2. THE SPECIAL ABILITY

979 Words
"Ashhh..."  Erick mengerjapkan matanya yang terasa pedih, ia membuka matanya dengan sempurna sesekali memeukul-mukul kepalanya yang terasa pening. Ia mendudukkan dirinya, ingatannya berputar pada kejadian terakhir yang ia ingat.  Setelah pulang dari kampus ia berjalan seperti biasanya, hanya saja ia sempat melihat cahaya pendar yang keluar dari pepohonan lalu menariknya ke dunia antah berantah. Seketika mata berwarna kuning emas itu membelalak kaget, sekarang ia ingat semuanya.  Refleks Erick menatap ke sekitar, ia tak mengerti kenapa dirinya jatuh pingsan di tanah lapang luas yang biasanya dipakai anak-anak untuk bermain bola. Padahal seingatnya tadi ia berada di jalanan yang dipenuhi pepohonan rindang seperti biasa yang ia lewati tiap hari.  "Aneh, kenapa aku berada di sini?" gumamnya lirih.  Erick bangkit berdiri dengan tertatih-tatih, kepalanya berdenyut nyeri, punggungnya juga terasa kebas seperti telah terhantam oleh benda yang keras. Ia berjalan dengan terseok-seok untuk keluar dari lapangan tersebut, sepanjang jalan menuju ke rumahnya, ia heran dengan matanya sendiri.  Erick bisa melihat bayangan transparan tepat di atas kepala orang-orang yang ia temui, ada bayangan waktu kematian serta bagaimana cara mereka meninggal. Erick mematung ditempat, ia mengerjapkan matanya sekali lagi, saat itu pula seorang wanita paruh baya itu menatap pada Erick dengan pandangan heran, hal itu membuat penglihatan Erick semakin menajam.  Wanita paruh baya itu akan mati dengan tragis, yakni tertabrak kereta yang ada di stasiun seberang jalan. Erick memundurkan langkahnya hingga menubruk hydrant yang ada di belakang, sontak saja semua mata pejalan kaki melihat padanya dengan tatapan mencela.  "Dasar anak muda mabuk!" ujar seorang bapak-bapak bertopi hitam.  Erick sadar dari keterkejutannya, buru-buru ia mencari sosok wanita paruh baya tadi karena ingin memberitahunya agar lebih berhati-hati. Pria itu menunda kepulangannya di rumah, Erick segera berbalik badan lalu menyusul kepergian wanita tadi.  Menurut penglihatannya, kejadian kematian itu terjadi di stasiun kereta. "Ya, pasti wanita itu menuju ke stasiun." Erick berlari menyebrangi jalan, ia mengejar seorang wanita yang berjalan jauh didepannya sana. Tangan Erick gemetar ketakutan, apakah penglihatannya ini nyata? Apakah kejadian di dalam portal tadi bukan hanya mimpi semata? Ia benar-benar bisa melihat kematian orang lain. Bulu kuduk Erick meremang, ia menelan ludahnya susah payah.  Kini Erick sudah ada di dalam stasiun, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri guna mencari sosok wnaita berbaju hijau tua tadi. Mata Erick berbinar kala mendapati seorang wanita yang berbaju senada, ia segera menghampiri wanita itu dengan menepuk bahunya.  "Maaf, saya..." Perkataan Erick terputus saat wanita itu menoleh menatap dirinya.  "Ya? Apakah kita saling mengenal?" Wanita itu berujar sambil berwaspada, takut jika Erick adalah orang jahat.  Erick termenung beberapa saat, ia salah orang! "Maaf, saya salah orang." Erick menundukkan kepalanya meminta maaf.  Ya, bukan wnaita itu yang Erick liha kematiannya, lalu di mana wanita berbaju hijau yang sebenarnya? Ia mendesah pelan, lalu meraup wajahnya dengan frustasi.  Saat Erick hendak berbalik, lagi-lagi matanya mendapati seorang wanita yang sama. Ya, kini Erick tidak salah lagi. Ia harus memberitahu wnaita itu agar berhati-hati dan menjauh dari perlintasan kereta terlebih dulu.  Teennggg.... "Kereta menuju kota Luxuonne akan tiba sebentar lagi." Pengumuman dari toa terdengar.  