Sweet Daddy

5298 Words
"Ah hmm..." anak manis itu menghela nafas perlahan. "Nama appa Hayoung adalah Jun Hoseok," dia kembali berhenti, "aku tidak tahu apa yang harus aku ceritakan tentang appa. Aku jarang sekali bertemu appa, appa akan pulang seminggu sekali, itu pun hanya sebentar. Disaat aku tidur appa akan pulang, disaat aku terbangun, appa sudah pergi bekerja," Cerita itu membuat seseorang tersenyum getir mendengarnya. "Kata eomma, appa pergi berkeliling dunia. Walaupun aku jarang melihat appa, eomma bilang appa akan selalu menciumku dan Hana saat dia pulang. Appa juga sering membawa pakaian-pakaian indah dan mainan bagus untuk aku dan Hana, appa juga pernah membawa boneka Hello Kitty yang besar sekali untuk aku dan Hana" anak itu memperagakan ceritanya dengan lucu. "Kata eomma juga appa pernah membawa aku dan Hana ke Jepang sewaktu kami kecil" "Apa Jepang enak?" tanya salah satu siswa yang ikut mendengarkan. "Wah kau lebih dulu ke Jepang ternyata" komen teman sebangku bocah yang sedang bercerita dengan heboh. "Aku tidak tahu. Akan aku tanyakan pada eomma dan appa. Tapi..." si pencerita kembali menunduk. "Saat appa pulang dan aku tidak tahu kapan" kepalanya ditundukkan menatap sepatu hitam berpita yang dibelikan ayahnya saat pulang dari Hongkong. "Tapi, walaupun begitu, appaku adalah appa yang baik, penyayang, dan suka membelikan aku dan Hana es krim. Dia tidak pernah memarahiku sekalipun, aku sayang sekali Hoseok Appa" wajahnya kembali ceria, membuat semua temannya bertepuk tangan. Dan juga membuat seseorang yang sedari tadi menontonnya dari balik jendela ikut tersenyum senang. Ada rasa bangga dan bahagia mendengar anaknya menceritakan tentang dirinya dengan begitu ekspresif. Walau lebih banyak ungkapan kerinduan yang tersirat, bukankah itu menandakan anaknya begitu menyayangi dan mendambakan dirinya selalu berada di dekat si anak? Ya, dia adalah ayah dari bocah yang bercerita tadi, sebut saja Hoseok. Seorang pilot pesawat yang memiliki jadwal terbang yang cukup banyak menyita waktu jauh dari keluarganya. Tak ayal jika sang anak sangat merindukan kehadirannya, dalam seminggu bahkan mereka hanya bisa bertemu paling banyak tiga hari, atau bahkan bisa bertemu diminggu berikutnya. Bunyi bel menggema disepenjuru sekolah. Banyak siswa yang  berhambur keluar kelas dengan riang. Tentu saja alunan terindah menurut para siswa adalah bel pulang dan bel istirahat. Banyak para wali yang sudah menggandeng anaknya keluar pekarangan sekolah, ada yang mencari-cari anaknya, dan ada pula yang menunggu sang anak di depan kelas, seperti yang dilakukan Hoseok. Banyak siswa kelas satu yang berhambur kepelukan ibu atau ayahnya dan mereka berlalu pergi. Ada pula yang mencari keberadaan orang tua mereka, ada pula yang masih sibuk di dalam kelas. Hoseok hanya terdiam menatap punggung anaknya yang sedang membereskan tas sekolah sembari bersenda gurau dengan teman sebangkunya. Dia sengaja tidak memanggil, menunggu anaknya untuk keluar dengan sendirinya. Kejutan. "Oppa" panggil seseorang sembari menepuk punggung Hoseok pelan, lantas lelaki berseragam pilot tersebut menoleh. Fyi, Hoseok langsung kemari setelah tiba di Korea dan menelpon istrinya lebih dulu agar tidak menjemput anak-anaknya. Hoseok menoleh, menemukan wanita cantik istri dari temannya dan juga ibu dari teman anaknya. "Joohyun," "Ya ampun oppa, ternyata benar ini dirimu. Aku sempat ragu tadi memanggilnya. Apa kabar?" Lelaki tersebut memamerkan cengiran tampannya. "Iya, aku baru pulang, ingin menjemput Hayoung. Kabarku baik, bagaimana denganmu dan keluarga?" "Tentu baik oppa, hanya saja kami baru-baru ini sedang merasa senang. Taehyung baru saja naik jabatan" Hoseok ikut senang mendengarnya. Tak disangka teman anehnya semasa sekolah dulu hidup dengan baik bersama keluarganya. "Aku ikut senang mendengarnya" "Mainlah ke rumah, Taehyung merindukanmu, dia sering menceritakanmu" seru Joohyun sembari menepuk pelan lengan Hoseok sebagia tanda mereka adalah kerabat dekat. Lelaki itu tersenyum lebar, "ya aku juga merindukan anak itu, syukurlah kalau dia telah berubah lebih banyak" Joohyun mengerti maksud dari kata berubah lebih banyak yang diperuntukkan untuk Taehyung, suaminya. Bermakna Taehyung sudah tidak aneh lagi seperti semasa muda dulu. Ya, Joohyun sangat paham dengan karakter suaminya yang memang 'sedikit aneh' terlebih di depan teman-temannya. Karena keasikan mengobrol, mereka sampai lupa tujuan awal mereka kemari untuk menjemput anak mereka masing-masing. Hingga suara cempreng seorang bocah mengintrupsi mereka. "Eomma" Joohyun menoleh, "Saera sayang" Saera menggandeng kedua temannya, Hayoung dan Yoonhee. "Appa?!" seru Hayoung kaget saat melihat ayahnya berdiri di depannya masih lengkap dengan pakaian dinas. Terlihat tampan bukan? Hoseok tersenyum senang, lalu merentangkan tangan menanti pelukan sang anak. Dengan cepat Hayoung berlari memeluk ayahnya. "Apppaaaaa hiks" serunya dibarengi isakan membuat Hoseok dan orang-orang disekitarnya ikut terharu. Tangan kiri Hoseok memeluk punggung anaknya sedangkan tangan kanan sibuk mengelus rambut halus anaknya. "Anak appa yang cantik jangan nangis