Prolog
Kim Bitna berharap agar sang ayah menghilang dari kehidupannya. Sejak bisnis ayahnya bangkrut, Bitna harus berjuang untuk bertahan hidup dan melunasi semua hutang ayahnya. Hutang yang menumpuk itu membuatnya lelah dan ingin sang ayah menghilang selamanya. Dan ketika Tuhan mengabulkan doanya, Bitna tidak tahu apakah dia harus bahagia atau berduka. Sumber penderitaannya memang telah tiada, tapi hutang ayahnya tak ikut menghilang. Hutang itu tetap ada menanti Bitna untuk melunasinya.
Bitna yang mengenakan hanbok hitam sore itu hanya menatap kosong ke arah lantai kayu di bawahnya. Ia berdiri di dekat peti mati ayahnya yang disemayamkan di sebuah rumah duka. Ayahnya meninggal karena serangan jantung kemarin malam. Sesekali Bitna sedikit membungkukkan badan memberi hormat para pelayat yang datang. Tak banyak pelayat yang datang dalam upacara pemakaman ayahnya. Sejak keluarga mereka jatuh miskin sanak keluarga dan kerabat menjauhi mereka, bahkan ibunya juga ikut menghilang meninggalkan Bitna bersama ayahnya.
Bitna menatap kosong ke arah foto ayahnya. Pria itu sudah terbujur kaku di dalam peti.
Apa Ayah bahagia sekarang? Batin Bitna.
Selama ini Bitna memang berharap ayahnya menghilang dari kehidupannya agar tak ada lagi masalah yang ditimbulkan pria itu. Namun, setelah ayahnya pergi kenapa seperti ada lubang yang begitu dalam di hatinya. Ada kehampaan yang tiba-tiba singgah. Apa ini rasanya kehilangan?
Dua pria dengan setelan jas berwarna hitam tampak mengamati Bitna dari depan pintu masuk. Salah seorang dari mereka membisikkan sesuatu pada yang lain.
“Dia putri semata wayang mendiang.”
Setelah itu salah satu dari mereka berjalan masuk ke dalam ruangan tempat ayah Bitna di semayamkan. Pria itu berdiri di depan peti tempat Kim Chul Shik, mendiang ayah Bitna disemayamkan. Ia menatap foto mendiang cukup lama lalu bergantian melirik Bitna sekilas. Pria itu kemudian meletakkan kedua tangan dan lututnya ke lantai lalu membungkukkan badan dua kali untuk memberi hormat pada mendiang. Setelah melakukan penghormatan untuk mendiang, pria itu meletakkan setangkai bunga krisan putih di depan foto mendiang Kim Chul Sik.
Pria tadi lantas membungkuk pada Bitna. Gadis itu balas membungkuk dengan tatapan kosong, sama seperti yang ia lakukan untuk menyapa para pelayat lain.
Setelah memberi salam pada Bitna pria tadi meninggalkan ruangan itu.
“Cari tahu semua tentang gadis itu,” ucapnya pada pria yang datang bersamanya tadi.
“Baik.”