Hal ini sontak saja membuat Erick semakin takut saja, sementara wanita itu berada tepat di pinggir jalur perlintasan. Otak Erick mencerna dengan cepat, tidak mungkin kan jika wanita itu tertabrak kereta yang akan menjadi tumpangannya ke kota tujuan? Erick membongkar padatnya orang-orang yang belalu lalang, ketika kepalanya mendongak ia masih bisa melihat wanita paruh baya berambut pirang itu. Namun, ramainya orang di sini membuatnya kesulitan untuk berjalan mendekat si empunya.  "Permisi, tolong kasih jalan." Erick sampai menyelinap di antara puluhan orang. Erick menyenggol banyak bahu orang, beberapa kali ia sempat dipelototi oleh orang-orang itu tapi ia hanya mengabaikannya saja.  "Hei, sabar sedikit." Kesal seorang ibu-ibu yang membawa anak balitanya. Erick tak menanggapi kekesalan itu, kini yang paling terpenting adalah menyelamatkan nyawa seseorang.  Akhirnya Erick sampai juga, ia sudah terbebas dari kungkungan ramainya para penumpang kereta. Namun, belum sempat Erick memberi tahu, suara kereta dari lorong terdengar.  "Nyonya berbaju hijau, berhenti di situ." Erick berusaha berteriak, tapi suaranya teredam oleh suara bising Teeeennnnggg.....  Erick bergegas berlari menuju wanita itu. Namun, nahas sekali ia terlambat beberapa detik.  Wanita berbaju hijau itu terlalu antusias menyambut kereta yang ingin ia tumpangi, belum sempat kereta tersebut mengerem gerbongnya, ia lebih dulu terpeleset jatuh ke jalur perlintasan hingga tubuhnya berguling tepat di depan transportasi tersebut.  BRAKKK! Suara hantaman dari kereta yang menabrak seonggok tubuh pun terdengar nyaring, Erick yang berdiri di sana pun terdiam bagai patung. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat proses kematian yang sama seperti yang dibayangannya tadi.  Tubuh wanita itu terpotong menjadi beberapa bagian, kepalanya yang putus terlempar ke area dalam stasiun, atau tepatnya berada di bawah kaki Erick yang sedang gemetar. Sedangkan kaki-kaki wanita itu tersangkut di roda kereta yang masih melaju. Wajah Erick memucat, sekujur tubuhnya merinding bak tersiram air dingin. Terlebih lagi ketika mendapati pemandangan menyesakkan itu, ia melihat ke bawah ada kepala yang telah terputus dari badan si wanita. Mata wanita melotot penuh pada Erick seakan-akan meminta pertanggung jawaban karena terlambat memberi peringatan.  "Astaga! Ada yang tertabrak kereta." "Ohh, lihat tubuhnya terpotong menjadi beberapa bagian." "Oh God! Kepalanya putus."  Suara-suara dari orang di sana terdengar, hal ini semakin membuat psikis Erick terguncang. Pria itu memundurkan langkahnya, tatapannya kosong.  Banyak orang mengerubungi tempat kejadian perkara, mereka merasa ngeri melihat jasad yang terpotong itu. Hingga akhirnya petugas stasiun pun tiba untuk menertibkan para penonton itu.  "Permisi, tolong menyingkir dari sini." ujar si petugas, ia mengusir semua orang yang mengerubungi korban. Termasuk Erick, pria itu memundurkan langkahnya lalu berbalik badan. Ini adalah momentum yang sangat ia sesali, seharusnya dirinya bisa lebih cepat datang, sehingga kecelakaan itu tak terjadi. Erick terguncang, ia merasa bersalah.  "Andai saja aku lebih awal memberitahu dirinya, mungkin ia takkan mati secara mengenaskan." Erick menyalahkan dirinya.  Kemampuan Erick dalam melihat kematian semakin menajam seiring dengan berjalannya waktu, mungkin kali pertama ini ia gagal menyelamatkan nyawa seseorang. Namun, Erick bertekad untuk bisa menyelamatkan orang-orang di lain waktu.  - The Special Ability - 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD