdiam membatu diatas pagar.
Waktu seakan berjalan sangat lambat, dan cuaca yang cerah menjadi mendung seketika. Angin menerbangkan Anai rambut Yura, dan perasaan sedih seakan menyapa tubuhnya. Saat itu juga matanya bersitatap dengan lelaki yang bercahaya diterpa mentari pagi. Bak malaikat, Yura seakan terpana.
Hari itu untuk pertama kalinya, aku tak mengerti dengan reaksi tubuhku. Seseorang yang sangat tampan dan familiar berada di bawahku dan menatapku dengan tatapan yang membuat jantungku seperti diiris pisau. Sakit banget..
Siapa dia??
Ada apa dengan reaksi tubuhku? Dan demi tuhan, dia sangat tampan. Apa ada siswa sesempurna ini di Damitry?
"Menyebalkan" decak lelaki itu dan membuang tas Yura ke tanah lalu berlalu dari hadapan gadis yang masih berada di atas pagar.
"Tunggu, Heyyy, yaa!!!" Yura berteriak menyuruh lelaki itu berhenti.
Yura dengan cepat melompat turun dari pagar, meskipun sedikit terkilir, Yura berdiri dan meraih tasnya.
"Heyyy berhenti dulu!! Aku mau bicara, Yaa!!"
Yura tak habis pikir bagaimana bisa lelaki itu tak mau mendengarkannya. Yura mempercepat langkahnya mengejar lelaki itu, sedikit lagi sampai ia menggapainya. Namun di belokan itu, sosoknya menghilang.
Yura lantas kebingungan.
"Apa dia masuk ke gudang? Astagaa segitunya untuk kabur.. heyy gue bukan monster ya! Dasar!" Yura berseru kesal, ada niat untuk mengejar lelaki itu sampai ke gudang namun seorang guru sudah menangkap basah dirinya.
"Ayura Rosetta kamu terlambat kan?!!!" Seru ibu Wina menatap Yura tajam dan marah.
astagaa, seharusnya aku ga ngejar cowok itu dehh. Bisa bisanya aku ketahuan ini sihh jadinya aku dihukum double:(
Yura tampak pasrah lalu tersenyum kikuk pada gurunya. "Balik ke kelas! Jam istirahat kamu ke perpustakaan bantu ibu Desika membersihkan perpustakaan. Paham!"
"Astaga ibu"
"Apa?? Kamu ga mau?"
"Perpustakaan astaga Bu, Yura ga bisa"
Ibu Wina menghela napas lelah, "kenapa kamu alergi sama buku iya"
"Kadang sih Bu, Yura suka pusing kalau dekat dengan buku yang sangat banyak" ungkap Yura sedih, yang membuat Bu Wina mendengus tak percaya.
"Alasan, silahkan balik ke kelasmu cepat. Lagipula apasih yang kamu lakukan lari kesini sendirian?" Decak Bu Wina.
"Ibu ga lihat? Yura ngejar-"
Happy Shalalala~
"Astaga batu karang nemp astagfirullah kaget"Yura menatap ibu Wina yang terkekeh.
"itu aja kaget kamu" ejek ibu Wina segera mengangkat panggilan itu dan berlalu. Namun berhenti sebentar.
"Yura cepat balik ke kelas.. Jangan sendirian di situ nanti kamu kenapa-napa lagi"
Yura mengangguk "siap Bu" dan gadis itu ikut berlalu dari tempat itu. Tempat yang sudah lama sepi, gudang di belakang sekolah yang tak pernah terawat. "Kenapa lelaki itu kesana sih?" Yura mempertanyakan hal itu namun tidak ada kesempatan untuknya berbicara dengan Bu Wina yang asik mengobrol dengan anaknya di telepon.
Aku penasaran dengan seseorang yang tidak pernah kutemui sebelumnya namun terasa sangat familiar. Tatapannya, wajahnya, semuanya. Aku ingin menangis setiap kali memikirkan nya.
Apa ini semacam pertemuan yang sudah lama ku tunggu. Pertemuan tadi, seperti seseorang kekasih yang sudah lama tak bertemu, aku ingin memeluknya erat.
Dan Yura berhenti sejenak, menoleh kearah gudang itu dengan perasaan sedih.
tangannya menyentuh dadanya, dimana didalam sana ia merasakan bagaimana jantungnya berdebar sangat keras.
"Dia siapa sih" katanya pada diri sendiri, sebelum kembali berjalan menuju kelasnya.
****
"Lo terlambat! kenapa ga di hukum?" pertanyaan dari Rhea membuat Yura tersenyum tipis kepada gadis itu.
"karena gue spesial?"
"halahh bisa bisa nya sih kayak gitu. kukira DHS tegas banget sama peraturan apa jangan-jangan karena kamu pacar kak Dimas?"
Senyum Yura surut seketika lalu menatap ke luar jendela. "Kenapa sih selalu dikaitin sama dia, gue ga dihukum itu sama kayak kasusnya Xio yang selalu datang telat cuman bisa menghindari Pak Jaya."
"maksudnya?"
"dia lewat jalan rahasia gue" seru Xio tiba tiba berada di kursi mereka dengan gayanya yang dibuat buat kece.
"adakah jalan rahasia? kok gue ga tahu?"
kali ini Xio yang menjelaskan, "namanya juga jalan rahasia, ya pasti ga banyak orang yang tahu. kamu nih ada-ada aja deh"
"ckck udah deh, pergi. Ngapain juga disini, nanti cewek lo marah lagi"
"ehh kok ada bau-bau cembur-"
"sorry, lo ga ada apa-apa nya sama orang yang gue taksir" jawab Rhea dengan senyum manisnya.
"begini-begini gue termasuk dalam 5 cowok populer di Damitry tahu"
Rhea masih menjaga ekspresi nya. "ga mau tahu tuh"
Xio mau menjawab lagi namun Yura sudah memotong lebih dahulu. "Bisa tidak kalian bertengkar jangan saat ada gue?"
"Seperti biasa cowok yang mengalah, gue cabut gurls" katanya dan kembali ke tempat duduknya.
Untuk beberapa menit Ayura diam dengan pikirannya sendiri, sebelum menatap sahabatnya penuh tanya.
"Rhea, disini kecuali kak Dimas, siapa lagi yang paling terkenal?"
Rhea mengerutkan alisnya kebingungan, "kok tiba tiba tanya itu?"
"ya mau tahu doang!"
Rhea masih seakan enggan menjawab, "ini bukan karena lo mau mutusin kak Dimas kan?"
Yura lantas menggeleng. "Enggak lah, kenapa sampai mikir kayak gitu sih"
Rhea berdehem lalu mendekat, "Ada" katanya membuat Yura mengangkat alisnya bingung.
"Maksudnya?"
Rhea berdecak, "ya pertanyaan kamu. itu jawabannya!"
Yura segera mendekat kan diri, "ada? siapa namanya?"
"Kak Aksena, dia ga terkenal bagaimana sih. cuman dia punya aura yang memabukkan. dia punya visual diatas rata-rata. dan lebih daripada itu dia orangnya misterius, ga banyak orang tahu tentangnya karena dia jarang terlihat, cuman sekali kamu lihat dia, ga akan pernah kamu lupakan. lebih dari pada itu, artinya kamu beruntung!".
"kelas berapa?"
Rhea menghela napas sedih, "dia senior, satu kelas sama your BF. astaga beruntung banget deh kelas mereka, bisa lihat cogan tiap hari"
"Kak Aksena by ya"
Rhea langsung memicing curiga, "lo ga ada maksud apa-apa kan ini?"
"Tadi gue lihat seseorang yang ga pernah gue lihat Rhee itu aja. sampai kepikiran, gue kira hantu"
"hantu?"
Yura mengangguk, "aneh karena dia hilang di gudang belakang sekolah".
Wajah Rhea langsung berubah, gadis itu seketika mendekat berbisik, "Ra kayaknya lo perlu memastikan deh"
"ha?"
"Mana ini mau masuk Natal pula, kejadiannya hampir mirip banget" kata Rhea.
"lo lagi ngomongin apa sih?"
Rhea menatap Yura tajam, "Yura pernah dengar ga sih berita. Bunuh diri massal di Damitry?" tanya nya penasaran.