Keputusan

2619 Words
Ostra sebagai pemimpin tertinggi dari bangsa Draconian tampaknya memiliki begitu banyak hal yang perlu diperbicarakan bersama para saudaranya yang juga menjadi pejabat tinggi dalam bangsa tersebut. Tentu saja itu tak lain adalah Riolo dan Gaal. Jika Ostra atau yang bernama lengkap Kinostragos adalah Jenderal Besar yang mendapatkan julukan Jenderal Merah yang memiliki sifat kepemimpinan yang tinggi dan unggul dalam hal menyusun strategi, maka Riolo adalah Letnan Jenderal yang memiliki julukan sebagai Letnan Kuning. Riolo ahli dalam menciptakan senjata dan interogasi perang. Ia juga dikenal sebagai seseorang yang paling senang berperang dan memburu para manusia serta para mhonyedt. Bisa dibilang, ia sangat menyukai kegiatan kasar dan kegiatan di luar dibandingkan terus duduk atau berpikir. Bagi Riolo seorang pria memang paling jantan jika menggunakan otot. Karena itulah, setiap saat ia selalu mencari kesempatan untuk menggunakan otot dan menunjukkan kemampuan fisiknya yang memang terbaik kedua setelah Ostra sang pemimpin bangsa Draconian. Lalu Gaal yang memiliki nama panjang Amelgal yang memiliki jabatan sebagai Mayor Jenderal memiliki keahlian dalam bidang pengetahuan dan ilmu pengobatan serta mendapatkan julukan Mayor Biru. Karena kemampuan yang ia miliki, ia bahkan dipercaya untuk memimpin penilitian untuk melanjutkan kelangsungan hidup bangsa mereka. Benar, Gaal kini memimpin penilitian untuk menciptakan keturunan. Mengingat jika bangsa mereka kini terdesak oleh ancaman kepunahan, karena sudah lama tidak ada kelahiran keturunan untuk melanjutkan bangsa mereka. Ketiganya adalah tiga serangkai yang sama-sama memimpin bangsa Draconian untuk menginvasi bumi. Kini, mereka memang sudah terbilang sudah menduduki bumi, tetapi belum sepenuhnya menguasai karena ada berbagai hambatan. Mereka belum terbilang bisa menguasai bumi, sebelum bisa menaklukan para mhonyedt yang liar. Selain itu, mereka juga belum sepenuhnya menangkap para manusia yang semakin cerdas bersembunyi dari buruan mereka. “Siapa yang mengira jika ternyata hingga saat ini pun kita belum mendapatkan solusi untuk melanjutkan keturunan kita. Meskipun bukan ancaman untuk saat ini, tetapi rasanya jika kondisi ini terus berlanjut, kita akan tetap terancam kepunahan,” ucap Riolo terlihat sangat tidak percaya dengan apa yang terjadi. Padahal, mereka datang jauh dengan harapan besar mereka bisa mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapani bangsa mereka. Namun, mereka malah kecewa dengan kenyataan yang mereka hadapi. Memang benar, sejak awal mereka datang ke bumi untuk mendapatkan solusi dari ancaman kepunahan yang kini mengancam mereka. Karena proses kehamilan dan melahirkan yang sulit, kebanyakan wanita bangsa Draconian pada akhirnya mati setelah dua minggu mereka melahirkan. Selain itu, sangat sulit lahir anak perempuan dalam bangsa Draconian, sembilan dari sepuluh bayi yang terlahir adalah anak laki-laki. Jika pun anak perempuan yang terlahir, mereka jauh lebih lemah dari anak laki-laki dan sulit bertahan hidup. Lalu kini, sudah tidak lagi tersisa wanita dalam bangsa Draconian. Membuat mereka benar-benar terancam kepunahan. Sebab planet yang mereka tempati sebelumnya juga sudah mulai kehilangan intisari kehidupan, dan sudah tidak lagi layak untuk ditinggali, maka Ostra sebagai pemimpin tertinggi pun memimpin perjalanan mereka. Pada awalnya, Ostra dan pasukannya datang ke bumi untuk mendapatkan pertolongan dari para ilmuan yang jelas terkenal akan kecerdasan mereka. Ostra lebih dari yakin, jika mereka pasti akan mendapatkan bantuan dari mereka. Tentu saja Ostra juga sudah menyiapkan imbalan atas bantuan mereka. Namun ternyata mereka dikejutkan dengan fakta bahwa bangsa manusia juga tengah terancam karena kehancuran perdaban yang konon katanya sudah diperkirakan oleh seorang ilmuwan puluhan tahun sebelumnya. Ini tentu saja situasi yang sangat mengkhawatirkan dan menyedihkan bagi bangsa manusia yang pada awalnya hidup nyaman dengan kelimpahan sumber daya yang mereka miliki. Ostra terlihat mengernyitkan keningnya dan bertanya pada Gaal, “Apakah akan berbahaya jika kita mengundur untuk menemukan solusi demi mendapatkan keturunan selama satu atau dua tahun?” Gaal terdiam sesaat untuk memperhitungkan semua kemungkinan yang ada. Tentu saja Gaal yang dpercaya dalam pembicaraan seperti ini, karena dia yang memiliki ilmu pengetahuan paling banyak mengenai bidang ini. Jadi pendapatnya adalah hal yang paling penting bagi mereka. Karena itulah, hal apa pun yang berkaitan denga hal seperti ini, harus melibatkan Gaal ketika mereka mengambil keputusan. Tentu saja Gaal tahu perannya tersebut dan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan apa pun. Hingga Gaal pun menjawab, “Sebenarnya tidak apa-apa. Kecil kemungkinan kita akan kehilangan pasukan dalam jumlah besar dalam waktu itu. Namun, tetap saja. Aku tidak ingin kita menghabiskan waktu selama itu tanpa memegang satu solusi pun. Meskipun kecil, tetapi masih ada kemungkinan tidak terduga ada masalah yang muncul dan membuat ancaman kepunahan yang jauh di depan mata, beralih menjadi masalah yang harus segera ditangani.” Ostra yang mendengar hal itu pun mengangguk. Ia paham dengan apa yang dimaksud oleh Gaal. Setidaknya sekarang ia sudah bisa mendapatkan gambaran mengenai apa yang akan dan harus ia lakukan ke depannya. “Jadi, apa yang kau butuhkan untuk ke depannya?” tanya Ostra. Ia tahu jika Gaal pasti membutuhkan banyak untuk penelitiannya. Karena itulah, bukan hal yang salah baginya untuk menanyakan hal ini lebih dulu pada saudaranya. “Seperti sebelumnya, aku membutuhkan beberapa bahan eksperimen. Entah itu untuk membangun kekuatan pertahanan, maupun bagi usahaku untuk mencari solusi untuk memecahkan ancaman kepunahan. Ah satu lagi, kita masih harus tetap mencari keturunan langsung dari para ilmuan yang kita kenal sebelumnya. Aku yakin, mereka mewarisi kecerdasan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Jadi, masih ada kemungkinan bagi kita untuk memanfaatkan kecerdasan mereka demi kepentingan bangsa kita,” jawab Gaal menjawab dua poin yang jelas ia butuhkan untuk meneliti. “Kalau begitu, aku hanya perlu membawa manusia atau mhonyedt untuk menjadi bahan penelitianmu, bukan?” tanya Riolo terlihat sangat antusias karena berburu memanglah hal yang sangat menyenangkan baginya dan jika bisa ingin ia lakukan setiap saat. Sayangnya, Riolo memang tidak bisa melakukan hal itu sesukanya. Ostra yang sangat mementingkan semua hal sesuai dengan rencana dan strategi, melarangnya untuk bertindak gegabah. Terlebih setelah apa yang terjadi sebelumnya, Ostra semakin meletakkan perhatian padanya. Ostra benar-benar mengawasi Riolo, untuk tidak bertingkah selama masa genting. Saat ini saja, suasana sudah terasa sangat kaku dan canggung. Sebab Ostra bisa menangkap seberapa antusiasnya Riolo saat ini dari perkataannya barusan. Ostra pun melirik tajam pada Riolo, dan seketika Riolo pun lebih tenang karena tahu sang pemimpin baru saja memberikan peringatan padanya untuk lebih tenang daripada sebelumnya. “Aku tahu, kau memang senang berburu dan ingin sepenuhnya menguasai bumi dalam waktu yang dekat. Tapi, kau tidak bisa bertingkah seenaknya dengan menghancurkan banyak tempat untuk