Ziva

2113 Words
        Ziva membuka matanya dan ia tersenyum ketika melihat Dimitri masih terlelap disampingnya.  Ziva berdiri dan ia merasa bingung harus melakukan apa.   Ziva melangkahkan kakinya keluar dari kamar Dimitri. Ia mencari kamar mana yang merupakan kamar milik Zava.         "Mau kemana kamu?" tanya seorang  remaja  berwajah cantik dan berkulit putih.  Bola matanya bewarna hijau membuat Ziva kagum melihatnya namun taampak begitu jelas dari tatapan remaja itu terlihat membenci Zava.         "Hey,  Hai..." ucap Ziva berusaha mendekati remaja itu namun remaja itu memundurkan langkahnya karena tidak suka dengan kedekatan mereka.         "Kau,  jangan menyetuhku!" ucap dingin.  Ziva ingat jika perempuan remaja ini adalah Krystal putri kedua Evans. Ziva sangat berusaha menghapal wajah keluarga Evans demi sandiwaranya. "Kenapa belum tidur?" tanya Ziva. ia tidak menyadari sikap pedulinya terlihat aneh dimata Krystal. "itu bukan urusanmu!" kesal Krystal menatap Zava dengan tatapan penuh kebencian. "Itu akan menjadi urusanku karena kau putriku" ucap Ziva membuat Krystal takjub dan menganggap Ziva bersandiwara padanya. Zava asli tidak akan bersikap ramah padanya apalagi mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kepedulian padanya.         "Jangan berpura-pura baik padaku.  Selama ini kau tidak peduli padaku!" ucapnya angkuh. tentu saja bagi Kystal singkap angkuh Zava membuatnya muak. Apalagi sikap Zava yang menunjukan kepadanya jika kehadiranya bukanlah hal yang penting. Zava mengabaikannya dan Zava adalah sosok ibu tiri yang terlihat sangat membenci anak tirinya.          Ziva tersenyum "Aku peduli padamu" ucap Ziva tulus. Ziva menghela napasnya karena kesal dengan sikap Zava saudara kembarnya yang tega menyakiti  orang lain demi mendapatkan apapun.          "Bohong,  aku benci padamu!" ucap Krystal melangkahkan kakinya dengan cepat membuat Ziva memegang dadanya karena terkejut dengan sikap Krystal padanya. Apa yang kau lakukan Zava kenapa Krystal membencimu...         Ziva melihat sebuah kamar yang ukurannya lebih besar dengan dua daun pintu dan pintu itu berlapis emas.  Ziva melangkahkan kakinya  dan mendorong pintu itu yang ternyata tidak dikunci.  Ia masuk dan melihat suasana temaram  membuat Ziva meraba untuk mencari saklar lampu namun belum sempat ia menggapainya, Ziva tersandung  sebuah benda dan membuatnya terjatuh.  Ia meringis kesakitan dan lampu  tiba-tiba hidup membuat Ziva terkejut saat melihat sosok laki-laki tampan menatapnya dengan datar. laki-laki yang sangat berbahaya dan ada alaram dihati Ziva seolah memperingatkan Ziva untuk tidak jatuh cinta pada sosok tampan ini.         "Apa yang kau lakukan dikamarku?" tanyanya.  Laki-laki itu Evans  suami Zava membuat Ziva bingung harus melakukan apa.  Astaga apa yang harus aku lakukan....         Tiba-tiba keringat dingin membasahi tubuh Ziva walaupun sebenarnya suhu didalam kamar ini terasa dingin.  ada ketakutan saat mata itu terlihat mulai menjelajahi tubuhnya dengan tatapan dingin. "Bukanya ini kamar kita?" tanya Ziva mencoba menjadi Zava yang tidak tahu malu.         "Oya...?" ucap Evans tersenyum sinis, ia melangkahkan  kakinya mendekati Zava membuat Zava wasapada.  Ada perasaan  takut namun saat ini ia juga merasakan gugup karena tingkah laki-laki tampan  yang saat ini sedang mendekatinya.         Bodoh aku sengaja memancing emosi laki-laki ini. aku harus segera menghindar. kalau dia tahu aku bukan Zava dia pasti akan membunuh keluargaku.         "Kemana saja kau selama ini?" tanya Evans menatap mata Ziva dengan tatapan dalam.  