ya" berjongkok mensejajarkan tingginya dengan sang anak, dengan penuh kelembutan Hoseok mengusap air mata Hayoung yang mengalir deras. "Malu tuh dilihat sama teman-teman" Hayoung menenggelamkan wajah pada leher sang ayah, membuat Hoseok dengan sigap memeluk tubuh kecil Hayoung. "Apa ini Hoseok Appa?" tanya Saera yang sebenarnya diperuntukkan untuk Joohyun. Namun, Hoseok tersenyum dan menjawab. "Halo manis, kau Saera bukan? Wah kau tumbuh dengan cantik." senyum tak pernah lepas dari wajah tampannya. "Apakah kau Yoonhee? Yoonhee mirip sekali dengan ayahnya ya" Yoonhee hanya tersenyum menanggapi ucapan Hoseok berbeda dengan Saera yang kini heboh dan banyak bertanya. "Bagaimana paman tahu aku? Apa kita pernah bertemu? Tapi aku tidak pernah bertemu paman, aku hanya sering melihat Bibi Haru" "Saera" seru Joohyun agar sang anak berhenti berbicara. Ntah mungkin turunan dari Taehyung, Saera adalah anak yang cerewet dan ceria. Hoseok masih tetap pada senyumnya. "Tidak masalah, Joohyun. Bukankah dia jadi mirip dengan Taehyung" kekehnya. Joohyun ikut tersenyum. "Sepertinya kami pamit lebih dulu" ucapnya sembari menggandeng tangan Saera. "Baiklah kalau begitu" jawab Hoseok. "Hayoung, aku pamit pulang ya. Jangan nangis lagi" Saera menepuk pelan pundak temannya yang masih setia menelungkupkan kepala di  leher sang ayah. Ayah tampan itu sedikit menarik tubuh anaknya menjauh dari dirinya, mengusap wajah merah anaknya dengan penuh kasih sayang. "Tuh dengar apa kata Saera, jangan nangis lagi ya, nak" merapihkan rambut panjang Hayoung yang berantakan. "Ayo berpamitan dengan Saera dan Bibi Joohyun." "Hati-hati hiks bibi, Saera" ujar bocah berambut panjang itu. "Tentu. Baiklah kalau begitu kami permisi dulu" Joohyun membungkuk sopan di depan Hoseok. "Sampai jumpa lagi Hayoung, Yoonhee, Paman Hoseok" Saera melambaikan tangan pada ketiga manusia yang masih setia di pinggir pintu. "Dadah" jawab Yoonhee ikut melambaikan tangan. Hoseok tersenyum lagi saat mendapati satu teman anaknya masih setia berdiri didekatnya. "Yoonhee belum dijemput?" Yoonhee menggeleng. "Siapa yang menjemput sayang?" "Eomma" "Baiklah kita temani sampai eomma Yoonhee datang, bolehkan Hayoung?" Hoseok mengusap kembali wajah anaknya yang masih terlihat tersendu-sendu. Hayoung mengangguk sebagai jawaban. Yoonhee menggeleng, "tidak usah paman, tidak apa-apa. Yoonhee mau nunggu eomma sendiri saja" "Tidak masalah, sayang" Hoseok mengelus rambut Yoonhee lembut, membuat Yoonhee merasa tenang. "Hng, tidak apa-apa aku menunggu di dalam saja dengan ibu guru, paman dan Hayoung pulang saja" Hoseok melirik jam tangan, dia juga harus menjemput si bungsu. Hah, sudah telat setengah jam dari jadwal pulang Hana, kasihan anaknya sudah menunggu. "Tidak apa-apa jika Yoonhee menunggu sendiri?" tak enak hati juga meninggalkan anak temannya sendirian menunggu jemputan. Yoonhee tersenyum manis yang mirip sekali dengan senyuman ayahnya. Hoseok sampai gemas dibuatnya, ah dia jadi merindukan hyungnya yang satu itu. "Baiklah kalau begitu paman dan Hayoung pamit dulu, kami harus menjemput Hana. Yoonhee hati-hati ya, jangan kemana-mana sampai eomma menjemput, mengerti?" Yoonhee mengangguk patuh, "siap kapten" dia memberikan hormat pada Hoseok membuat Hayoung dan Hoseok terkekeh. "Dah, Yoonhee" salam Hayoung. Hoseok menyempatkan pamit pada guru anaknya yang baru saja keluar untuk menemani Yoonhee, setelahnya mereka pergi kepekarangan sekolah. Ayah tampan itu membukakan pintu mobil untuk anaknya. Hoseok selalu membawa mobil saat ke bandara. Karena jarak bandara ke rumahnya lumayan jauh. "Untuk tuan putri" Hayoung tersenyum, dia mencuri satu kecupan di pipi Hoseok sebelum masuk ke dalam mobil. "Anak nakal" gumam Hoseok sembari menoel hidung si sulung. Setelah itu dia naik ke kursi kemudi dan pergi menuju sekolah si bungsu. --- "Hiks hiks" "Hana jangan nangis lagi ya, pasti sebentar lagi eomma Hana akan datang, mungkin eomma Hana lagi dijalan" "Eomma hiks" "Jangan nangis sayang, sini sama ibu guru" Wanita cantik yang menyandang predikat sebagai guru TK tersebut segera merengkuh tubuh kecil anak muridnya untuk duduk di pangkuannya. Bocah bernama Jun Hana itu terus tersendu karena sudah hampir satu jam ibunya tak kunjung datang. Biasanya sang ibu sudah menunggu di depan kelas sebelum dia keluar, setelah itu mereka pergi untuk menjemput kakaknya. Tapi sekarang ibunya tak kunjung menampakkan batang hidung. Hana takut jika ibunya benar-benar tidak menjemput dan dia akan menginap di sekolah. Wajar fantasi anak kecil. "Hana jangan nangis lagi ya" guru yang bername tag 'Jo Guram' itu terus mengelus rambut sang anak dengan lembut, sesekali mengusap keringat sang murid yang bercampur air mata. "Permisi, aku wali Jun Hana, apakah dia masih disini?" Hana dan Guram menoleh ke arah pintu dimana terdapat seorang lelaki berseragam pilot sedang menggandeng putri sulungnya. Dengan begitu Hana turun dari pangkuan gurunya dan berhambur kepelukan sang ayah yang sudah menanti di depan pintu. "Hiks appa" tangisnya pecah kala mengetahui siapa yang menjemputnya. Lelaki yang sangat dirindukannya, lelaki yang selalu dia tanya pada sang ibu sebelum tidur. Hoseok berlutut di depan pintu menunggu dekapan dari sang anak, dengan penuh kelembutan mengelus punggung sang anak, mengecup pucuk kepalanya berkali-kali. Dia semakin merasa bersalah karena jarang ada untuk anak-anaknya, tapi rasa haru semakin mengembang dalam dirinya setelah merasakan kedua putri cantiknya menangis di dalam dekapannya. Jarang sekali dia merasakan hal seperti ini, yang biasa dia lihat saat pulang kerja adalah anaknya yang terlelap sama seperti saat dia berangkat kerja. Lelaki Gwangju itu melonggarkan pelukan dengan si bungsu lalu berdiri untuk memberi hormat pada wanita cantik yang menyandang sebagai guru anaknya. "Selamat siang, nyonya" Hoseok membungkuk. "Aku ayahnya Hana, maaf membuatmu ikut khawatir karena Hana. Aku menjemput kakaknya lebih dulu" Guram tersenyum manis, "tidak masalah Tn. Jun, Hana sampai takut tidak dijemput tadi" tangannya terulur mengelus rambut siswa manisnya itu. Hoseok masih mempertahankan senyumnya. Mengulurkan tangan pada Hana agar menggandengnya seperti yang dilakukan sang kakak. "Kalau begitu kami pamit dulu" "Baiklah, Hana jangan menangis lagi ya?" sang guru tersenyum manis. Hana mengangguk sembari mengusap air mata yang masih menggenang menggunakan punggung tangannya. "Permisi" Hoseok membungkuk yang dibalas bungkukan juga oleh sang guru. "Hati-hati" tangannya melambai membalas lambaian siswanya yang mulai meninggalkan pekarangan sekolah. Hoseok membuka pintu mobil depan dan belakang untuk anak-anaknya. Namun, kedua anaknya mencoba masuk di kursi penumpang depan yang mengakibatkan percekcokan. "Aku duluan, Hana" "Aku duluan" "Tidak, kau dibelakang saja" "Tidak mau!" "Hana!" sentak Hayoung kesal membuat Hana menampakkan raut sedih seakan air matanya akan mengalir. "Huwaaaaaaa appaaaa" dan benar saja. Hoseok menggeleng melihat kedua anaknya. Membawa sang bungsu ke dalam pelukannya. "Sudah sudah" tangannya mengelus rambut legam si bungsu. "Hayoung sayang tidak boleh kasar dong sama adiknya" Gadis cantik itu merengut, ayahnya lebih menyayangi adiknya daripada dia. Menyebalkan. Hoseok tersenyum melihat Hayoung kini mengalihkan pandangan dengan melipat kedua tangan depan d**a. Tangan satunya ikut mengelus rambut si sulung. "Kalian berdua duduk di depan ok?" Hoseok sedikit menjauhi wajah Hana dari perutnya. "Hana jangan nangis lagi ya. Ayo baikan" Hana mengangguk. Kelingking mungilnya terulur ke arah Hayoung, "ayo kita baikan" mau tak mau membuat Hayoung menoleh. Setelah menghela nafas pasrah, gadis berambut panjang itu menautkan kelingking adiknya membuat sang ayah tersenyum haru. Anaknya benar-benar manis. "Appa appa, tadi Hana mendapat nilai matematika seratus" cerita Hana saat mereka dalam perjalanan pulang. Sebenarnya Hoseok ingin membawa kedua anaknya untuk berjalan-jalan sebelum pulang. "Aku juga dapat 95 pelajaran bahasa inggris" Hayoung tak mau kalah. "Eonnie kalah dari Hana, nilai Hana lebih besar wlee" "Segitu besar tahu" "Tidak" "Besar" "Tidak" "Ihh, Hana" kesal Hayoung, melipat kedua tangan depan d**a sembari memalingkan wajah dari sang adik yang duduk dipangkuannya. Hoseok yang melihatnya terkekeh. "Princess appa semua pintar" tangannya terulur mengelus si sulung dan bungsu bergantian. "Hm, bagaimana dengan es krim?" "Aku mau!" teriak mereka bersamaan. Membuat Hoseok lagi-lagi tak dapat menahan kekehannya. "Tapi..." Hana menunduk membuat Hoseok mengerut. "Hana baru cabut gigi" dia memperlihatkan giginya yang bolong satu di depan. Reflek lelaki itu menghentikan mobilnya menepi hanya untuk melihat gigi ompong bungsunya. "Appa ingin melihatnya" Hoseok terlihat begitu antusias. Hana bahkan masih terlihat lucu walaupun satu giginya ompong di depan. Ini harus dirayakan bukan? Ini gigi pertama Hana yang tanggal. Anaknya sudah tumbuh besar ternyata. "Siapa yang mencabutnya?" "Paman Jin," "Kapan dicabut sayang?" "Kemarin" jawab Hana senang. "Aku juga ikut, Ayah Jin memberiku lollipop yang besar" seru Hayoung antusias. "Aku juga dapat" tambah Hana dengan cengiran khasnya yang manis. "Lalu Ayah Jin juga memberiku sikat gigi berbentuk beruang, terus pasta gigi stroberi, hm apalagi ya..." si anak tampak berfikir, Hoseok hanya tersenyum senang mendengar celotehan anak-anaknya, dia  melanjutkan laju mobil. "Gantungan kunci" tambah Hayoung. "Ah iya gantungan kunci ini" Hana memamerkan gantungan kunci bentuk kuda yang menggandul di tas sekolahnya. "Lucu sekali, boleh appa minta?" Hana menggeleng, "tidak boleh, appa minta saja pada Ayah Jin" Hoseok memanyunkan bibirnya, pura-pura kesal. Sadar umur Tuan Jun. Kini mereka masuk ke dalam kedai es krim saling bergandengan. Hoseok tersenyum saat sang penjaga kasir ikut tersenyum ke arahnya dan menatap kedua anaknya dengan gemas. "Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" "Eonnie mau yang mana?" tanya Hoseok pada si sulung yang kini jinjit untuk melihat daftar menu yang ada di meja yang tingginya sebahu Hayoung. "Hana mau pesan yang mana?" Hoseok menggendong Hana agar dapat melihat daftar menu. Si pegawai menatap Hana gemas, anak itu memang lucu. Cengiran manisnya yang mirip sekali dengan sang ayah ditambah gigi depannya yang bolong membuat dirinya semakin menggemaskan. "Aku yang ini" tunjuk Hayoung. "Aku yang ini!" tambah Hana dengan nada tinggi. "Aku duluan" "Aku!" "Aku!" "Eonnie mengalah saja pilih yang lain, ini punya Hana" "Gamau, ini punya eonnie. Hana saja pilih yang lain" "Tidak mau, Eonnie!" "Pokoknya aku! Hana nyebelin" Hayoung melipat kedua tangannya malas, wajahnya berpaling menghadap ke arah lain. Untung saja tidak ada pembeli lain yang mengantri di belakang mereka. "Sudah sudah, kenapa bertengkar?" Hoseok menggendong Hana dengan benar, tangan satunya untuk mengelus kepala Hayoung dengan sayang. "Kalian pilih yang sama, ok?" Hayoung dan Hana yang sama-sama berpaling kini mulai menoleh ke arah sang ayah. "Ayo minta maaf satu sama lain baru katakan dengan sopan pada Soyeon Eonnie—nama si pegawai yang terlihat masih muda— kalau kalian memesan yang itu." titah Hoseok dengan nada sedikit tegas. Hayoung yang mendengar ucapan sang ayah semakin memanyunkan bibirnya. "Kan Hana yang salah, appa" "Jun Hayoung" "Iya iya" jawabnya malas. "Jung Hana ayo kita baikan" "Appa, eonnie tidak menatapku" "Jun Hayoung" panggil Hoseok lagi. Hana memang sedikit sensitif, dia tidak suka diabaikan, apalagi jika seseorang yang diajaknya berbicara tidak menatapnya, tapi dia sendiri sering mengabaikan orang lain. Namanya juga anak kecil. Bocah yang sudah menginjak umur tujuh tahun bulan kemarin itu memutar bola matanya malas lalu menatap Hana dan mengulurkan tangan kepada sang adik. "Jung Hana ayo kita baikan" Senyuman Hana merekah, dia menggapai tangan Hayoung. Membuat Hoseok dan Soyeon tersenyum gemas. Namun kejadian itu hanya sebentar, setelahnya Hana melepaskan tangan Hayoung dan kembali mengabaikan kakak cantiknya, membuat Hayoung lagi-lagi berdecak kesal. Mereka tengah menikmati gelas kedua es krim oreo. Sebenarnya hanya Hayoung dan Hana, Hoseok hanya sesekali memperhatikan kedua tuan putrinya menghabiskan segelas es krim dengan semangat. Kini dirinya tengah sibuk berbicara melalui video call dengan sang istri. "Sayang lihatlah eomma" Hoseok menjauhkan layar ponsel agar dapat menangkap wajah kedua anaknya yang sedang belepotan es krim. "Halo eomma!" teriak mereka berdua dengan semangat. 'Woah senang sekali ya makan es krim dengan appa, eomma tidak diajak' wanita imut diujung sana memasang wajah sedih yang dibuat-buat. Jika seperti itu dia terlihat seperti Hayoung saat merajuk. "Eomma oreo" Hana memperlihatkan bundaran oreo ke arah layar ponsel ayahnya lalu memakannya dengan lahap. Bungsu memang pecinta oreo. 'Woah enak sekali, tidak ingin membaginya dengan eomma?' Hana menggeleng membuat Haru, ibunya, kembali memanyunkan bibir, tapi membuat Hoseok terkekeh gemas. Hayoung sendiri masih sibuk dengan es krim tanpa menghiraukan keluarganya yang ribut. "Sepertinya kita akan bersenang-senang hari ini" tambah Hoseok yang hanya menampilkan wajahnya sendiri di depan layar. 'Jangan pulang larut, aku juga kan merindukanmu, oppa' Hoseok tersenyum. "Tidak janji" terkekeh. Membuat Haru kembali memanyunkan bibirnya dengan imut, membuat Hoseok ingin mencubit sang istri. Dia seperti memiliki tiga bayi perempuan yang lucu-lucu. "Tenang, aku mengambil cuti hingga minggu depan" 'Benarkah?' Haru sumeringah. Hoseok mengangguk. "Iya, aku mengambil cuti." 'Syukurlah kalau begitu' Haru terlihat senang, 'ah sudah dulu ya oppa, ada pelanggan nanti kita sambung di rumah' "Perlu aku jemput?" 'Tidak perlu, aku bawa motor. Jangan pulang malam, sampai nanti, dah' Pip. Belum juga Hoseok memberi salam terakhir, layar ponselnya sudah berubah tampilan. Fyi, Haru memiliki kedai roti kecil-kecilan di dekat daerah perumahan mereka. Katanya dia bosan jika hanya di rumah saja, maklum, saat belum menikah dia orang yang tidak bisa diam di rumah, dia seorang traveller. Dia gemar plesiran kemana saja, sudah 20 lebih negara dijamahi. Dan karena hobi inilah dia dapat bertemu dengan seorang pilot tampan yang pernah mengantarnya dari Hongkong ke Korea Selatan. Awal perjumpaan mereka cukup klasik, Haru tak sengaja menabrak pilot muda itu yang berakhir dengan hubungan via telepon, semakin kesini hubungan mereka semakin erat dan Hoseok dengan berani meminta restu kepada orang tua Haru untuk dinikahkan. Setahun berikutnya saat Haru hamil, saat terakhir itulah Haru berhenti menjadi traveller. Tokyo menjadi saksi terakhir kaki Haru berpijak menjadi seorang traveller. saat Haru kembali dia sudah menjadi seorang ibu dari dua anak. Hoseok mengusak kedua kepala anaknya dengan sayang. Gemas, senang, haru melebur di dalam hatinya saat melihat anak-anaknya sudah tumbuh semakin dewasa. Empat hari jauh dari mereka terasa seperti dia melewati banyak momen mengenai tumbuh kembang kedua putrinya. "Oh iya, appa" seru Hayoung setelah menjilati sendok es krim hingga bersih. "Besok Yoonhee ulang tahun, aku bingung harus memberi kado apa untuknya" Lelaki itu mengusap ujung bibir bungsu yang bercecer es krim. "Hm, bagaimana kalau kita beli sekarang?" "Ayo!" teriak Hana menimpali. "Ih berisik" omel Hayoung. Hana merengut, lalu lanjut mengahabiskan es krimnya yang tinggal setengah. Kini mereka bergandengan menulusuri dalam mall, melihat kanan-kiri siapa tahu saja ada yang menarik mata. "Appa" "Hm?" "Kira-kira aku kadokan apa?" "Apa kesukaan Yoonhee?" Hayoung terlihat berfikir, membuat Hoseok lagi-lagi dibuat gemas. Tanpa disadari tangan kirinya melepas genggaman pada si bungsu untuk mengusak rambut sulungnya. "Dia suka Jibangi. Katanya, Jibangi mirip ayahnya" Hoseok tertawa mendengar penuturan sang anak. Bahkan Yoonhee sendiri menyadari ayahnya begitu imut, Yoongi Hyung. Ah, Hoseok merindukannya. "Baiklah kalau begitu ayo kita cari. Iyakan Hana? Loh Hana kemana?!" seketika raut Hoseok panik, diperhatikannya kesegala penjuru tapi dia tak kunjung menemukan sang anak. "Hana?!" teriaknya tak tahu malu, tidak peduli jika orang lain menatapnya aneh. "Hayoung dimana Hana?" "Tadikan di samping appa" "Oh ya Tuhan. Hanaaaaa... Dimana kamu sayang?!!!" teriaknya lagi. "Hanaaaa" Hayoung ikut berteriak. Hoseok menggenggam Hayoung dengan erat agar tak hilang lagi, mereka mencari keberadaan Hana. "Jun Hannaaaaa...." "Ada apa, Tuan?" seru salah satu pegawai keamanan mall. "Aku kehilangan anakku" katanya panik. "Jangan khawatir, tuan, kami akan membantu" sang penjaga melapor melalui radiophone yang dipegangnya. "Kami akan mencarinya, tuan. Tuan tunggu disini" katanya bergegas pergi. Hoseok tak peduli pada permintaan security untuk memintanya menunggu, hatinya tak akan tenang jika hanya menunggu, dia harus mencari anaknya. Dimana anak itu?, batinnya. Panik menyelimutinya, dia tidak tahu lagi harus mencari dimana? Ini sudah kesekian kali mereka berputar mengelilingi mall hampir 40 menit tapi tak kunjung menemukan Hana. Hayoung sudah mengeluh lelah. Akhirnya mereka istirahat di kursi yang tersedia dekat air mancur. "Ayo kita cari Hana lagi" hatinya sama sekali belum tenang jika belum menemukan bungsunya. "Appa aku lelah, biarkan aku istirahat du..." "Adikmu hilang dan kau masih bisa  beristirahat!" tanpa sengaja bentakan keluar begitu saja dari bibir Hoseok membuatnya merutuki diri sendiri. Hayoung sudah berancang-ancang akan menumpahkan air mata. Ini pertama kalinya sang ayah membentaknya, seumur hidup sama sekali dia tidak pernah mendengar ayahnya menggunakan nada tinggi saat berbicara. Ayahnya begitu lembut dan penyayang, apa ayah hanya memikirkan Hana tanpa memperdulikannya? "Hiks appa hanya hiks sayang pada Hana. Hayoung hiks benci appa" anak itu berlari menjauh dari sang ayah, tak peduli dengan keram yang  menjalar di kaki kirinya. Dan lagi Hoseok merasa gagal menjadi ayah, disaat bungsunya hilang kini sulungnya membencinya. Sungguh Hoseok merasa sangat sangat menyesal. Walaupun sakit dengan penuturan sang anak tapi dia merasa pantas mendapatkan itu, sekali lagi dia gagal menjadi ayah. Dengan sigap Hoseok mengejar dan menangkap tubuh kecil sulung dan membawanya ke dalam pelukan. "Maafkan ayah nak, maaf" bisiknya semakin mempererat pelukan pada sang anak walau Hayoung terus memberontak. Tangisan Hayoung semakin pecah,  lelaki itu terus mengelus punggung dan kepala sang anak, kecupan tak lupa diberikan berkali-kali pada pucuk kepala sang anak. Dia melonggarkan pelukan, mengusap wajah Hayoung yang padam, sudah dua kali dalam pertemuannya hari ini, dia membuat Hayoung menangis. "Maafkan appa ya nak, appa sayang Hayoung. Sangat menyayangi Hayoung dan Hana. Appa hanya takut Hana hilang, Kalian kesayangan appa. Maafkan appa" sekali lagi pelukan tak terelakan dari pasangan anak dan ayah itu. "Ma maafkan hiks Hayoung juga hiks appa" mengusap air mata yang tersisa. Hoseok mengusap kembali wajah anaknya dan mengecupnya. "Hayoung lelah ya? Appa gendong ya" Hoseok mengangkat tubuh sang anak dengan nyaman. "Kaki Hayoung keram appa" Lelaki tampan itu memijat pelan kaki anaknya yang membuat jeritan keluar dari mulut Hayoung. "Maaf sayang" Hayoung mengangguk. "Kita lanjut mencari Hana ya?" Hayoung kembali mengangguk, membuat Hoseok tersenyum. Mereka menyusuri lantai dua untuk ketiga kalinya, mata Hoseok dengan jeli memperhatikan sekitar, siapa tahu anaknya ada di salah satu toko. Di sini banyak sekali toko mainan, kali saja si bungsu tertarik dengan salah satu mainan dan masuk ke dalam toko. Sudah hampir seluruh toko di lantai dua Hoseok jamahi tapi hasilnya tetap nihil. Membuatnya frustasi setengah mati, dia merutuki dirinya sendiri, menyumpah serapahkan dirinya dalam hati, jika terjadi apa-apa pada si bungsu, dia bersumpah tidak akan memaafkan diri sendiri. "Appa, itu Hana!" histeris Hayoung membuat Hoseok mengikuti arah petunjuk Hayoung. Di depan sana terdapat kerumunan SPG-SPG wanita yang sedang mengelilingi anak kecil yang menatap ke arah manekin. Dan benar itu Hana yang terlihat mengguncang tangan manekin membuat keempat SPG yang mengelilinginya berseru histeris dan melepas tangan Hana dari manekin tersebut. "Ya Tuhan Hana" ayah muda itu berlari masih dengan menggendong si sulung. "Hana!" Anak berkuncir dua itu menoleh, berhambur ke pelukan sang ayah. Mau tidak mau Hoseok menurunkan Hayoung dari gendongan dan memeluk Hana dengan erat. "Ya ampun Hana, kau membuat appa takut. Kemana saja sayang?" Hana melepaskan pelukan, menatap wajah tampan ayahnya yang terlihat lega. "Appa kemana? Aku tadi bertemu bibi disitu tapi dia diam saja, aku kasian pada bibi itu appa, dia sendirian" Hoseok mengikuti telunjuk Hana yang menunjuk keempat SPG tadi berdiri. Hoseok tersenyum melihat keempat SPG tersebut tersenyum cantik pada Hoseok. "Ayo sini appa, eonnie. Aku kenalkan pada bibi itu" Hana menarik tangan Hoseok dan Hayoung ke tempat para SPG itu berdiri. Hoseok kira anaknya akan memperkenalkannya pada keempat SPG ehem cantik itu, tapi ternyata... "Halo bi, ini Hoseok appa dan ini Hayoung eonnie. Sekarang ayo beri tahu nama bibi siapa? Aku bosan lihat bibi diam terus" Hana memanyunkan bibir pada manekin. Hoseok tercengang melihat anaknya yang kini mulai brutal menggoyangkan tangan manekin. Teriakan keempat SPG dan Hoseok pun tak terelakkan, Hoseok melepaskan tangan Hana lalu menarik tubuh kecil itu menjauh dari manekin. Dia mensejajarkan tingginya dengan si buah hati, "Hana sayang, bibi itu tidak bisa bicara, dia patung" "Patung?" Hana mengernyit. "Tapi bibi pakai baju appa, patungkan tidak" Hoseok gemas, tak hanya dirinya tapi keempat SPG yang masih setia menonton adegan anak dan ayah itu juga. "Kalau tidak pakai baju nanti malu" Hoseok menggelitiki perut sang anak membuat si anak berontak dan tertawa. Hoseok berdiri menarik kedua anaknya untuk mengapit dirinya. "Terima kasih telah menemukan anakku" "Tidak masalah tuan, yang penting Hana sudah menemukan ayah dan kakaknya. Dia sungguh manis" Hoseok sumeringah mendengar penuturan salah satu SPG. "Dia menggemaskan" tambah yang lain. Hoseok lagi-lagi tersenyum lebar. "Baiklah, kalau begitu kami permisi. Terima kasih banyak" membungkuk sopan. Yang dibalas senyuman sopan pula dari keempat SPG tersebut. "Hana Hayoung ayo beri salam sayang" "Terima kasih" ucap Hayoung. "Dadah bibi-bibi" lambai Hana membuat keempat SPG itu semakin gemas dan mencubit pelan pipi Hana saat jalan melewati mereka. Kini mereka tengah makan pizza bersama setelah seharian berputar-putar di dalam mall. Tentengan mereka pun lumayan banyak. "Appa, apa besok appa akan pergi lagi?" Hoseok meletakkan ponselnya setelah mendengar pertanyaan si sulung. Dia baru saja mengupload foto kedua anaknya di **. Tersenyum, dia menggeleng, "tidak sayang, appa mengambil libur selama seminggu, jadi kita bisa bermain sepuasnya" "Yeaayyyyy" teriak Hana mengangkat tinggi-tinggi potongan pizza yang diberikan sang ayah. Mata Hayoung berbinar, "benarkah?" Hoseok mengangguk. "Kalau begitu aku mau ke Lotte World" Hayoung sumeringah, Hoseok gelagapan. Jujur Hoseok tidak suka pergi ke taman bermain, mainan-mainan disana membuatnya takut, bisa dikatakan Hoseok adalah orang yang payah, banyak hal yang dia takutkan. Hantu, gelap, ketinggian, ya kira-kira seperti itu. Kalian pasti heran kenapa dia bisa menjadi pilot jika dia takut ketinggian? Bermodal tekad dan dorongan kedua orang tuanya, dia mencoba memberanikan diri menjadi seorang pengemudi burung besi itu, menghalau segala ketakutan yang ada dalam dirinya. Ini cita-citanya sejak kecil yang sangat bertentangan dengan ketakutannya mengenai ketinggian. Ketakutan tak membuatnya beranjak mengganti cita-cita semasa kecilnya, justru menjadi dorongan yang kuat agar dia menjadi orang yang berani. Saat asik menatap kedua anaknya yang sibuk bercanda, lucunya. Tiba-tiba ponselnya berdering, menampilkan nama kontak istrinya di layar. Tanpa babibu segera dijawab. "Yob..." 'Tuan Jun kau tidak lupa waktukan?' Hoseok melirik jam yang melingkar di pergelangan kiri. Ya Tuhan, sudah jam 10 malam ternyata. Tidak terasa mereka lama juga disini. "Ehehe, maaf sayang. Kami terlalu senang" 'Begitu ya, kau menikmati waktu tanpaku' "Ehehe" 'Cepat pulang!' "Oke sayang oke kita segera pulang" 'Baiklah, hati-hati' Hoseok beranjak dari kursi, "ayo kita pulang" "Tapi pizzanya belum habis appa" "Kita lanjut makan di rumah ya sayang, ini sudah malam" "Oke" Hayoung membantu ayahnya membawa beberapa tentengan. --- Hari sudah beranjak kembali sore, langit biru menuju sore sudah semakin terlihat. "Appa eomma ayoooo, nanti kita telat" "Sebentar sayang" seru sang ibu lembut. Mereka bersiap-siap untuk menghadiri acara ulang tahun Yoonhee, anak Yoongi. Hayoung nampak cantik dengan balutan dress selutut dengan rambut panjangnya yang setengah dikepang, Hana terlihat manis dengan dress biru yang sangat pas ditubuhnya, rambutnya dikuncir kuda. Haru tak kalah cantik dengan balutan semi formal, dan diikuti Hoseok yang sangat tampan dengan balutan kemeja putih garis-garis merah dan celana bahan hitam. Mereka sampai di tempat ulang tahun. Hayoung menenteng tas kado, sebelah tangannya menggandeng sang ayah, sedangkan Hana di dalam gendongan Haru. "Lihat siapa yang datang? Woah, Hoseok kau disini" seru Seonhee, istri Yoongi, dengan senang. Ya, mereka adalah teman. "Apa kabar noona?" Hoseok memeluk Seonhee sebagai tanda kekerabatan, Haru tak keberatan, toh Haru juga tahu bahwa mereka adalah sahabat dekat. "Tentu baik, bagaimana denganmu? Kapan pulang? Tidak memberitahuku anak nakal" Seonhee menjitak kepala Hoseok. Membuat sang empu meringis, setelahnya terkekeh. Mereka memang seperti adik-kakak. "Tentu aku baik, bukankah ini kejutan?" Hoseok memperlihatkan senyum miringnya yang malah terlihat lucu di depan Seonhee. "Dasar aneh. Oh ya ampun Haru maaf membuatmu terabaikan, apa kabar sayang?" Seonhee menempelkan sebelah pipi pada pipi haru. "Halo Hana manis, hai Hayoung cantik. Yoonhee ada di dalam masuk saja sayang" "Oke" Hayoung lari menuju temannya. Haru tersenyum, "aku baik, bagaimana dengan eonnie?" "Tentu baik. Ayo masuk yang lain sudah datang" "Yoongi hyung ada?" "Hmm, belum datang mungkin sebentar lagi" Hoseok mengangguk, menggandeng istrinya untuk mendekati teman-temannya. "Yo yo yo, brother. Siapa yang datang?" seru Namjoon yang membuat keempat lelaki lainnya menoleh. "Ya Tuhan hyung, kau disini" lelaki berhidung bangir itu segera menagrupkan tubuh ke arah Hoseok. "Pilot kita sudah sampai" seru Jimin. "Kau memarkirkan pesawatmu dimana hyung?" tanya yang paling muda membuat gelak tawa. "Itu disamping mobilku" jawab yang paling tua sembari menunjuk kearah parkiran dengan agak sulit karena dia tengah menggandeng kedua jagoannya, lagi-lagi terdengar gelakan. "Wah benar-benar aku merindukan kalian" Hoseok akhirnya beujar sembari memberi pelukan hangat pada temannya yang lain. "Aku kesana dulu ya" pamit Haru setelah bersalaman dengan teman-teman suaminya. "Baiklah" jawab keenam lelaki tersebut. "Manisnya" seru Hoseok mencubit kedua pipi anak kembar dalam gandengan Jin. Hoseok sangat ingin memiliki anak laki-laki. Jin tersenyum, "beri salam sayang" Jin mengelus kedua anaknya. Anak kembar itu malah mengumpat ketakutan. Membuat Hoseok tertawa. "Dimana Yoongi hyung?" dia kembali berdiri. "Ntahlah, dia belum datang" jawab Jungkook sembari menyeruput jus yang sebenarnya belum dihidangkan kepada tamu oleh tuan rumah. Taehyung melirik jam tangan swissnya. "Sudah mau mulai" "Anak itu benar-benar" tambah Jin menggeleng. "Mungkin masih sibuk" lanjut Jimin. "Mungkin juga kejebak macet, diperempatan sana tadi macet" Namjoon memberikan opini yang mungkin saja fakta. "Baiklah aku kesana dulu" kata Jin setelah melihat Seonhee yang berdiri di depan pintu dengan gerik gelisah, tak lupa dengan diikuti kedua jagoan ciliknya. Acara selesai dengan diakhiri adegan romantis ayah dan anak. Ternyata Yoongi datang ke acara ulang tahun anaknya dengan menyamar menjadi badut. Cukup kaget juga, seorang Yoongi yang dikenal dengan sikap cuek dan tidak mau repot bisa melakukan hal seperti itu untuk anaknya. Ternyata memang benar, memiliki anak merubah sifat seseorang. Hoseok keluar dari kamar dengan pakaian santainya, dia habis mandi. Senyumnya terpatri jelas tatkala melihat kedua anaknya dan sang istri sedang berkumpul bersama di ruang tengah. Haru mengajarkan Hana berhitung sedangkan Hayoung menatap layar tv dengan serius sesekali tertawa karena adegan donald bebek yang kocak. Hoseok sendiri tidak terlalu mengerti, karena menggunakan bahasa inggris, sebenarnya dia mengerti bahasa inggris, dia pilot, hanya saja film ini belum pernah dia tonton. "Nonton apa hm, sampai serius begitu?" Hayoung menoleh ketika sang ayah menjatuhkan b****g di sampingnya. Hayoung terkekeh lalu kembali menatap layar tv. Merasa diabaikan kini dia beralih pada sang anak yang sedang menghitung jari-jari ibunya. "Enam belas, tujuh belas, delapan belas..." Hana terdiam "jadi delapan belas?" "Pintar" Haru mengusak rambut anaknya, membuat Hoseok ikut tersenyum. "Pinter ya anak appa" Hoseok mengecup pucuk kepala Hana dengan sayang. "Appa appa" panggil Hayoung. Hoseok kembali menegakkan duduknya, sebelumnya dia membungkuk memperhatikan anaknya dan sang istri yang duduk di karpet bulu. "Kenapa sayang?" "Appa tidak akan pergi kerja kan?" tanya Hayoung masih tetap menatap layat televisi. Lelaki berwajah manis tampan itu menggeleng lalu menyandarkan kepala sang anak ke dadanya. "Kan sudah appa bilang, appa libur sayang" tak berhenti dia membaui wangi stroberi dari kepala anaknya. Hayoung melingkarkan tangan pada pinggang sang ayah. "Hayoung hanya takut appa akan meninggalkan Hayoung lagi. Hayoung rindu appa" Terenyuh, dia sangat tersentuh dengan ucapan sang anak. Bahkan istrinya sampai memperhatikan mereka dengan mata berkaca-kaca. Hoseok mengeratkan pelukannya, "appa juga rindu dengan Hayoung" Cukup lama Hoseok dan Hayoung terdiam hanya ada suara tv yang bersahutan dengan celotehan Hana yang berhitung. "Appa" "Hm" "Saera cerita kalau ayahnya akan membawanya ke Jepang" Hoseok menoleh, "Hayoung mau ke Jepang juga?" "Errr..." "Ayo kita ke Jepang" "Kapan?" "Liburan nanti" "Benarkah?" Hayoung berbinar. "Tentu" senyum Hoseok kembali terpatri. "Yeeeee kita ke Jepang" Hayoung bangkit, loncat-loncat di depan sang ayah membuat Hana ikut meloncat walaupun tidak tahu apa yang kakaknya ributkan. Membuat kedua orang tua tersebut ikut senang. Tapi senyum Hoseok menghilang setelah mendapat panggilan telepon. "Halo" 'Kapten Jung' "Iya, Tuan Chae" 'Maaf mengganggu liburan Anda, Kapten' "Tidak masalah, ada apa, Tn. Chae?" 'Hm, begini kapten, sesuatu terjadi pada istri Tn. Pyo. Dia tidak bisa terbang karena istrinya masuk rumah sakit. Penerbangan Boeing 747 SK - JPN waktu 05.34 tidak ada yang mengambil alih, maaf sebelumnya apa kapten bisa menggantikannya?' Haru mengernyit melihat perubahan raut suaminya menjadi datar. 'Halo kapten?' "Ah ya?" 'Bagaimana kapten?' "Hm, baiklah" 'Terima kasih kapten, maaf atas gangguan hari libur Anda. Sampai berjumpa lagi, semoga selamat sampai tujuan, safe flight, Capt.' "Thank you" Pip Hoseok meletakkan ponselnya kembali. "Ada apa, oppa?" tanya Haru. Hoseok tersenyum, merubah mimiknya. "Tidak apa-apa" "Apa appa akan pergi?" Hoseok menelan ludah, bagaimana cara menjelaskannya pada sang anak? Tangannya terulur mengelus rambut Hayoung, tangan satunya lagi menarik Hana untuk duduk di pangkuannya. "Lebih baik Hayoung tidur, sudah jam sembilan besok harus sekolah kan?" lelaki itu mengecup pucuk kepala anaknya. Dengan cepat Hayoung berdiri, "apa appa akan pergi lagi?" Hoseok menunduk, "maaf sayang" gumamnya. "Appa bilang appa akan menghabiskan waktu bersama kami, appa bilang appa libur selama seminggu. Kenapa appa bohong? Hiks, Hayoung benci appa" gadis itu berlari masuk kamar dengan membanting pintu. Hoseok ingin mengejar si sulung namun ditahan oleh sang istri. "Biar aku yang bicara" Haru mengelus pundak sang suami yang masih memangku anak bungsunya. Hana menatap punggung ibunya yang menjauh. "Kenapa appa?" tanyanya polos tidak mengerti apa yang terjadi. Senyuman paksa dia berika pada sang anak lalu mengecup keningnya, "tidak ada apa-apa sayang" Terdengar isakan menggema setelah Haru masuk ke dalam kamar bertema princess dan donald duck milik kedua putrinya. Haru mendapati sulungnya duduk dipojokan dengan memeluk kedua kaki. Gumaman tak suka menyapa gendang telinganya. "Hayoung benci appa hiks, appa bohong hiks, appa tidak menepati hiks janji, Hayoung benci hiks appa. Huwaaaaaa" tangisannya pecah setelah mengucapkan kalimat tersebut. Tak tega, Haru membawa Hayoung ke dalam dekapan hangatnya, mengusap kepala sang anak menenangkan. Dia paham betapa besar cinta sang anak pada ayahnya, kerinduan yang dia pendam kepada ayahnya, dan ucapan benci yang bermakna 'aku sangat mencinta ayah' yang terus terlontar. "Maafkan appa sayang." Haru membawa Hayoung kepangkuannya. "Ini mendadak, appa dalam keadaan terdesak," pelan-pelan Haru memberi pengertian. "Appa jahat hiks appa bohong" "Appa tidak bohong, appa kan kerja. Appa bekerja juga untuk Hayoung dan Hana, jika appa tidak bekerja nanti Hayoung tidak bisa pakai baju princess lagi, nanti Hayoung tidak bisa makan pizza lagi..." tangannya terus mengelus rambut sang anak, "nanti siapa yang mengantar penumpang pesawat kalau tidak ada appa? Nanti kalau appa tidak mengantar penumpang, Hayoung tidak bisa ke Jepang" Haru mengangkat wajah sang anak, mengusap selembut mungkin wajah Hayoung yang memerah, mengecupinya berkali-kali. "Anak eomma tidak boleh seperti ini, harusnya Hayoung menyemangati appa supaya appa bekerja lebih giat." senyuman tak lupa dia berikan membuat sulung sedikit melemah. "Ayo minta maaf pada appa lalu kita semangati appa" Hayoung tetap bersandar pada sang ibu. Ceklek Pintu kamar terbuka menampakkan sang ayah yang menggandeng Hana. Membuat Hayoung yang tengah menyandarkan kepala di bahu Haru buru-buru menelusupkan wajah disela leher ibunya. Dia masih tidak mau bertemu ayahnya. "Hayoung sayang. Maafkan appa. Appa bukannya tidak mau bersama kalian lebih lama, tapi appa memang harus pergi" mengelus rambut Hayoung yang berantakan. "Maafkan appa yang sering meninggalkan Hayoung, Hana, dan eomma. Sungguh appa benar-benar merindukan kalian dan ingin berlama-lama dengan kalian," ucapannya menggantung. "Tapi kali ini appa harus pergi, appa janji appa akan tinggal lebih lama nanti, lalu kita ke Jepang seperti yang Hayoung inginkan" Hoseok berusaha tersenyum sembari mengelus kedua anaknya. "Maafkan appa ya sayang" Hoseok mengecup kedua punggung tangan anaknya secara bergantian. Membuat Hayoung lagi-lagi menangis, namun kali ini dia beranjak dan memeluk ayahnya, "huwaaaaa appa jahat hiks" tangannya terus memukul d**a bidang ayahnya, Hoseok tak mengelak justru dia semakin mengeratkan pelukan pada si sulung lalu menarik si bungsu dan istrinya masuk ke dalam dekapannya juga. Hah, sekiranya seperti itulah pembuktian cinta seorang ayah pada keluarganya, walaupun dia bekerja keras banting tulang semua itu demi anak-anak dan istrinya. Selelah apapun pekerjaannya akan terasa indah saat melihat keluarga. Keluarga tetap nomor satu, dan pekerjaannya adalah salah satu bukti cinta seorang ayah untuk keluarganya. "Ayah nanti belikan aku boneka donald duck yang besar" "Iya" "Hana juga mau" "Siap princess" Hoseok tersenyum, "kalau begitu sekarang kalian tidur ya" "Oke" jawab Hayoung dan Hana bersamaan. Tak lupa Haru dan Hoseok memberi kecupan selamat tidur untuk kedua putrinya. "Semangat appa" bisik Hayoung pelan saat sang ayah sedang menyalakan lampu tidur di samping ranjangnya. Hoseok tersenyum bahagia. "Terima kasih princess" bisiknya lagi di telinga Hayoung, setelah memberi satu kecupan hadiah untuk Hayoung, Hoseok mengikuti sang istri yang berjalan keluar kamar, tak lupa mematikan lampu sebelum menutup pintu. "Tidur yang nyenyak anak-anakku" bisik Hoseok.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD