part. 1
"Lieeeee"
Teriak Ganda yang terkejut melihat Lie terbaring di lantai dengan penuh darah di tubuhnya. Rasa panik tak bisa di sembunyikan dari raut wajahnya. Ganda dengan sigap membawa Lie menuju rumah sakit di mana dia juga bekerja.
"Sabarlah sayang, bertahanlah" ujar Ganda yang melajukan mobilnya menembus heningnya malam.
Beberapa Perawat membantu menyiapkan kereta dorong untuk Lie.
"Oh Dokter Ganda"
"Cepat ditangani, ini Istri saya"
Prosesnya begitu cepat, Lie langsung masuk UGD dan Dokter Satria menjelaskan segala kemungkinan yang terjadi jika tidak segera di lakukan operasi dan Ganda langsung diminta untuk tanda tangan persetujuan operasi setelah dilakukan beberapa observasi pasien.
Ganda tak perlu berdiskusi dengan Lie, sebab ini menyangkut nyawa Lie sendiri. Tanpa pikir panjang lebar Ganda menandatangani berkas itu. Ganda paham dengan operasi ini Lie akan terguncang mentalnya, akan tetapi Lie wanita yang kuat tentu mampu melewati ini semua.
"Lie bertahanlah semua akan baik-baik saja" ujar Ganda sambil mengikuti kemana para perawat mendorong Lie masuk ke ruang operasi.
"Dok tunggu disini, sesuai prosedur" kata perawat
"Aku akan mendampingi masuk, aku juga punya akses di Rumah sakit ini" ujar Ganda
Setelah para perawat berdiskusi dengan Dokter bedah, Akhirnya Ganda di berikan ijin ikut masuk dalam ruang operasi.
Kecemasan Ganda tak sampai disitu, melihat mesin detak yang naik turun semakin menambah ketertekanan dalam dirinya.
Tiga jam bukan waktu yang sebentar untuk Lie yang sedang berjuang antara hidup dan mati. Operasi berjalan lancar dan Ganda bersyukur Lie bisa melalui itu. Bius yang masih tersisa masih saja belum membuat Lie sadarkan diri meski operasi sudah dilakukan.
Ganda mondar-mandir menunggu, hingga kelelahan menerpanya dan tertidur di samping Lie.
Suasana begitu sunyi dan hanya suara detak pada mesin yang tak berhenti berbunyi.
Tangan Lie mengusap kepala Ganda,
"Ganda apa yang terjadi?!"
Suara Lie telah membangunkan Ganda yang masih tertidur.
"Sayang kau sudah sadar" kata Ganda
Rasa bahagia yang tak terlukiskan di hati Ganda. Diciumnya seluruh wajah Lie yang masih tampak pucat.
"Apa yang terjadi?! mengapa aku disini?"
tanya Lie
"Kau tiba-tiba pingsan dan mengalami pendarahan hebat. Istirahat saja dulu, minumlah teh ini" ujar Ganda
Dengan sabar Ganda menjelaskan pelan-pelan agar Lie tak shock dengan apa yang di alaminya.
"Jangan berfikir berlebihan, tiga hari lagi kita pulang. Yang sabar ya sayang" kata Ganda sambil mencium kening Lie
"Dimana bayi ku?!" tanya Lie
"Lie, kamu mengalami keguguran kembali dan Dokter bedah harus melakukan operasi untuk menyelamatkanmu" jelas Ganda sambil memegang erat tangan Lie
"Apa!!! Aku kehilangan lagi?"
Tanggis Lie tiba-tiba pecah tak tertahankan. Ganda memeluk erat Lie dan berkata,
"Tuhan masih mengharuskan kamu sabar. Percayalah suatu hari nanti kita bisa di beri kepercayaan kembali. Kita lalui ini sama-sama"
Lie tak mampu mengatakan apapun kembali, Hanya tangis yang pecah dan tak berhenti mewarnai wajahnya.
"Sudah jangan bersedih, kuatkan hatimu Lie"
"Ini sudah kedua kalinya dan mengapa terjadi?" tanya Lie
"Setelah kau pulih, aku berencana mengadopsi anak agar kau terhibur"
"Maaf kan aku Ganda, aku tak setuju dengan rencanamu"
"Ya sudah istirahat saja dulu, nanti jika pikiranmu sudah jernih kita bisa bicarakan kembali"
"Apa yang sedang terjadi?"
"Aku belum bicara sama Dokter untuk mengetahui lebih detailnya. Percayalah semua akan baik-baik saja" ujar Ganda menenangkan Lie
"Makanlah buah ini, agar tubuhmu berangsur-angsur kembali"
Ganda mengupas kan beberapa buah untuk Lie. Begitu telaten dan sabar Ganda membasuh wajah Lie dan merawatnya.
"Kau belum boleh mandi, sementara aku membasuh pelan-pelan tubuhmu. Jahitan itu masih baru, perawat akan datang dua kali untuk mengeceknya. Saat aku bertugas,kau jangan kemana-mana tetaplah disini"
"Iya aku paham" jawab Lie
"Aku tinggal sebentar ya untuk menemui Dokter Satria, karena dia yang bertanggung jawab penuh atas operasimu. Aku kemungkinan agak lama, jika kau perlu sesuatu, kau bisa bunyikan bel di atas tempat tidur ini untuk memanggil suster" kata Ganda
"Iya" jawab Lie
"Beristirahatlah untuk kembali memulihkan kesehatanmu lagi" ujar Ganda
Ganda mengecup kening Lie dengan penuh kasih sayang dan tak lupa pula pipi kanan serta kirinya juga. Lie hanya memandangi Ganda tanpa berbicara satu kata pun.
"Siang Dok" sapa Ganda saat memasuki ruangan
"Hallo siang Dokter Ganda, sebentar ya saya ambilkan berkas document istri Anda" ujar Dokter Satria
"Ngomong-ngomong masih ambil cuti ya?" lanjut Dokter Satria
"Iya Dok, kebetulan sekali pas kejadian saya sedang ambil libur" jawab Ganda
"Hem begini Pak Ganda, sebaiknya ini disampaikan pelan-pelan pada istrinya jika sudah kondisinya pulih"
"Iya saya mengerti"
"Anda juga sudah mengetahui jika operasi itu menyelamatkan satu nyawa yaitu istri Anda, dengan pengangkatan rahimnya ada banyak kemungkinan komplikasi lanjutan yang harus tetap diperhatikan. Terutama kondisi mentalnya. Anda juga sebagai seorang Dokter tentu sudah banyak tau bagaimana menanganinya"
Ganda menarik nafas panjang. Dalam pikirannya yang berkecamuk tentu hal itu tak mudah bagi Lie menerima semuanya, sebab sudah jelas dia tidak akan bisa hamil lagi. Pukulan berat untuk Lie. Andai Lie mengetahui dari awal tentu dia tak ingin melanjutkan hidupnya.
"Baiklah Dok saya mengerti. Komplikasi apa yang harus diwaspadai?" tanya Ganda
"Terutama di saluran usus, diabetes dan jantungnya. Anda sebelumnya apa sudah mengetahui jantungnya itu sudah ada riwayat sejak lahir?"
"Sebelum menikah, saya tau dari medical checkup bahwa dia ada kelemahan jantung, yang tak mengijinkan kelelahan dan banyak pikiran"
"Iya betul, semoga Anda bisa menguatkan hati istri Anda. Saya akan resep kan nanti obat pasca operasinya selama perawatan dirumah, agar segera membaik dan bisa beristirahat dirumah"
"Terima kasih Dok"
"Sama-sama"
Ganda menemui Lie dan melihat Lie yang tentu tak tega ingin menyampaikan kebenaran. Berita ini tentu sangat membuatnya terpukul. Bukan pertama kalinya Lie mengalami keguguran.
"Hai sayang, apa kau sudah merasa sehat dan bugar kembali?" tanya Ganda
"Badanku masih tak kuat rasanya untuk duduk"
"Pelan-pelan saja sayang, ini juga baru dua hari. Besok jika kondisimu masih lemah, kita akan disini dulu sampai kondisimu membaik. Dirumah tidak ada yang merawatmu kecuali aku. Kita hanya berdua saja"
"Iya aku tau, maafkan aku jika membuatmu repot"
"Hei, tak perlu minta maaf. Sudah seharusnya itu ku lakukan sebagai suamimu"
"Kau cari saja perawat yang mau merawat aku seperti waktu pertama kali aku keguguran"
"Sayang, aku tak ingin melewatkan syurgaku kali ini. Aku sendiri yang merawat mu. Tabungan kita masih aman kok. Aku hanya cuti,bukan tidak bekerja"
"Andai Mama masih ada, tentu dia akan mendampingi ku"
"Semua yang terjadi, kita harus meikhlaskannya. Hal pertama dalam hidupku yang membuat aku terpukul pertama kali saat kita kehilangan anak pertama kita. Namun lambat laun aku mengerti bahwa semua memang bagian dari perjalanan yang harus kita lalui"
"Gand aku tau saat itu sangat berat, terlebih aku yang mengadungnya dan kali ini harus terulang kembali"
"Mari saling berpegangan untuk tetap saling menguatkan sayang, jangan kau merasa paling bersalah atas semua yang terjadi"
"Aku hanya tak ingin membuatmu kecewa"
"Percayalah aku tak kan pernah menyalahkan mu atas semuannya, jadi tenangkanlah pikiranmu"
"Aku sangat merindukan Mama, terakhir kali dia mendampingiku saat aku berjuang melawan badai ombak terbesar dalam kehidupan ku"
"Sudahlah lupakan masa-masa kelam itu, disini sekarang ada aku yang akan menggantikan peran Mamamu"
"Tapi Gand, kau sama sekali belum mengenal Mama"
Tak terasa air mata Lie mengalir lembut di pipi. Diusapnya dengan lembut oleh Ganda.
"Jangan bilang begitu, tentu aku mengenal Mama mu dari ceritamu itu sudah cukup buat aku dan almarhum Mama tentu bangga aku sebagai menantu nya yang selalu merawat dan menyayangi mu"
"Apa kata Dokter Satria kemarin?! mengapa kau lupa tak menyampaikannya padaku"
"Tidak ada, semua akan baik-baik saja. Aku hanya perlu menemanimu hingga senyummu kembali seperti pertama kali kita bertemu. Apa kau ingat hal itu?!"
ujar Ganda mengalihkan rasa ingin tau Lie.
Senyum tipis yang tersungging di sudut bibir Lie, tampak tak menyembunyikan kenangannya bersama Ganda.