Evans menarik sudut bibirnya karena tahu jika bola mata perempuan  yang mengaku sebagai istrinya ini ternyata bewarna coklat berbeda dengan bola mata istrinya. ternyata dugaan Evans benar tua bangka Edwar masih telah merencanakan sesuatu dibelakangnya. haruskah ia menembak kepala perempuan cantik yang sangat mirip dengan istrinya itu sekarang juga. Namu n ketika mengingat sikap Ziva kepada putra bungsunya membuat Evans merasa Ziva lebih baik dari pada istrinya.         Evans menarik Ziva hingga Ziva terkejut karena saat ini ia berada di dalam pelukan Evans. "Jangan pernah lari dari hidupku,  kau memutuskan untuk masuk ke kehidupanku dan selamanya kau tidak akan bisa lepas dariku!" ucap Evans dingin membuat Ziva menahan rasa takutnya dan mencoba berakting menjadi Zava. Evans tesenyum sinis melihat kegugupan Ziva.         "Tentu saja sayang" ucap Ziva membuat Evans kesal dan mendorong Ziva dengan kasar membuat Ziva terjatuh. Evans kesal melihat perlakuan Ziva yang berusaha menjadi Zava.  dasar bodoh penyamaranmu sudah aku ketahui saat melihat bola warna bola matamu itu.         "Jangan coba merayuku!  Kamarmu ada disebelah dan jangan berpikir untuk menyelinap masuk kedalam kamarku!" ucap Evans. Ziva segera keluar dari kamar Evans dan menuju kamar milik Zava yang berada tepat disebelah kamar Evans.         Ziva menutup pintu kamar dan menguncinya.  Jantungnya berdetak dengan kencang.  Ada perasaan takut dan juga perasaan yang entah membuatnya gugup jika harus menghadapi Evans.         "Aku harus bagaimana?  Aku tidak bisa bersadiwara menjadi Zava. Ini terlalu sulit hiks...hiks... Aku tidak bisa hidup ditempat orang yang sangat membenciku. Aku bisa gila!" ucap Ziva.         Ziva masuk ke sebuah ruangan dan ia tajub melihat semua pakaian milik saudari kembarnya. Semua pakaian Zava adalah rancangan para desainer yang harganya sangat mahal.  Ziva mengedarkan padangannya dan melihat koleksi tas dan sepatu milik Zava yang ternyata juga sangat banyak.         Ziva menghela napasnya dan ia segera masuk kedalam kamar mandi.  Ziva menghela napasnya karena kamar mandi ini pun sangat mewah lebih mewah dari kamar mandi hotel.  Ziva mengisi air di bathup dan ia membaringkan tubuhnya disana sambil menyiramkan bubuk sabun yang sangat harum.  Setelah mandi Ziva segera mengambil baji dilemari dan ia segera naik keatas ranjang.  Ziva memejamkan matanya dan ia akhirnya tertidur lelap.         Ziva terbangun dari tidurnya karena seseorang mengetuk pintu kamarnya.  Ziva mengehela napasnya karena sepertinya ia bangun kesiangan.  Apa lagi saat ia membuka jendela kamarnya cahaya matahari masuk ke dalam kamarnya.  Ziva melangkahkan kakinya membuka pintu kamarnya. "Ma... " panggil Dimitri tersenyum.         Ziva menggendong Dimitri dan membawanya masuk namun suara pengasuh Dimitri membuatnya menghentikan langkahnya.  "Nyonya diminta untuk segera turun karena semua sedang menunggu Nyonya untuk makan pagi bersama!" ucapnya. "Oke,  tapi biarkan Dimitri bersamaku!" ucap Ziva segera menutup pintu kamarnya. Ziva tersenyum dan mendudukkan Dimitri diatas ranjangnya.  "Mama ganti baju setelah itu Mama akan menemani Dimi kemanapun Dimi mau pergi!" ucap Ziva. "Janji!" tanya Dimitri memgacungkan jari kelingkingnya. "Janji" ucap Ziva mengaitkan jari kelingkingnya. "Mama mandi sebentar!" ucap Ziva.  Ia menghidupkan Tv dan menyalakan program tv anak.         Ziva segera melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar mandi dan mandi dengan cepat.  Setelah selesai mandi ia segera memakai gaun tanpa lengan yang panjangnya selutut dan dengan motif polos bewarna hijau muda. Siva menyisir rambutnya dan lalu menguncirnya.  Ziva memoleskan wajahnya dengan makeup natural.  Siva mendekati Dimitri dan menggendongnya.  Ia kemudian mematikam TV dan segera keluar dari kamarnya.  "Mama nanti anterin Dimi sekolah" ucap Dimi. "Oke" ucap Ziva tersenyum manis.         Ziva turun dari lantai dua dan melihat semua keluarga telah duduk di meja makan.  Meja makan ini sangat panjang.  Mungkin bisa menampung semkitar dua puluh orang lebih. Ziva juga melihat beberapa pelayan yang menggunakan seragam sejak tadi sibuk menyuguguhkan makanan. "Lama banget kita udah lapar!" teriak Arabella putri sulung Evans.         Ziva melangkahkan kakinya dengan cepat dan ia segera duduk didekat Evans namun tiba-tiba seorang perempuan menarik tangan Ziva hingga Dimitri yang ada dipangkuannya hampir terjatuh. "Tempatmu bukan disini!" ucapnya menatap Ziva dengan tajam.         Evans hanya diam dan seolah menunggu apa yang akan dilakukan istri palsunya.  "Kamu istri Evans juga ya?" tanya Ziva membuat semua orang tak percaya dengan ucapan Ziva yang sebemarnya memang tidak tahu siapa wanita itu.         Semua orang menatap Ziva dengan tatapan aneh karena Zava yang mereka kenal biasanya akan berpenampilam glamor dan Zava juga tidak akan duduk disamping Evans.  Karena Zava tidak peduli dengan Evans asalkan Evans memberikan uang belanja yang cukup baginya. "Zava... Kamu mulai kurang ajar,  aku Clara sekretaris sekaligus kekasih Evans kalau kamu lupa" sindirnya. "O... Sepertinya aku memang sudah lupa" ucap Ziva.  Ia tidak bergeming dan tetap duduk disamping  Evans. Ia menduduKkan Dimitri disampingnya. "Dimi sayang kamu duduk disana saja!" pinta Clara  menujuk  tempat duduk yang berada disping Crystal. "Dimi mau duduk didekat Mama!" ucap Dimitri membuat seorang wanita parubaya tersenyum sinis.         "Hoho... Menghilang beberapa bulan membuatmu ingin menjadi ibu yang baik rupanya" ucap Grace.  Grace perempuan parubaya yang merupakan ibu tiri Evans.         Brave Cristopher memiliki empat orang anak.  Evans Cristopher dan Aron Cristopher adalah anak dari mendiang istri pertamanya sedangkan Elena adalah anak Brave Cristopher dan Grace.  Grace juga memiliki putra dari suami pertamanya yaitu Abel.         Kesal?  Tentu saja Ziva merasa kesal. Tapi sepertinya hampir semua penghuni kediaman Cristopher membencinya.  Apa kesalahan Zava sampai Zava bisa dibenci oleh semua keluarga Cristopher. "Dimi, sini!" panggil Arabella namun Dimi menggelengkan kepalanya. "Dimi mau sama Mama" ucap Dimi.         Clara mengambil segelas s**u hangat dan memupahkan s**u itu ke atas kepala Ziva membuat kepala Dimitri ikut basah. Sontak prilaku Clara membuat Ziva geram.  Ia segera berdiri dan meletakan Dimitri dipangkuan Evans. Clara segera mengambil tisu  dan kemudian membersihkan tempat duduk yang diduduki Ziva.  Ia duduk sambil tersenyum penuh kemenangan.  Ziva benar-benat ingin sekali menarik rambut pirang Clara namun ia berusaha tidak menujukkan keahliannya dalam bertarung.  Tentu saja Ziva bukan Zava yang mungkin lebih memilih tidak mengacaukan makan pagi mereka dan berusaha bersikap acuh tak acuh.         Tapi Clara sengaja memancing emosinya.  Ziva mengambil tisu dan dengan berani ia mendekati Evans dan Dimitri.  Ziva membersihkan rambut Dimitri tanpa menghiraukan semua orang yang menatap Ziva dengan tatapan aneh dengan sikapnya.  Zava yang bisanya biasanya memilih untuk menjauh dari Evans agar Evans tidak memarahinya atau bahkan membentaknya. Clara menarik rambut Ziva membuat Ziva membalas tarikan rambut Clara dan dengan cepat Ziva membanting tubuh Clara  membuat semua orang kembali takjub dengan tingkah Ziva. "Kurang ajar" teriak Clara  sambil memegang pinggangnya yang terasa sakit. "Apa yang kau lakukan kepada keponakanku!" teriak Grace. Clara merupakan keponakan Grace dan sebenarnya Grace  menginginkan Clara yang menikah dengan Evans karena ia telah berhasil. Menyingkirkan istri pertama Evans dengan membayar laki-laki lain  untuk merayu istri pertama Evans agar berselingkuh dari Evans. Grace berdiri dan ingin memukul Ziva namun Abel menahan lengan Grace.  "Jangan Ma!" ucap Abel. "Kamu masih menyukai wanita ini? Dia ini ular" teriak Grace menujuk Ziva  dengan tatapan kebencian. "Cukup!" teriak Evans membuat semua yang berada diruang makan terdiam.  Untung saja  Brave Cristopher sedang melakukan perjalanan bisnis jika tidak mungkin keributan saat ini akan bertambah parah karena Grace pasti akan meminta Brave untuk menghukum Ziva.         Dimitri terisak dan mengangkat kedua tangannya meminta Ziva untuk menggendongnya.  "Ma hiks...hiks... " raut ketakutan Dimitri membuat Ziva segera mengambil Dimitri dari pelukan Evans dan melangkahkan kakinya membawa Dimitri meninggalkan mereka semua.         "Biasanya Kakak akan memarahi si jalang kenapa hari ini Kakak terlihat membelanya?" ucap Elena. Satu-satunya adik perempuan yang Evans miliki. "Jangan pernah menyakiti Zava didepan Dimitri!" ucap Evans dingin.         Ia melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan  dan mencari keberadaan Ziva.  Ia menanyakan kepada salah satu pelayan dimana Ziva berada.  Ternyata pelanyan mengatakan jika Ziva menuju dapur.  Evans melangkahkan kakinya  mencari keberadaan Ziva dan beberapa pelayan membungkukkan tubuhnya saat Evans melewati mereka. Evans melihat Ziva memasak makanan untuk Dimitri dan entah mengapa Evans lagi-lagi tersenyum sinis.  Entah kejutan apa lagi yang akan dilakukan istri palsunya.  Evans mendengarkan percakapan Dimitri  dan Ziva. "Ma,  Mama jangan malah dan pelgi lagi ya Ma!" pinta Dimi. "Mama nggak akan pergi selama ada Dimitri disini atau Dimitri mau ikut Mama?" tanya Ziva. "Dimi ikut kalau Papa ikut" ucap Dimitri.  "Tapi kalau Mama lama Dimi datang.  Mama tetap nggak boleh pelgi" ucapan Dimitri membuat raut wajah Ziva menjadi sendu.         "Dimi udah janji ke Mama,  Dimi nggak boleh kasih tahu orang kalau Mama ini sebenarnya bukan Mama Dimi.  Oke!" pinta Ziva sambil memberikam Dimitri  segelas s**u. "Ini Mama Dimi bukan yang kemalin" ucap Dimi memeluk Ziva dengan erat.         Evans mengangkat kedua alisnya dan segera melangkahkan kakinya meninggalkan Ziva dan Dimitri.  Ia tidak menyangka jika putra bungsunya mengetahui jika perempuan yang mengaku sebagai Mamanya itu bukanlah Mamanya Zava. Evans mengambil ponselnya dari sakunya dan menghubungi  Xavier salah satu sahabatnya sekaligus orang kepercayaanya. "Halo... Baru semalam kita bertemu dan kau sudah menghubungiku pagi ini" ucap Xavier. "Aku butuh bantuanmu!" jelas Evans. "Aku kira kau merindukanku sayang" goda Xavier membuat Evans kesal. "Kau mabuk?" tanya Evans.  Xavier bukan Samuel atau Darren yang suka menggodanya dengan ucapan lucu atau umpatan. Xavier laki-laki dingin namun jika sudah mabuk Xavier akan berisik seperti Samuel dan Darren. "Aku ingin kau mencari tahu tentang  istri baruku yang baru saja datang" ucap Evans membuat Xavier terkekeh. "Si palsu maksudmu?  Oke  besok kau akan menerima kabar mengenai Ziva.  Namanya Ziva dan bukan Zava" ucap Xavier yang ternyata sudah mendapatkan informasi mengenai Ziva. ucapan Xavier membuat Evans tersenyum. Ternyata para bawahannya dengan cepat mengetahui rencana Edwar  yang mengembalikan istri palsu padanya. lalu Evans terkekeh karena kebodohan Edwar, wanita yang berada dirumahnya saat ini tidak akan ia biarkan lepas, bahkan Evans berniat  membuat Ziva terjebak dalam permainanya sendiri. jika Zava adalah perempuan yang akan menggunakan segala cara agar mendapatkan uang dan kepuasan. apakah Ziva  sama dengan saudara kembarnya. Evans tersenyum senang karena akhrinya akan ada hiburan yang sangat menarik didalam keluarganya karena kehadiran istri palsunya. Walaupun mabuk Xavier masih bisa tetap mengingat informasi atau bahkan masih bisa tetap membunuh  dengan keahlianya.  Minuman tidak mempengaruhi kemampuanya tapi hanya membuatnya jadi orang berbeda yang suka berbicara.  Xavier yang pediam akan menjadi Xavier yang cerewet jika dalam keadaan mabuk. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD