"Pelan-pelan saja jalannya sayang. Jangan kawatir kan urusan rumah" kata Ganda sambil menuntun masuk Lie kedalam rumah.
"Rumah ini tidak pernah ramai suara anak-anak Gand"
"Jangan pikirkan itu dulu. Kita akan benahi pelan-pelan bersama"
"Sesungguhnya bagaimana kondisi kandunganku Gand?"
"Minumlah jus tomat ini dulu. Segarkan pikiranmu Lie"
"Apa aku masih punya kesempatan lagi?"
"Jangan bicara seperti itu Lie. Kita bersama akan berusaha mencari jalan keluar. Aku juga tidak memaksamu, mengharuskan ada anak-anak di rumah ini"
"Tapi Gand!?"
"Suttt istirahat lah dulu. Kita seminggu dirumah sakit. Kau tentu sangat lelah. Selain tubuhmu juga pikiranmu"
Lie tak bergeming apapun. Dia menatap Ganda dengan penuh tanda tanya. Lie hanya mengkhawatirkan satu hal yaitu berpalingnya Ganda dari dirinya.
Ganda sangat mengerti perasaan Lie dan dia masih menyembunyikan yang sesungguhnya terjadi.
"Lie bangunlah sayang, saatnya minum obatmu jangan sampai terlambat. Kau tampak nyenyak sekali tidurnya"
"Iya aku sangat lelah"
"Kau lelah pikiran. Saat kau sudah pulih benar, kita bisa melakukan perjalanan ke luar kota sejenak"
"Bagaimana dengan pekerjaanmu Gand?"
"Jangan kawatirkan itu. Aku sudah memikirkannya"
"Berapa hari lagi masa cutimu berakhir?"
"Tiga hari lagi sayang"
"Jangan kawatirkan aku Gand, aku bisa kok mengurus diriku sendiri"
"Aku tidak merasa kau bebani, jadi jauhkan pikiran itu sayang"
Lie memalingkan mukanya kearah jendela kamar.
"Kau ingin ke teras sebentar kah?"
"Tidak, aku masih ingin sendiri"
"Aku tak suka kau menyendiri, kan disini ada aku"
"Aku takut Gand"
"Apa yang kau takutkan?! ceritakan padaku Lie"
"Banyak hal"
"Jika itu menyangkut denganku, sungguh jangan begitu. Itu akan merusak hubungan kita"
Lie menarik nafas panjang. Tak kuasa menumpahkan kesedihan hatinya. Tak terasa Lie meneteskan air mata. Dengan lembut Ganda mengusapnya. Dipeluklah erat tubuh Lie yang mungil itu.
"Sabar lah Lie"
Lie hanya terdiam dan terus menangisi dirinya sendiri. Dengan suara terbata-bata, Lie berkata,
"Aku gagal Gand, aku hanya ingin jadi wanita sempurna untukmu"
"Lie, kau sudah sangat sempurna. Percayalah, aku sungguh tak mau kehilanganmu di kehidupan manapun"
Lie masih saja menangis. Meski kondisinya belum sehat betul. Ganda akhirnya membawa Lie jalan-jalan keliling kota untuk menghilangkan kesedihan Lie.
"Lihatlah Lie, lihatlah banyak dari mereka sangat bahagia dengan kehidupannya meskipun hanya berdua saja, kau tak perlu kawatirkan jika kita hanya berdua"
Lie melihat beberapa orang yang lalu lalang hanya berduaan saja. Seperti kakek dan nenek yang telah renta melintas tak jauh dari tempatnya.
"Kita pulang"
"Lie, aku tak mau melihatmu terus menangis. Yang sudah terjadi biarlah terjadi"
"Aku mau pulang"
"Hemmm baiklah, kita membeli roti dulu di toko langganan kita ya sayang"
"Okey"
Ganda membeli cake birthday dengan dilapisi serba coklat dan stobery kesukaan Lie.
"Untuk apa kue itu? Aku tidak sedang ulang tahun!"
"Sayang, terlalu banyak beban yang kau pikirkan, kau melupakan hari ini"
"Hari apa?"
"Hhhhhh ini hari pertama kali kita mengikrarkan janji untuk bertemu lagi dan menikah"
"Apa kau lupa sayang?"
Sejenak Lie di ingatkan kembali oleh Ganda akan kenangan itu.
"Maafkan aku Gan, aku melupakannya"
"Hhhhhhhh tak perlu minta maaf, kita saling mengingatkan okey"
"Okey"
Ganda merayakan berdua dengan Lie di rumah. Dengan perayaan yang sederhana namun penuh kesan yang dibuatnya.
"Cupttt ah" kecup Ganda di kening Lie dan berkata,
"Aku mencintaimu selalu, sampai kapanpun"
Lie tampak tak b*******h dengan apa yang dilakukan Ganda. Ganda pun belum menemukan waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya. Ganda takut hal itu akan mengguncang pribadi Lie.
"Apa kau tak senang sayang?"
"Aku senang Gand, tapi rasanya ada yang kurang"
"Jangan membahas itu lagi, kalo yang selalu menjadi beban mu masih masalah anak, kau tidak akan keluar dari inti masalahnya. Kau akan tetap terkurung"
"Gand, ini sudah ke dua kali"
"Aku tau sayang, aku juga mengerti perasaan mu. Bagaimana kalo di sisa masa cuti ku, kita ke negeri Paman sam?"
"Untuk apa?"
"Aku mencoba membawamu pada masa dulu kita bertemu. Apa kau mau?"
Lie diam dengan tatapan kosong. Ketertekanan emosinya tak mampu dia kontrol.
"Gand, bisa kah aku pergi sendiri?"
"Tentu saja aku tak mengijinkanmu. Kau masih lemah secara fisik dan mentalmu"
"Okey, kita akan berangkat besok malam. Aku akan segera memesan tiket dan hotel"
"Gand please, aku ingin sendiri saat ini. Aku kuat kok. Percayalah"
Lie bersikeras untuk meminta berangkat sendiri tanpa Ganda. Sebagai suami Ganda pun bersikeras untuk tetap mendampingi Lie.
"Lie, jika terjadi apa-apa dengan mu disana, tiada seorangpun yang akan mengabari aku"
"Bukahkan aku ada teman di sana"
"Aku tau, tapi apakah itu baik, merepotkan mereka?"
"Aku hanya ingin sendiri sebentar Gand. Tolong mengertilah"
"Hemmmm"
Ganda tak tau apa yang ada dalam pikiran Lie. Ganda berfikir sejenak untuk memberikan ijin pada Lie.
"Baiklah sayang, jika itu bisa membuat ceriahmu kembali. Aku hanya tidak ingin kau berubah hanya karena benturan masalah ini. Aku tetep mencintai Lie dari awal hingga akhir, tanpa perubahan apapun"
"Gand, manusia berubah karena banyaknya persoalan yang entah bisa terselesaikan entak tidak"
"Tapi aku selalu menginginkan mu tidak berubah, tetap ceriah, bawel dan cintanya tetap padaku hhhhh"
"Pesankan aku tiket penerbangan pagi Gand. Aku akan mengemas beberapa pakaian"
"Jangan lupa obatmu juga di bawa sayang"
Lie berlalu dengan melemparkan senyuman tipis kearah Ganda.
"Sayang kemari lah" panggil Ganda
Lie merapatkan tubuhnya di dekapan Ganda. Di peraduan yang penuh kehangatan, Ganda selalu mencoba membuat Lie tenang.
"Sayang, aku pasti akan merindukanmu. Kau jangan lama-lama yaa. Kalo terlalu lama aku akan menyusulmu"
"Aku tau hal itu"
"Aku tidak mau jauh darimu"
"Gand, apa yang membuatmu mencintaiku?"
"Lie, Orang pertama yang aku temui dan mau menjadi istriku itu hanya kamu"
"Apakah karena itu saja"
"Tentu saja tidak sayang. Kau wanita tegas, mandiri dan berani. Akan tetapi yang lebih aku suka kemanjaanmu dulu. Tapi dengan beriringnya waktu, semua sedikit terkikis. Itu yang ingin aku ulang kembali sayang"
Lie mencium pipi Ganda dengan manja. Ganda pun membalas dengan mencium bibir Lie yang mungil.
"Apa kau menginginkannya kali ini?"
"Gand, kandunganku belum kering"
"Tak mengapa sayang, kita pelan-pelan saja"
Lie tak menolak cumbuan lembut Ganda mulai liar memancing Lie untuk membalas serupa. Ganda tak mampu menahan lebih lama untuk tidak mencumbui Lie. Untuk pertama kalinya mereka beradu dalam nafsu setelah Lie mengalami pendarahan.
"Bagaimana sayang? kau puas"
"Tentu Gand"
"Jika kau masih ingin lagi, aku masih sanggup" ujar Ganda
"Besok aku sudah terbang, kita akan menghabiskan malam ini"
"Suttt, jangan bilang begitu. Aku tak suka sayang. Kita akan tetap bersama sampai menua"
"Iya aku paham"
Ganda yang tampak lelah, membaringkan tubuhnya di samping Lie. Lie pun memeluk Ganda penuh kehangatan.
"Gand, tiketku mana?"
"Maaf sayang, lupa belum aku pesankan. Kita langsung ke bandara saja"
"Aduh, kalo habis bagaimana?"
"Tenang, bisa beli di penerbangan berikutnya"
"Hemmm, Bagaimana kamu ini"
"Jangan cemberut"
Ganda memeluk Lie agar tak kesal pada dirinya.
"Ayok kita berangkat"
Lie hanya terdiam dan mengikuti Ganda dari belakang.
"Kau tampak sedikit bugar sayang, apa karena semalam? kau terlihat sangat puas hhhhhh"
"Apa iya?"
"Iya, bercermin lah"
Lie melihat kearah spion mobil dan melihat wajahnya yang biasa-biasa saja.
"Aku rasa kau salah melihat"
"Tentu tidak sayang. Aku suamimu berapa tahun kita bersama. Tentu aku paham jika wajahmu berubah"
"Hhhhhhhh" Lie tertawa melihat Ganda
"Sepulang dari sana, aku berharap kau bisa kembali liar seperti dulu sayang" ujar Ganda sambil mencium Lie.
Lie hanya tersenyum. Tampak berseri-seri wajahnya pagi ini.
Jalanan pagi ini begitu padat. Di kejauhan tampak terlihat Bandara Juanda Surabaya. Antrian tiket begitu panjang. Lie duduk menunggu Ganda yang antri untuk mendapatkan tiket.
"Hai, Lie ya?"
Sapa seseorang yang tak asing bagi Lie.
"Hai, ehhhhh Firman ya? kamu kerja disini?"
"Iya iya, lama sekali tak pernah jumpa?Tidak tergabung ke reuni akbar?"
"Tidak, aku focus untuk keluarga"
"Ohhh, sendirian kah?"
"Itu suami aku, antri tiket"
"Ohhh tujuan luar negeri?"
"Iya, urusan kerja"
"Wah hebat kau Lie. Aku kira kau jadi menikah dengan Marco"
"Ceritanya panjang, oh ya berapa nomer mu? boleh tidak aku minta?"
"Boleh dong, kita kan pernah satu kelas dulu hhhhh"
"Iya, dikelas terakhir. Gak ada yang marah kan, jika aku chat?"
"Tidak, justru aku yang takut suamimu marah"
Lie dan Firman bertukar kontak telepon. Dan Firman harus segera melanjutkan pekerjaannya. Lie jadi terkenang masa-masa sekolahnya dulu.
"Sayang ini tiket mu. Ayok kita ke sana, biar jalannya tidak jauh"
Lie mengandeng mesra Ganda yang sibuk membawa perlengkapan Lie.
"Sayang jangan lupa, call ya saat mendarat. Sungguh aku tak ingin jauh dari kamu"
"Iya, Aku akan mengabarimu. Jaga dirimu selama aku di sana"
"Kamu juga ya, berusahalah jangan sampai sakit"
Ganda mencium seluruh wajah Lie dan melambaikan tangan melepas kepergian Lie. Lie membalas dengan senyuman hangatnya.