menangkap para mhonyedt atau para manusia yang tengah bersembunyi,” ucap Ostra jelas jengkel terhadap tingkah Riolo. Sebab Riolo terkadang tidak bisa mengendalikan rasa antusiasnya yang sangat berlebihan dan pada akhirnya menghancurkan beberapa tempat yang seharusnya tidak perlu hancur. Padahal Ostra sudah berulang kali menekankan pada Riolo, bahwa mereka harus menekan kerusakan. Meskipun memang benar mereka bisa memperbaikinya dalam waktu yang singkat, dan bahkan bisa mendapatkan bagunan atau tempat yang lebih bagus nantinya, hal itu sama sekali tidak efisien. Bumi akan menjadi tempat tinggal mereka, sebelum benar-benar menjadi milik mereka, semua kerusakan harus diminimalisir. Agar saat sepenuhnya mereka kuasai, tidak ada banyak hal yang harus diperbaiki. “Aku bisa menahan diri, tetapi anak-anakku yang manis tidak bisa menahan diri mereka. Mereka berbisik padaku untuk meledakkan apa pun yang ada di hadapan mereka,” ucap Riolo terlihat agak mengerikan saat membicarakan senjata pembunuhnya yang memang sangat ia sayangi hingga ia anggap sebagai anak-anaknya. Itu adalah hasil karya terbaiknya, yang memang selalu ditingkatkan agar memiliki daya yang semakin kuat dan semakin lebih baik dari waktu ke waktu. Ostra menyipitkan matanya, dan pada akhirnya Riolo pun mengangkat kedua tangannya. “Baiklah, aku akan bersikap lebih tenang saat melakukan perburuan nantinya,” ucap Riolo mengakui kekalahannya. Ostra tidak menjadi pemimpin tanpa alasan. Selain memang dirinya berasal dari keturunan yang secara turun temurun menjadi seorang Jenderal Besar, ia memang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Jiwa kepemimpinan yang sangat kuat, hingga kharisma yang tidak main-main, membuat dirinya bisa mengendalikan pasukannya bahkan hanya dengan menggunakan jemarinya saja. Sebesar itulah aura pemimpin yang dimiliki oleh pria tersebut. Gaal sendiri sudah paham betul, jika hanya Ostra yang bisa mengendalikan Riolo yang terkadang tidak bisa mengendalikan semangatnya yang meluap-luap. “Kalau sudah seperti ini, mari kita fokus untuk menguasai bumi sepenuhnya. Kini tersisa tiga puluh persen lagi yang harus kita kuasai,” ucap Ostra terlihat penuh percaya diri. Tentu saja Ostra yakin betul, jika dirinya pada akhirnya akan mampu memimpin bangsanya untuk menguasai bumi sepenuhnya. Ia juga bisa melanjutkan kelangsungan hidup bangsanya dengan menemukan solusi untuk mendapatkan keturunan. Gaal dan Riolo mengangguk. Lalu Ostra pun menghidupkan proyektor yang menunjukkan bagian-bagian bumi yang jelas sudah ditandai mana bagian yang sudah mereka kuasai, dan mana bagian masih belum mereka kuasai. Lalu Ostra menunjuk salah satu bagian yang belum mereka kuasai dan berkata, “Kita akan memulai dari bagian ini. Seperti yang sudah kita bicarakan, mulai dan akhiri dengan rapi. Tentu saja dengan meminimalisir kerusakan yang muncul nantinya.” “Baik, kami mengerti!” seru mereka dengan kompak dan penuh dengan semangat.         **       Jika para bangsa Draconian masih menyusun rencana untuk menguasai bumi seutuhnya, maka para manusia terlihat tersebar untuk menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Khusus bagi Vani dan Clara yang sebelumnya jatuh ke jurang karena serangan para mhoyedt, kini mereka tengah berusaha untuk menyelamatkan diri dari aliran sungai yang begitu deras. Air sungai sangat keruh, hingga membuat Vani kesulitan untuk melihat apa yang ada di dasar dan apa yang mengancam mereka. Karena itulah, Vani memeluk Clara dengan sangat erat sembari berusaha untuk mencapai ke tepian. Vani melirik Clara yang berada dalam pelukannya, dan melihat Clara yang sudah benar-benar pucat dan jatuh tidak sadarkan diri. Vani terlihat sangat cemas dan semakin berusaha keras untuk segera sampai ke tepi sungai. Tentu saja itu bukanlah hal yang mudah baginya. Mengingat dirinya saat ini tengah memeluk Clara dan harus melawan aliran sungai yang benar-benar sangat deras sekaligus kuat tersebut. “Sial!” seru Vani sembari semakin mengeratkan pelukannya terhadap Clara. Vani sama sekali tidak boleh kehilangan Clara. Jika sampai pelukannya lepas, akan sulit bagi Clara untuk bertahan sendiri. Selain Clara saat ini tengah tidak sadarkan diri, ia juga memang tidak memiliki kemampuan untuk bertahan dengan kemampuannya sendiri. Saat sadar saja, akan sangat berbahaya bagi Clara untuk ke luar sendiri dan bertahan di dunia luar yang sangat liar. Sebab Clara memang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu, ditambah dengan kondisi fisiknya yang sangat buruk. Untungnya, Vani pun berhasil mencapai tepi sungai dengan usaha kerasnya. Saking kerasnya usaha Vani, ia bahkan gemetar dan terengah-engah karena merasa begitu lelah. Jelas ia kelelahan karena ia harus melawan arus yang sangat kuat ia juga harus membawa beban yang semakin berat karena berada dalam air. Namun, setelah semua itu ia merasa sangat bersyukur karena kini ia sudah mencapai daratan. Begitu tiba di sana, alih-alih memeriksa kondisinya sendiri ia bergegas untuk segera memeriksa kondisi Clara yang memang sudah jatuh tidak sadarkan diri begitu mereka jatuh dari tebing. Tangan Vani bergetar hebat saat merasakan tubuh Clara yang mendingin dan ia tidak bisa merasakan detak jantungnya. “Tidak, Clara. Kau harus bertahan. Jangan membuatku bertemu dengan kakakmu dengan perasaan penyesalan karena tidak bisa menjagamu,” ucap Vani lalu segera berusaha untuk mengembalikan detak jantung Clara. “Ayolah, Clara! Kau tidak bisa seperti ini!” seru Vani tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa saat ini dirinya tengah merasa cemas karena kondisi Clara. Vani sudah berada di dalam kelompok yang dipimpin oleh Calvin semenjak dirinya masih remaja. Itu artinya ia sudah tumbuh besar bersama dengan si kembar dari mereka kecil. Jadi, Vani tahu betul langkah apa yang harus ia ambil ketika Clara berada dalam situasi seperti ini. Vani terlihat sangat fokus saat berusaha untuk mengembalikan detak jantung Clara. Ia yakin betul jika saat ini Clara tengah gagal jantung, jika dirinya tidak memberikan pertolongan yang tepat di waktu kritis, tentu saja Clara akan berakhir tidak selamat nantinya. “Clara, kumohon,” bisik Vani berulang kali. Seperti tengah merapalkan mantra yang penuh dengan harapan, bahwa Clara pada akhirnya akan sadarkan diri. Bisa dibilang, saat ini ia bahkan sudah merasang sangat putus asa karena semua usahanya untuk mengembalikan detak jantung Clara tidak juga membuahkan hasil. Padahal, ia sudah melakukan semua hal yang memang seharusnya ia lakukan untuk membantu Clara yang terngah berada dalam kondisi seperti ini. “Apa yang harus kulakukan lagi, Clara. Kumohon bantu aku agar bisa kembali menemui kakakmu,” ucap Vani dengan penuh permohonan. Mengingat jika sampai dirinya kehilangan Clara dengan cara seperti ini, sudah dipastikan bahwa Vani tidak akan bisa menemui Calvin lagi. Ia kehilangan wajah dan tidak memiliki keberanian untuk bertemu dengannya lagi. Selain itu, Vani juga merasakan kewajiban yang begitu besar untuk melindungi Clara sebagai seorang adik. Vani yang pada awalnya juga menggigiil karena kedinginan, kini sudah berkeringat dengan sangat deras. Hal itu terjadi karena dirinya kelelahan sekaligus sangat gugup, bahwa ia tidak bisa menyelamatkan Clara. Namun, pada akhirnya usaha keras Vani membuahkan hasil yang manis. Detak jantung Clara kembali, sekaligus dengan Clara yang terbatuk dan mengeluarkan banyak air. Namun, Clara masih belum sadarkan diri, hingga membuat Vani memilih untuk segera menggendong Clara di punggungnya dan melangkah susah payah menuju sebuah gua yang sudah ia lihat dari kejauhan. Vani memeriksa mulut gua dan bisa memastikan jika gua tersebut memang tidak ditinggali oleh hewan buas atau dijadikan sebagai tempat bersembunyi para mhonyedt. Karena ada banyak jaring laba-laba di depan mulut gua, maka bisa dipastikan jika memang gua ini tidak memiliki penghuni sama sekali. Vani bergegas untuk masuk dan ia pun membaringkan Clara di sana dan menepuk pipinya dengan lembut sembari memanggilnya, “Clara, bangunlah. Kau tidak boleh terus tidak sadarkan diri dalam kondisi tubuh seperti ini. Bisa-bisa kau mati. Kau tidak boleh mati dengan cara seperti ini, Clara. Tidak boleh!” Meskipun kini detak jantung Clara sudah benar-benar kembali, tetapi suhu tubuh Clara semakin rendah dan tentu saja hal itu membuat Vani merasa sangat cemas. Ia pun memeluk Clara dengan erat sembari terus berusaha untuk mengembalikan suhu tubuh Clara. Kembali, kerja keras Vani tersebut benar-benar membuahkan hasil yang manis. Sebab Clara sadarkan diri dan bergumam, “Kak Vani.” Vani pun segera merenggangkan pelukannya dan menatap wajah Clara. Ternyata Clara memang sudah sadarkan diri. Hanya saja wajah Clara masih terlihat sangat pucat, dan matanya belum fokus. Menandakan jika Clara belum sadar sepenuhnya. Karena itulah Vani segera bertanya, “Clara, apakah kau bisa mendengar suaraku?” Clara menggangguk pelan dan balik bertanya, “Kak Calvin? Apa kita terpisah dengan rombongan?” Vani menghela napas dan mengangguk. “Sayangnya, iya. Apa ada yang tidak nyaman? Tubuhmu terasa sakit?” tanya Vani ingin memastikan kondisi Clara terlebih dahulu. Memang benar Clara sudah sadarkan diri, tetapi jika ada kondisi yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata, Clara maka harus segera mengatakannya padanya. Sebab itu adalah yang paling utama untuk saat ini. Kondisi Clara harus dipastikan agar Vani bisa mengantisipasinya atau bahkan mengobatinya sesegera mungkin. Clara menggeleng. “Aku tidak apa-apa, Kak. Aku baik-baik saja. Apa sekarang kita harus bertahan berdua saja?” tanya Clara mulai merasa sangat cemas, ketika dirinya sadar jika saat ini hanya ada dirinya dan Vani saja. Mereka benar-benar sudah terpisah dengan kelompok mereka, dan jelas ini adalah situasi yang sangat berbahaya bagi mereka. “Benar. Karena itulah, mulai saat ini mari saling melindungi dan menguatkan. Kita harus bekerjasama untuk mencari jalan kembali dan bergabung dengan rombongan. Kuyakin, Calvin juga sangat mencemaskan kita, terutama dirimu. Ia belum pernah berpisah selama ini dengannya,” ucap Vani berusaha untuk membuat Clara untuk fokus dan menguatkan dirinya. Clara menggigit bibirnya. Jujur saja, ia juga sudah merasa sangat rindu pada kakak kembarnya itu. Dirinya belum pernah terpisah sejauh dan selama ini dengan sang kakak. Dalam situasi apa pun, Calvin selalu berusaha untuk terus bersama dengannya. Mereka selalu pergi bersama. Jadi, terpisah dalam waktu yang lama seperti ini jelas adalah hal yang sangat sulit. Baik bagi Clara, maupun bagi Calvin. Selain itu, ia juga merasa sangat takut sekaligus cemas. Bertahan dalam rombongan yang memiliki banyak pria saja sudah sangat sulit, bagaimana bisa Clara bertahan hanya bersama dengan Vani. Clara pun memeluk Vani dan berkata, “Aku harap kita bisa segera bertemu dengan Kak Calvin.”   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD