Jadilah Abi Albanna

1225 Words
"Mbak Anin tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu saat melihat Anin seperti kehilangan keseimbangan tubuhnya. "Ah, tidak apa-apa cuma agak tidak enak badan saja," jawab Anin berbohong. "Ada apa ya mas, untuk apa mas ...." "Ghibran," tukas laki-laki itu. "Iya, untuk apa mas Ghiban ingin bertemu dengan saya?" tanya Anin setenang mungkin. "Saya memang ditugaskan oleh bapak Adiguna untuk mencari mbak Anin. Beliau bilang ingin bertemu dengan cucunya." "Cucu? kenapa ingin bertemu cucunya malah mencari saya, ha-ha!" Anin tertawa sambil menutup mulutnya untuk menutupi kegugupan dalam hatinya. "Mbak Anin kan menikah dengan Mas Evan, jadi jika mbak Anin hamil artinya itu cucu bapak Adiguna." "Saya memang menikah dengan Mas Evan, tapi apa mas tidak tahu malam harinya saya diceraikan. Dan apa saya ini terlihat seperti wanita yang habis melahirkan?" tanya Anin percaya diri. Memang meskipun habis melahirkan badannya tidak berubah masih terlihat langsing seperti dulu. "Kami tahu jika mbak Anin hamil, sudah dikonfirmasi dengan dokter yang pernah memeriksa mbak. Saya tahu mbak berusaha menyangkal tapi mbak juga pasti tahu jika orang kaya bisa dengan mudah mendapatkan informasi." ucapan Ghibran sukses membuat Anin kehilangan rasa percaya dirinya. Ketakutan akan kehilangan Albana langsung menguasainya hatinya. "Apa Mas Evan tahu kalian mencariku?" lirih Anin. "Tidak, bapak Adiguna yang menyuruh saya mencari mbak tanpa Pak Evan tahu." "Mas, tolong jangan katakan pada mereka jika saya ada disini. Jika Bapak Adiguna terlanjur tahu, katakan saja jika saya sudah mati bunuh diri. Saya tidak mau bertemu mereka mas, saya tidak memiliki anak bersama Mas Evan. Tolong jangan ganggu saya lagi, saya mohon." Anin berkata dengan bibir bergetar menahan air mata. "Tapi saya tidak bisa membohongi atasan saya mbak, saya harus melaporkan apa saja yang saya tahu." "Jika sampai mereka tahu saya ada di sini, saya akan benar-benar mengakhiri hidup saya mas. Dan kamu yang akan bertanggungjawab atas itu!" ancam Anin, kemudian berlalu meninggalkanku Ghiban sendirian. Perempuan itu terus berjalan menuju kamar mandi sambil menahan bulir bening agar tidak jatuh dari matanya. Ketakutan akan dipisahkan dari putranya menghantuinya. "Apa kalian tidak puas sudah membuatku menderita selama ini," Anin berkata dalam hati dan meluapkan air matanya di dalam kamar mandi sambil menyalakan kran. Jadwal mengajarnya sudah habis, jadi dia bisa puas berada di dalam kamar mandi itu. Setelah hilang rasa sesak di dadanya, Anin mengirim pesan pada pengasuh yang ada di day care. Dia meminta untuk menjaga Albanna hingga sore, seharusnya selepas Zuhur biasa dia jemput tapi karena mengindari asisten mantan mertuanya lebih baik Anin membiarkan Albanna hingga sore. Anin berharap sore hari Ghiban sudah pulang dan tidak melihatnya bersama Albanna. Setelah mengirim pesan, Anin segera keluar kamar mandi dan menuju ruangan guru. Dia hendak mengambil tasnya dan pulang ke rumah. "Ada apa? kenapa hidungmu merah begitu?" tanya Fajar yang tiba-tiba saja menyapanya saat Anin berjalan sendiri menuju rumah. "Ah masa? lagi flu kayaknya," jawab Anin sambil mengusap-usap hidungnya. Kulitnya yang putih, pasti akan membuat hidungnya makin nampak merah. "Yang benar?" tanya Fajar tak percaya. Dia mensejajarkan langkahnya mengikuti Anin. "Ini buktinya, sroott!" Anin mengeluarkan ingus dengan tisue di depan Fajar. "Ih jorok!" "Siapa suruh gak percaya." "Tapi itu matanya juga sembab," ucap Fajar masih curiga. Anin menghentikan langkahnya dan memandang ke arah Fajar. "Ini sudah sampai rumah pak, silahkan bapak pergi ke rumahnya sendiri," Anin berkata sambil bercanda. Memang tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Anin. "Loh, kok Al gak dijemput?" tanya Fajar sambil melangkah ke teras kemudian duduk di kursi yang tersedia di sana. "Al?" "Albanna," terang Fajar. "Ih, kenapa jadi Al sih." "Kan biar keren!" ujar Fajar. "Kenapa kamu memberinya nama Albanna?" "Kamu tahu artinya kan?" Anin balik bertanya. "Pembangun," jawab Fajar. " Kamu ingin Albanna jadi arsitek?" tanya Fajar. "Enggak!" jawab Anin cepat. "Aku suka aja nama itu," jawabnya asal. "Aku suka nama itu untuk mengingat ayahnya. Ayahnya yang seorang arsitek, membangun gedung dan rumah yang indah di kota sana tapi malah menghancurkan hati istrinya. Tapi aku ikhlas dengan semua itu, setidaknya dia memberikan Albanna untukku, yang akan menemaniku sepanjang hidupku," Anin melanjutkan ucapannya dalam hati. "Kok malah bengong sih!" seru Fajar, yang membuat Anin segera tersadar dari lamunannya. "Kenapa Albanna tidak di jemput? tumben?" tanya Fajar lagi. "Tadi ada orang yang datang mencariku, aku takut Albanna dibawa olehnya jadi aku bilang jika aku tidak memiliki anak dan untuk sementara biar dia di day care sampai sore. Aku takut orang itu masih ada di sekitar sini." Mau tak mau akhirnya Anin bercerita pada Fajar. "Itu sebabnya kamu menangis? emang siapa yang mencarimu?" "Orang suruhan mantan mertuaku," jawab Anin lirih. "Untuk apa? bukanya suamimu sudah menceraikanmu dan mereka membencimu karena menganggapmu menikahinya karena harta seperti yang kamu katakan." "Iya memang, tapi mereka tahu aku hamil dan menginginkan anak itu. Bagaimanapun juga ada darah mereka yang mengalir dalam tubuh Albanna, mereka menginginkan meskipun tidak menginginkanku. Orang kaya memang begitu kan, bertindak sesuka hatinya." Anin berkata sambil memalingkan wajahnya, menyembunyikan bulir bening yang menetes di pipi dari pandangan Fajar. "Aku tidak seperti itu, dek Anin." Anin kembali memandang ke arah Fajar sambil tertawa. "Apaan sih manggil dak dek segala biasanya juga panggil nama," protesnya. "Kalau di desa, panggil nama langsung itu tidak sopan. Makanya mulai sekarang aku kasih embel-embel dek didepan namamu." "Gak mau, gak suka!" tolak Anin. "Kenapa?" "Geli, hiii," jawab Anin sambil bergidik kemudian tertawa. "Aku suka tawamu," gumam Fajar. Seketika Anin menghentikan tawanya, sepertinya dia terlalu lost kontrol saat itu. Berada bersama Fajar adalah hal yang sangat menyenangkan, dia nyaman bersamanya. Ucapnya selalu membuat kesedihan dalam hatinya menguap seketika, tapi disisi lain dia juga membentengi hatinya dengan benteng yang kuat dan kokoh hingga Fajar pun tidak bisa menembusnya. "Teruslah tertawa jangan pernah bersedih lagi. Aku akan menjagamu dan juga Albanna, tidak akan ada yang memisahkan kalian. Kau tahu, aku juga orang kaya dan bisa menggunakan kekayaanku untuk apapun." "Halah, yang kaya itu orang tuamu!" ejek Anin. "Hei, aku kuliah dengan biaya sendiri. Jadi aku bisa meminta jatah uang kuliahku kemudian memilikinya. Coba bikin hitungan, kamu ahli berhitung kan." "Ogah, aku tidak mau menghitung sesuatu yang tidak ada. Sana cari sarjana akuntansi untuk menghitungnya." "Betul tuh!" seru Fajar sambil menjentikkan jarinya. "Aku akan mencari Ustazah Ana untuk menghitungnya." Fajar sengaja menyebut nama perempuan lain di depan Anin untuk melihat ekspresi wajahnya apa cemburu atau tidak. Tapi yang dia lihat hanyalah wajah datar Anin. "Sana pergi!" usir Anin. "Katanya mau berhitung sama Ustazah Ana." "Kamu cemburu?" tanya Fajar. "Apa wajahku terlihat ada cemburu? atau ada tulisannya cemburu gitu?" Anin balik bertanya. "Ya Allah ... kenapa hatimu begitu keras sih?" gerutu Fajar. "Ya Allah ... kau bilang aku keras hati! tega kamu, itu istilah buruk." Anin pura-pura marah. "Bukan itu maksudnya, Mali!" "Mali? kau panggil aku Mali, itu panggil untuk orang yang lemot, lemah otaknya. Ih, tega emang kamu mas!" ucap Anin masih berpura-pura marah. "Karepmu wae lah dek!" (Terserah kamu saja dek ) "Wow, dah pandai bahasa Jawa pun, beneran mau pendekatan sama Ustazah Ana nih kayaknya." Wanita yang mereka panggil Ustazah Ana itu memang orang asli daerah situ. Fajar menghela nafas panjang, niat hati ingin membuat pujaannya cemburu malah dia sendiri yang kalah telak. Akhirnya mereka sama-sama diam, tengelam dalam pikiran masing-masing. "Mas Fajar, bisa gak menolongku lagi," celetuk Anin memecah kesunyian. "Apapun bisa kulakukan untukmu." "Jadilah Abi Albanna," ucap Anin pelan hampir tak terdengar. Seketika itu juga Fajar menatap Anin dengan pandangan tidak percaya, dia salah dengar atau tidak dengan apa yang barusan dia dengar. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD