Part 1 - Beginning of Tragedy

1580 Words
Demetria. Dalam ingatannya, kerajaan itu sangatlah indah karena kristal yang mengelilingi istananya. Semua orang di sana selalu ramah dan baik. Raja dan Ratu yang memimpin juga sangat bijaksana. Mereka mampu membuat rakyat hidup dengan berkecukupan. Namun kedamaian itu hanya sampai saat sebelum wanita itu melancarkan rencana jahatnya untuk menjatuhkan sang Ratu. *** "Tuan Putri!" Morana La Demetria menoleh pada pengasuhnya yang tengah berlari menuju ke arahnya yang sedang memetik beberapa bunga mawar. Pengasuhnya bernama Anne Franchis adalah seorang wanita paruh baya yang memiliki gelar Countess. Gelar tersebut ia dapatkan dari Sang Raja atas dedikasinya mengurus anggota keluarga kerajaan. "Selamat pagi, Anne!" sapa Morana Gadis itu tersenyum lebar ke arah Anne. Dia melihat wajah sampai telinga pengasuhnya itu sedikit merah. Seorang Elf memiliki telinga yang runcing di ujungnya, dan juga kebanyakan besar keturunan Elf memiliki paras yang hampir sempurna. Mereka juga awet muda dan seperti tidak menua walau umur terus bertambah. Morana sendiri terkadang suka iri akan penampilan dan kemampuan mereka. Keturunan Elf murni akan berparas sangat cantik dan tinggi, serta umurnya bisa mencapai ratusan tahun. Mereka juga memiliki kemampuan sihir yang sangat hebat, terutama dalam sihir penyembuhan. Morana pernah mendengar kalau Ibunya—sang Ratu—juga sudah berumur 150 tahun di tahun ini. Umur sangat jauh dari Ayahnya yang seorang manusia. Menurut cerita yang beredar, Kerajaan Elf telah musnah sekitar 14 tahun yang lalu. Disaat runtuh itu lah, Ibunya yang seorang Putri Mahkota dari Kerajaan Elf terpaksa harus menikahi Raja Dementria—yang sekarang menjadi Ayah Morana—untuk melindungi rakyatnya. Sebab pernikahan campuran itulah, Morana tidak memiliki fisik seorang Elf. Seorang darah keturunan campuran tidak semuanya selalu menjadi manusia biasa. Semua itu tergantung pada kekentalan darah mereka. Terkadang, ada yang lahir dengan darah Elf kental sehingga parasnya akan sama dengan Elf murni. Terkadang, ada yang lahir dengan paras manusia biasa namun ia pandai dalam hal sihir. Tapi ada juga yang seperti Morana, yang tidak memiliki kemampuan apapun. "Selamat pagi! Putri ... Mahkota, anda darimana saja?" Anne menghela nafas berkali-kali karena kelelahan sehabis berlari. "Aku baru saja memetik beberapa bunga mawar untuk diletakkan di kamar Ibu." "Kenapa anda tidak mengatakannya pada saya? Nanti biar saya yang memberitahu pelayan agar melakukannya untuk anda, Putri." "Tidak! Aku ingin memberikannya langsung pada Ibu sebagai tanda penyambutan beliau pulang dari paguyuban lima kerajaan. Yang Mulia Ratu 'kan sangat menyukai aroma bunga mawar." "Saya mengerti, Putri. Tetapi kalau anda tiba-tiba saja menghilang dari pandangan saya atau pelayan anda yang lain, kami semua pasti akan sangat khawatir. Lain kali, tolong jika anda ingin pergi kemanapun, beritahu saya atau Delta." Anne menundukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh memohon. "Delta tidak akan membiarkanku pergi apalagi memetik bunga!" "Jika anda mengatakan pada saya, kemungkinan saya juga tidak akan membiarkan Anda melakukannya sendiri." "Makanya aku tidak mau memberitahu siapapun!" "Yang Mulia, anda adalah Putri Mahkota Kerajaan Demetria, Kerajaan terkaya dan memiliki wilayah paling luas dibanding Kerajaan yang lainnya. Suatu saat nanti, anda akan menjadi seorang Ratu yang memimpin kami. Jadi, lebih baik anda tidak melakukan hal yang tidak terlalu penting seperti ini." "Kau selalu saja seperti itu." "Pagi ini, anda ada kelas sejarah bersama Marchioness Barney. Lalu siang nanti, anda ada kelas dansa bersama Duchess Atante. Dan sore harinya, anda memiliki kelas berpedang dengan Sir Joseph." "Kau tahu, Anne? Terkadang aku berpikir, apa semua jadwal itu tidak terlalu berlebihan untuk anak berumur 13 tahun sepertiku?" "Tidak, Yang Mulia. Karena Yang Mulia Ratu pada saat muda memiliki lebih banyak jadwal dibanding anda. Beliau adalah keturunan Raja dan Ratu elf terakhir. Saya sangat mengagumi beliau ketika masih muda." "Pasti menyenangkan kalau Kerajaan Elf masih ada sampai sekarang. Katanya tempat itu sangat indah seperti di surga." "Anda tidak akan bisa membayangkan betapa indahnya masa itu, Yang Mulia. Tapi itu tidak penting, karena sekarang Yang Mulia Ratu sudah bisa menjamin keselamatan rakyat dari bangsanya di Demetria. Walau kami adalah minoritas, tapi masih ada para Elf yang hidup setelah tragedi jatuhnya Kerajaan Elf saja membuat kami merasa bersyukur." "Kau pasti sangat merindukan kampung halamanmu, Anne." ujar Morana melihat pengasuhnya yang merupakan seorang Elf dan bawahan lama Ibunya. "Kampung halaman saya akan selalu di hati dan kenangan saya, Yang Mulia." "YANG MULIA! YANG MULIA!" Morana dan Anne menoleh pada panggilan teriakan yang dilontarkan oleh Delta, pelayan pribadi Morana. Gadis berambut cokelat yang masih muda itu tampak panik. "Ada apa, Delta?" tanya Anne pada pelayan itu. "Yang Mulia Raja ... dan Yang Mulia Ratu sudah kembali. Kereta kudanya baru saja sampai di depan istana, Putri." ujar Delta. "Astaga! Aku terlambat!" kata Morana lalu menyerahkan bunga yang tadi dipetiknya pada Delta. "Del, tolong letakan bunga mawar ini di vas kamar milik Ibu. Aku akan langsung pergi ke depan untuk menyambut mereka!" "Yang Mulia, tolong jangan berlari! Anda bisa terjatuh!" teriak Anne. Morana tidak peduli dengan peringatan Anne. Dia tetap berlari menuju pintu utama. Sebenarnya, hubungannya dengan Raja maupun Ratu tidak begitu dekat. Mereka orang tua kandungnya, tetapi karena tugas dan tanggungjawab membuat waktu mereka berkumpul bersama sangat sedikit, terutama sang Raja, Ayahnya—Raja Fabian La Demetria. Di mata Morana, ia adalah Ayah yang sedikit menyeramkan. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang seorang Raja, ia adalah Raja yang bijaksana. "Kalian baik-baik saja?" "Tentu, Yang Mulia." Morana mengatur nafasnya dari jarak beberapa meter agar bisa menyapa kedua orang tuanya dengan baik. Tadi ia mendengar sedikit percakapan Ayahnya dan Permaisuri, istri kedua Ayahnya setelah Ratu. Permaisuri Helena Graham, putri dari Duke Graham—sahabat baik Raja sebelumnya, yang artinya sahabat dari Kakek Morana. Dari kejauhan, Morana juga melihat ada saudara tirinya, Pangeran Liam La Demetria. Umurnya hanya lebih muda satu tahun dengan Morana. Entah kenapa, Morana selalu berpikir kalau Ayahnya lebih menyayangi saudara tirinya itu. Mungkin saja salah, tapi yang pasti dia sangat iri dengan kedekatan Pangeran Liam dan Raja. "Selamat datang kembali, Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu, Matahari dan Bulan kerajaan Demetria," sapa Morana sembari menekuk lututnya untuk memberi salam formal bangsawan. "Putri Mahkota, bagaimana kabarmu?" tanya Fabian. Morana mengerjakan matanya beberapa kali, tidak percaya dengan pertanyaan itu. Ayahnya ... tidak pernah bertanya kabarnya sama sekali seberapa sering Morana mengunjungi atau memberi salam seperti ini sebelumnya. "Saya baik, Yang Mulia. Bagaimana kabar—" "Kalau begitu kenapa kau ada di sini?" "Ya?" "Jika kau baik-baik saja, bukankah seharusnya kau ada di dalam kelas sekarang? Apa mungkin kau tidak ada kelas?" "Itu ... ada, Yang Mulia." jawab Morana ragu-ragu. "Lalu apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak masuk ke kelasmu?" "Maaf, Ayah. Saya hanya ingin menyapa anda dan Ibu—" "Sudah berapa kali aku katakan padamu? Jangan melakukan hal yang tidak penting seperti ini, Morana! Kau adalah Putri Mahkota Kerajaan Demetria. Jika kau bermalas-malasan seperti ini, bagaimana kau akan memimpin kerajaan kelak?" "Saya hanya—" "Berusahalah dengan keras kalau kau masih ingin berada diposisimu sekarang!" ujar Fabian dengan tegas. "Adikmu ini bahkan lebih pintar darimu. Apa kau tahu? Liam mendapatkan nilai sangat tinggi di semua kelasnya. Padahal kaulah yang seorang Putri Mahkota. Apa kau tidak malu?" Ratu Minerva yang ada di sebelah suaminya hanya terdiam tanpa mengatakan apapun. Ia melirik ke arah Permaisuri Helena dan putranya Liam dengan tatapan dingin. Perkataan Raja seakan menyulut emosi dalam diri Ratu Minerva. Belum lagi hubungan sepasang suami istri itu sedang tidak baik sekarang. "Saya minta maaf, Ayah. Saya tidak akan mengulanginya lagi." ujar Morana. Seperti tidak ingin mendengar basa-basi lainnya, Fabian pergi begitu saja dari sana bersama dengan Liam yang mengikutinya di belakang. Sedangkan Morana, dia masih di sana dengan kepala menunduk ke bawah. Dia takut untuk mengangkat kepalanya dan menatap mata Ibunya. Jujur saja, Morana selalu merasa terintimidasi saat di dekat Ibunya. Tetapi, terkadang juga dia seperti haus akan pujian yang diberikan Sang Ratu. Saat Morana berhasil melakukan pekerjaan dengan baik, atau mendapatkan nilai lebih tinggi dari Liam, Minerva akan memujinya. Tapi juga begitu menakutkan saat Morana gagal. "Jangan terlalu dipikirkan, Rana. Aku akan mencoba berbicara dengan Ayahmu agar dia tidak marah lagi," ujar Helena menghampiri Morana. "Kau tidak perlu mengurusi urusan putriku, Helena." kata Minerva tajam. "Urus saja putramu! Jika dia masih ingin terus berada di istana ini, lebih baik untuk tetap diam dan tidak melakukan hal ceroboh yang akan merusak masa depannya." Ancaman, itu adalah sebuah ancaman. Minerva seakan ingin menegaskan posisi Permaisuri Helena dan putranya yang bisa terus berada di istana karena dirinya. Dengan kata lain, Minerva sedang menunjukkan posisinya sebagai Ratu yang mampu melakukan apapun. Termasuk mengirim Liam untuk pergi jauh dari istana. "Saran anda akan saya simpan dalam hati yang paling dalam, Yang Mulia Ratu." Perkataanmu terdengar konyol sampai aku tidak mau mendengarnya. "Jangan menyimpannya terlalu dalam, terkadang orang sering melupakan hal penting dan menjadi bodoh. Makanya aku mengingatkanmu." Jangan berbuat macam-macam dan ingat perkataanku! "Terima kasih, Yang Mulia. Selama Matahari kerajaan Demtria terus menyinari saya dan putra saya, tidak akan ada bahaya yang akan mengintai kami." Kau tidak akan bisa melakukan apapun selama Raja memihak padaku! "Kalau begitu, saya permisi lebih dulu. Raja ingin saya segera menemuinya di kamar begitu beliau sampai." ujar Helena membungkuk memberi hormat pada Ratu. "Sampai jumpa lagi, Putri Mahkota." Morana merasakan perasaan mencekam sangat kuat selama percakapan Ratu Minerva dengan Helena. Ia jadi ikut merasa terancam saat tatapan tajam Minerva mengarah pada Permaisuri. "Putri Mahkota," panggil Minerva. "Iya, Ibu ..." Morana terperanjat sedikit saat namanya disebut. "Sebenarnya apa yang kau pikirkan?" "Maaf, Ibu." "Hari ini tetaplah di kamarmu. Jangan keluar tanpa ijin dariku! Itu hukuman untukmu dariku." "Tapi ... baik, Ibu." Morana tidak bisa membantah perkataan Ibunya. Padahal banyak rencana yang harus ia lakukan hari ini. Contohnya, berkuda dengan Leslie—kuda putih kesayangannya. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD