"Yura pernah dengar ga sih berita. Bunuh diri massal di Damitry?" pertanyaan yang di lontarkan oleh Rhea membuat Yura menggeleng.
"ada memang di Damitry? kok gue ga tahu?"
Rhea menghela napas letih, lalu merapatkan diri pada Yura, bagaimana pun apa yang akan di beritahukan kepada Yura itu merupakan hal tabu di Damitry.
"ada, lo ga tau memang wajar kali. Karena kejadian itu terjadi udah lama sekali. Aku saat itu masih SD kalau ga salah."
"Rhee lo masih SD tapi tahu banget sama sejarah kelam Damitry. lo waras kan?"
Rhea menghela napas panjang lalu mengalirlah ceritanya.
"dahulu itu gue orang nya kepo banget sama hal hal kayak begini, apalagi rumah gue dekat sini dan beberapa korban adalah orang yang aku kenal, jadi mau disembunyikan bagaimana sama pihak sekolah. pasti ga akan menyeluruh, pihak sekolah cuman bisa nutup mulut media sama orang luar. makanya kamu ga tahu, tapi dulu kisah ini melegenda banget. tahun itu kelam Ra, bagi Damitry. Setahun siswa Damitry mengungsi ke SHS dengan alasan perbaikan. Setahun kemudian, entah kenapa sudah tidak adalagi hal mistik yang terjadi namun tetap saja dengan persyaratan masuk bulan September hingga Februari tidak ada namanya kegiatan malam di Damitry dan lebih dari pada itu tak ada yang boleh menyinggung kejadian itu terlebih lagi 'hantu' nya. itu alasan mengapa kamu tidak menemukan berita apapun di Internet terkait orang itu di sana. kecuali-"
"klub misterius Damitry" potong Yura, membuat Rhea tampak terkejut namun mengangguk.
"lo join?"
"baru tadi malam"
"Oh kukira, klubnya sudah berhenti lama Ra. Karena dua adminnya ikut jadi korban dan satu orang lainnya setelah meminta maaf langsung keluar dari grup. Makanya klub itu udah ga jalan lagi, aku anggota sudah lama sekali soalnya dan memang udah ga ada aktivitas lagi disana."
Yura mengerutkan keningnya kebingungan, "maksudnya ga aktif? tadi malam gue di approved ko' sama admin disana"
Rhea tak percaya. "gimana bisa? orang adminnya udah ga ada bagaimana bisa lo di approved?"
Yura membuka hp nya dan segera menuju ke website tersebut. sebuah ruang diskusi tersembunyi yang hanya bisa diakses menggunakan VPN.
Yura memperlihatkan ponselnya pada Rhea, melihat kelayar ponsel Yura, Rhea mengangkat sebelah alisnya "Kenapa sih Rhee ini jangan nakut-nakutin." kata Rhea memberikan ponselnya kepada Yura.
"Tapi admin yang Nerima aku tuh tadi malam Kak Sherina."
"Sherina kak Serin udah ga ada Ra"
"bisa jadikan itu akunnya dipegang oleh seseorang"
Rhea hanya mengangguk saja, dan tak lepas matanya dari buku "gue ga bisa mastiin soalnya terakhir gue akses itu udah lama sekali. nanti gue lihat lagi deh." katanya.
Yura berdecak, "ehh kok portalnya aneh" kata Yura ketika ingin melihat postingan postingan itu lagi.
"nah itu dari tadi, mungkin jaringan deh" jawab Rhea.
Yura mengangguk saja lalu segera memasukkan ponselnya ke dalam sakunya.
"Gue belum lanjut masalah tadi, cuman Ra bahaya tahu kalau orang yang kamu lihat tadi bukan manusia."
"Kenapa emangnya?" tanya Yura membuat Rhea mendesis dan mendekatkan diri pada Yura. sedikit berbisik.
"Ga tau jelasnya , cuman bunuh diri massal beberapa tahun yang lalu itu ada hubungannya sama ini. Sepulang sekolah kita pulang bareng deh gimana?"
Yura mengangguk saja, lagipula ia pun juga penasaran. meskipun terdengar lucu namun bukan kah ia harus sedikit percaya? tidak ada salahnya.
Rhea menjauh dan meraih bukunya. "semoga deh benar yang lo lihat tadi itu cuman kak Akseyna doang. dia orangnya aneh makanya wajar aja sih kalau lo tiba-tiba lihat dia di gudang belakang."
Yura mengerucutkan bibirnya, "Akseyna satu kelas sama kak Dimas kan?"
Rhea mengangguk, "Bagaimana kalau sebentar kita ke kelasnya?"
Yura menggeleng, "Jam istirahat gue di perpus, bantuin ibu Devika."
"sejak kapan lo serajin ini heh"
"Hukuman yang di berikan sama ibu Winaa aishh"
Rhea berdecak, "tergolong mudah sih itu, kemarin gue satu lapangan di sapu dong.. heran sekolah besar begini masa ga ada tukang bersih-bersih nya sih"
"enggak ya, bersihkan perpus gue sampai jam ke tujuh"
"Hahaha okedeh selamat berjuang, nanti gue datang deh bawa s**u pisang sama roti" kata Rhea yang diangguki dengan tatapan sedih yang di buat buat oleh Yura. Rhea berdecak, "dasar"
Yura terkekeh lalu membersihkan buku-buku nya.
"mau pergi sekarang kah?"
Yura mengangguk, "supaya cepat selesai kan?"
"okedeh"
Yura mengangguk dan berlalu, da menghilang di pintu.
Seperginya Yura, Rhea menjadi lebih diam. gadis itu menatap keluar jendela, dengan perasaan tak terbaca.
ada beberapa hal yang aneh..
sebenarnya apa yang sudah di lakukan oleh Ayura?
???
"Ayura, Ra!" panggilan itu tak membuat langkah seoranh Yura berhenti, gadis itu tetap saja berjalan hingga seseorang itu menahan tangannya erat.
"Ra saya mau bicara" jawab lelaki itu membuat Yura tersenyum manis, seakan akan tidak terjadi apa-apa.
"Oh kak Bima, kenapa kak?"
Bima menghela napas berat lalu menatap lembut kearah Yura, tatapannya tak sebaik tatapan Dimas pada Yura, namun tetap gadis itu mendengarkan. "Mau bicara"
"Bicara saja saja kak" jawabnya membuat Bima menggeleng.
"Tapi tidak disini" ucapnya dan dia membawa Yura ke rooftop.
.....
"Satu bulan ini jelaskan sama saya kenapa kamu tak membalas satupun pesan ku?" itu pertanyaan pertama dari Bima begitu sampai di Rooftop, Bima sejujurnya adalah senior yang didekati Yura sebulan yang lalu. Yang sukses membuatnya di bully oleh para senior.
"Saya kira kak Bima tahu sendiri jawabannya deh" jawab Yura membuat Bima mengerutkan keningnya, "Saya tidak pernah tahu jawabannya Yura, jangan bilang kamu beneran suka sama Dimas, benar begitu?"
"Kak, memang apa hubungannya sih? penting gitu buat kakak tahu perasaan aku ke kak Dimas? Kak Dimas itu kan memang pacar aku sekarang." jawab Yura sedikit lelah, ia bahkan tak takut menatap tepat kedalam mata pria di depannya.
"lebih ke terpaksa Yura, saya tahu kamu ga ada perasaan sama Dimas. saya tahu itu. jadi berhenti ya Ra, saya sungguh tidak suka lihat kedekatan kalian" kata Bima mencoba menggenggam tangan Yura lembut.
"Lo kok ga suka sih kak? Kak Dimas itu pacar aku, sedang kakak siapanya Yura sih? lepas deh kak, nanti dilihat sama pacar kakak tuh"
Bima mendesis kesal, menggenggam erat tangannya membuat Yura kesakitan. "Kak kenapa sih. Kan kenyataan kita itu sama sekali ga ada hubungan! Kakak pacarnya kak Mawar kan?"
Lelaki itu berdecak, "kau pura pura polos? setelah apa yang kita lewati-"
Yura sontak tertawa, "Lewati? perkataan kakak itu sudah seperti kita pernah tidak bersama hahaha"
"Meskipun belum sampai ketahap itu, saya menikmati apa yang sudah kamu berikan kepada saya" katanya membuat wajah Yura datar. "Sudah ya kak, dimasa ini hal kayak gitu udah biasa. bahkan tanpa ikatan sama sekali" kata Yura melepas genggaman tangan lelaki itu darinya
"jalang ya kamu, tidak percaya gue ada cewek l***e di Damitry" decaknya membuat Yura mendelik kesal.
"Atas dasar apa kak menyebutku seperti itu?" Yura sedikit tertohok mendengar kata kata itu, ia memang pantas sih mendapatkan hal seperti itu. Orang Yura sendiri yang lebih dulu menggoda Bima, supaya memutuskan Mawar, kakak kelasnya yang sok kecantikan itu, rese dan gayanya selangit.
"Kau membuatku putus dengan Mawar Yura"
"Kenapa aku kak? Bukankah itu karena kakak sendiri"
"Ayura Rosetta!! saya tahu kamu nakal, tapi saya ga percaya kamu se murahan ini"
"udah ahh cape Yura bicara sama kakak!"
"Yura!"
"mau sampai kapan pun aku ga akan bisa milih kak Bima, udah kasar ga sempurna pula. Jangan Dimas, mantan Yura saja lebih baik dari pada kak Bima sendiri" Ejek Yura membuat lelaki itu memerah,
"Kau berani ya" Bima sudah mengangkat tangannya membuat Yura refleks menutup matanya.
Hanya saja...
Buggh...
Apa? Kenapa? Bukankah Kak Bima akan menamparku? Kenapa lama sekali? Padahal aku sudah siap! Aku memang pantas di tampar! Tapi kenapa ia berhenti?
Pelan-pelan Yura membuka matanya, menatap Bima yang berdecak kesal lalu pergi meninggalkannya, sebelum itu Yura sempat melihat wajahnya yang kebingungan seakan baru saja melihat setan.
Ahh bodo amat! Yang penting aku selamat!!
Yura akan kembali ke kelasnya, tepatnya ke perpustakaan namun ketika ia menemukan sebuah buku dibawah kakinya, Yura lantas menunda niatannya dan menatap buku tersebut dengan keheranan
Perasaan aku tak melihat ini ada disini, jadi sejak kapan? Apakah ada seorang yang menyelamatkannya? Bukankah ini di atap sekolah? Apa ada orang selain mereka disini yang menyelamatkan Yura ketika ia memejamkan mata?
Yura meraih buku itu, sebuah buku harian. yakin Yura melihat sampulnya. hampir mirip dengan Buku harian ibunya sebelum dibakar oleh ayah. Sesaat membuka lembaran buku itu, tulisan tangan yang begitu indah menyapanya tertulis disana "Asmara Kinanti" nama yang tertera di halaman pertama buku itu. Lalu ketika ia membuka halaman pertamanya, tulisan tangan yang tak akan pernah membuat bosan dilihat atau mengantuk saking aesthetic- nya tulisan milik penulis itu "Apa ini diary 18 tahun yang lalu?" Kuno sekali terlihat dari covernya dan tulisan tanggal yang tertera disana, 2005...
.
Dia pemuda yang tampan...
saya mencintainya.
Tulisan mengawali halaman pertama.,
"Jangan kan kamu, gue pun suka. Semua orang juga suka dengan namanya visual!"oceh Yura mengomentari buku tua itu.
Tapi bukankah ini terlalu cepat?
Dia sahabatku, meski jarang berjumpa dia begitu akrab. Dia bukan pria yang suka tersenyum pada gadis lain, dia pribadi yang cuek. Namun kepadaku dia sangat ramah, orang-orang begitu menjodohkan kami, olehnya jangan salahkan aku yang sangat berharap padanya. Dia sangat indah, semua orang mengharapkan nya. Namun
"Kembalikan buku saya" suara itu menginterupsinya yang sedang membaca. suara yang merdu dan menjadi candu. ketika di tatap, Yura tak bisa menahan bibirnya untuk tidak mengucapkan kata waw saking terpananya.
Sebenarnya apa kami berjodoh? kenapa Tuhan suka sekali membuatku bahagia dan berdebar seperti ini. Tapi tidak apa apa.
demi Tuhan, aku suka ini. aku suka reaksi tubuhku ketika berhadapan dengannya yang sempurna' ini. siapa pun kamu, hari ini aku harus tahu siapa kamu. seharusnya seperti kan?